Teologi penciptaan
Teologi Penciptaan adalah kajian dalam ilmu teologi yang menyelidiki pandangan Kristen tentang penciptaan dunia. Hal itu berkaitan dengan kepeduliaan manusia akan keberadaannya, sejauh kepedulian ini mengandung pertanyaan 'dari mana' dan meluas sampai mencakup kosmos dan sejarah.[1]
Penciptaan menurut Perjanjian Lama
Kitab Kejadian
Cara Kejadian 1 dan Kejadian 2 mengungkapkan tentang penciptaan langit dan bumi berbeda-beda, sebab sumber cerita yang dipakai oleh masih-masing nas tidak sama.[2] Dalam Kejadian 1 dan 2 penciptaan langit dan bumi disampaikan secara tematis. Cerita tentang penciptaan langit dan bumi dalam Kejadian 1 berasal dari sumber Codex yang telah ada pada permulaan pembuangan bangsa Israel ke Babel.[2] Cerita tentang penciptaan langit dan bumi dalam Kejadian 2 diambil dari sumber Yahwist yang berasal dari zaman raja-raja.[2] Perbedaan di antara kedua nas ini terlihat dari sifat kesaksian masing-masing yang berbeda.[2] Oleh karena itu, kedua kesaksian itu perlu dipahami dalam “keberlainannya”.[2]
Penciptaan menurut Priester
Cerita penciptaan dimulai dari sekelompok imam Israel (disebut juga Priester)yang memelihara cerita tradisional dengan hati-hati, hukum, dan tulisan-tulisan lain, di mana cerita seperti itu sudah telah berkembang di sekitar orang Israel selama berabad-abad.[3] Priester memelihara tulisan-tulisan selama masa Pembuangan tahun 550-500 SM dengan tujuan iman Israel tidak akan terlupakan. [3] Meskipun cerita penciptaan menggunakan perumpamaan dalam pujian atau pun puisi mengenai penciptaan, kelompok Priester memberikan perhatian pada logika dan struktur untuk menyampaikan pesannya. [3] Struktur memperlihatkan proses yang teratur ketika Allah menciptakan dunia. [3] Hal ini jelas bahwa Tuhan mempunyai rencana secara keseluruhan untuk penciptaan dan setiap bagian dari yang paling sederhana sampai keseluruhan secara harmonis. [3] Allah bergerak dari bumi ke makhluk tertentu yang akan mengisi bumi. [3] Allah mencipatakan dunia mulai dari massa kacau hingga adanya kemajuan langkah demi langkah dari kekacauan kepada penciptaan objek yang mati, benda hidup, dan akhirnya pada manusia. [3]
Allah adalah hal yang melampaui segalanya dan tidak terbatas, di mana Allah berada di luar dan di atas ciptaan-Nya. Allah bekerja sendiri. [3] Allah menciptakan dunia selama enam hari secara teratur dan mengambil hari ketujuh untuk beristirahat dan memberi tanda bahwa karya-Nya telah selesai. [3] Dalam waktu enam hari Allah mengatur karyanya dengan caranya sendiri yang logis. [3] Pada tiga hari pertama, Allah menciptakan sebuah rancangan dasar kosmos: pertama langit, air, dan kemudian lahan kering.[3] Pada hari keempat, kelima, dan keenam, Allah menciptakan penduduk wilayah ini: pertama matahari dan bulan, kemudian ikan dan burung, dan akhirnya hewan dan manusia. [3] Setelah Allah selesai menciptakan semua itu, Allah menilai bahwa semua itu baik. [3] Allah menciptakan semua itu melalui Friman. [3] Allah menyatakan kuasa-Nya dengan memisahkan cahaya dari kegelapan, serta langit dari bumi. [3]
Priester menekankan kesetiaan dari metode Allah secara logis dengan pengulangan dari tujuh langkah secara teratur yang menggambarkan proses itu dengan menggunakan beberapa kata:
- "Tuhan berkata"
- "Jadilah"
- "dan jadi"
- yang khusus karya penciptaan
- penamaan Tuhan atau berkat dari makhluk tersebut
- Tuhan mengatakan bahwa semuanya itu baik, dan
- "Jadilah petang dan pagi".[3]
