Kampung Budaya Sindang Barang
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Artikel ini sebagian besar atau seluruhnya berasal dari satu sumber. |
Kampung Budaya Sindang Barang (aksara Sunda: ᮊᮙ᮪ᮕᮥᮀ ᮘᮥᮓᮚ ᮞᮤᮔ᮪ᮓᮀ ᮘᮛᮀ) adalah suatu kampung adat Sunda yang terletak di Desa Pasir Eurih Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor. Menurut sejarahnya Kampung Sindang Barang sudah ada sejak abad ke XII dan terpapar dalam Babad Pajajaran dan tertulis juga dalam pantun Bogor. Kebudayaan Sunda yang masih kental tercermin dalam perilaku kehidupan masyarakatnya sehari-hari terutama direfleksikan dalam pelaksanaan acara Serentaun yang rutin dilaksanakan di Kampung Sindang Barang. Menurut penjelasan Prasetyo (2011) Kampung Budaya Sindang Barang adalah salah satu kampung adat dari 20 kampung adat yang ada di Jawa Barat. Kampung Budaya Sindang Barang adalah salah satu komunitas yang hingga kini mempertahankan aspek kebudayaan lokal kerajaan Pajajaran, dimana terdapat 78 lokasi situs sejarah Pakuan Sindangbarang, upacara tradisional (upacara adat Serentaun, upacara adat Neteupken, upacara adat Pabeasan, dan berbagai upacara adat lainnya), dan berbagai kesenian tradisional Sunda. Salah satu ritual tradisi Sunda yang menjadi ciri khas Kampung Budaya Sindang Barang adalah Serentaun. Serentaun merupakan suatu bentuk penjelmaan rasa syukur warga atas rezeki hasil panen mereka. Serentaun telah ada pada zaman Kerajaan Pajajaran pada abad ke 16 dan masih berlangsung hingga sekarang. Serentaun dilaksanakan tiap tahun dan dipimpin oleh ketua adat, namun sebagai catatan pada tahun 1971 setelah ketua adat terakhir Etong Sumawijaya wafat dan tidak ada regenerasi, maka gelaran Serentaun tidak dilaksanakan secara akbar dan terpusat, namun diadakan sendiri-sendiri oleh masyarkat yang masih mempercayainya. Kemudian pada tahun 2006 Serentaun kembali dilaksanakan terpusat setelah adanya pengakuan kembali ketua adat karena inisiatif beberapa kelompok adat yang ingin melestarikan budaya Sunda di Sindang Barang yang tergabung dalam Padepokan Giri Sunda Pura Sindang Barang. Pelaksanaan Serentaun pada waktu itu mendapat respon positif dari masyarakat (walau sempat ada penolakan terutama dari kalangan Islam yang tidak pro tradisi). Kesuksesan pelaksanaan Serentaun itu juga menarik perhatian pemernitah karena berkaitan dengan perhatian pada pelestarian budaya Sunda. Dengan dukungan pemerintah provinsi dan kabupaten dan masyarakat kawasan Sindang Barang, mereka dapat membuat suatu kawasan budaya Kampung Budaya Sindang Barang .
Sejarah
Kampung Sindang Barang dipercaya sudah ada sejak abad ke-XII. Menurut latar belakang sejarahnya yang terdapat dalam Babat Pajajaran dan tertulis juga dalam pantun Bogor, terdapat suatu Kerajaan Bawahan yang bernama Sindangbarang dengan Ibu kotanya Kutabarang.. Selain itu, Sindang Barang merupakah sebuah keraton tempat tinggal salah satu istri dari prabu Siliwangi yang bernama Dewi Kentring Manik Mayang Sunda. Berlatar sejarah tersebut, kini Sindang Barang berubah menjadi kampung budaya yang bertekad meneruskan kearifan lokal dari akar tradisi leluhur mereka.
Profil Umum
Di Kampung budaya Sindang Barang terdapat bermacam-macam kesenian Sunda yang telah direvitalisasi dan dilestarikan oleh para penduduknya sejak dahulu. Disini juga terdapat pula situs-situs purbakala peninggalan kerajaan Pajajaran berupa Bukit-bukit berundak.Di Sindang Barang, setiap satu tahun sekali diselenggarkan upacara adat Seren Taun yaitu upacara ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap Tuhan yang Maha Esa berkat hasil Panen dan hasil bumi yang diperoleh pada tahun ini dan berharap hasil panen akan lebih baik lagi pada tahun berikutnya
Untuk melestarikan kesenian tradisional, di kampung budaya Sindang Barang menyelenggarakan pelatihan tari dan gamelan untuk generasi muda secara gratis, anak-anak muda yang telah mahir di bidang kesenian masing-masing maka akan diikutsertakan dalam pementasan penyambutan tamu yang tentunya akan menambah penghasilan untuk mereka sendiri.
Di Kampung Budaya Sindang Barang, ada beberapa bangunan yang dijadikan tempat penginapan. Ada kurang lebih 6 rumah yang dijadikan penginapan dan disewakan ditambah 4 rumah lainnya yang dijadikan kantor dan 1 musholla. Selain bangunan rumah, ada juga bangunan unik lainnya yaitu 'leuit' (bahasa Sunda) dalam bahasa Indonesia yang diartikan sebagai lumbung padi.
Tempat Menarik
Di lingkungan sekitar Kampung Budaya Sindang Barang memiliki tempat menarik lainnya, seperti.[1]
Situs Purbakala
Situs Purbakala merupakan peninggalan kerajaan Pajajaran yang berupa Punden berundak, batu dakon, batu tapak, dan lain-lain yang berada di Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Terdapat kurang lebih 33 buah punden berundak dan 60 titik sebaran situs lainnya.
Grijaya Culture Village
Grijaya Culture Village merupakan Desa adat Girijaya yang terletak pada ketinggian 1200m dpl, di gunung Salak.
Home Industri Sepatu
Pengunjung Kampung Budaya Sindang Barang juga dapat mengunjungi home industri sepatu yang terdapat di sindangbarang . Saat ini terdapat kurang lebih 300 home industri sepatu. Pengunjung juga dapat membeli langsung dari pengrajin dan melihat cara pembuatannya.
Wisata kuliner
Di jalan Suryakencana, pengunjung dapat mencoba macam-macam wisata kuliner dengan harga yang bervariasi. Tersedia pula tempat jajanan 0 jam di rumah
Taman Sri Bagenda
Taman ini merupakan sisa Taman Kerajaan Sunda pada zaman dahulu kala yang berupa kolam yang panjang dan lebarnya mencapai 40×15 m. Sumber airnya berasal dari Sumur Jalatunda.
Wisata belanja Tajur
Berjarak 4 km dari Kampung budaya, pengunjung dapat mencoba belanja pada factory outlet yang tersebar di daerah Tajur yang menjual baju, tas dan perlengkapan lainnya dengan harga yang bervariasi.
Kebun Sayur
Tempat ini merupakan perkebunan sayuran milik penduduk setempat. Rata-rata kebun ini ditanami tanaman Kangkung dan Bayem.
Curug Nangka
Curug Nangka merupakan sebuah air terjun yang berada di kaki gunung salak yang dapat dicapai dengan kendaraan hanya setengah jam perjalanan dari kampung budaya. Pengunjung dapat menikmati pemandangan indah dan cuaca yang sejuk yang memiliki sensasi tersendiri buat para pengunjung.