Allah menciptakan segala sesuatu di dunia selalu menggunakan pola dengan tujuh langkah yang telah disebutkan di atas. [3] Dengan kata lain, Priester menekankan selesainya peristiwa [penciptaan]] ketika Allah memperhatikan hasil ciptaan, dan tidak lagi menciptakan sesuatu. [3] Ada beberapa ayat-ayat yang digunakan untuk menggambarkan penciptaan manusia (1:26-28). [3] Manusia diciptakan untuk menguasai dunia yang dibuat-Nya menurut gambar Allah. [3] Allah menciptakan bumi sebagai permukaan darat dengan kubah yang mencakup seperti mangkuk. [3] Kubah ini mencegah air di atasnya, supaya air tidak menenggelamkan bumi. [3] Di bawah bumi adalah tempat kekacauan dan kegelapan yang masih belum terbentuk. [3] Dalam Priester, seluruh dunia adalah sangat baik".[3] Makhluk hidup menerima berkat Tuhan. [3] Umat manusia diciptakan menurut gambar Allah dan diberi kuasa atas seluruh ciptaan. [3] Tidak ada permasalahan yang terjadi di antara makhluk. [3] Semua manusia memiliki tempat dalam dunia, di mana dunia telah dirancang untuk manusia dan ciptan lainnya. [3]
Penciptaan menurut Yahwist
Cara Kejadian 1 dan Kejadian 2 mengungkapan cerita tentang penciptaan langit dan bumi berbeda-beda, sebab keduanya berasal dari dua sumber yang berbeda..[2] Dalam Kejadian 1 dan 2 penciptaan langit dan bumi disampaikan secara tematis. [2] Cerita tentang penciptaan langit dan bumi dalam Kejadian 1 berasal dari sumber Codex yang telah ada pada masa permulaan pembuangan bangsa Israel ke Babel.[2] Cerita tentang penciptaan langit dan bumi dalam Kejadian 2 diambil dari Yahwis yang berasal dari zaman raja-raja.[2] Perbedaan di antara kedua nas ini terlihat dari sifat kesaksian masing-masing yang berbeda.[2] Oleh karena itu, kedua kesaksian itu perlu dipahami dalam “keberlainannya”.[2]
Sumber cerita Yahwist berusaha memberikan keterangan tentang hal-hal aneh yang ada di dunia ini.[4] Cerita seperti itu disebut cerita keterangan. [4] Kitab Kejadian mengungkapkan isi cerita secara berbeda. [4] Misalnya, cerita dalam Kejadian 1 menggambarkan suatu dunia yang basah, hijau, dan makmur. [4] Cerita tersebut berbeda dengan cerita di dalam Kejadian 2:4b-7 memperlihatkan suasana dunia yang gersang.[4] Padang yang gersang itu disuburkan oleh ‘kabut yang naik... dan membahasi sampai ke seluruh permukaan (2:6).[4] Kemudian, keadaan itu menjadi tempat manusia hidup.[4] Manusia adalah makhluk bumi, sebab manusia terbentuk dari ‘debu tanah’ (bahasa Ibraninya, Adamah).[4] Manusia yang dibentuk oleh Allah menjadi makhluk hidup ketika Allah menghembuskan napas hidup kepadanya (2:7).[4]
Manusia ditempatkan dalam taman Eden dengan suatu tanggung jawab. Dalam taman Eden terdapat pohon pengetahuan yang baik dan buruk.[4] Pohon ini merupakan pohon pengetahuan segala sesuatu yang tidak terbatas.[4] Setiap orang yang makan buah dari pohon itu, maka ia akan mengetahui segala sesuatu.[4] Manusia ingin mengetahui segala sesuatu yang tidak terbatas.[4] Apabila hal itu terjadi, maka manusia telah melanggar hak yang hanya menjadi milik Allah yaitu kekekalan.[4] Namun, pada akhirnya manusia tergoda oleh pencobaan dan semua menjadi kacau.[4] Manusia menjadi makhluk yang memberontak terhadap Sang Pencipta.[4] Manusia tidak mampu menerima bahwa pengetahuannya terbatas dan dirinya bukan pusat atas alam semesta.[4]
Mazmur
Kisah penciptaan dalam kitab Mazmur mengungkapkan tentang perjuangan Allah melawan ular naga dan samudera raya yang menjadi lambang dari kekacauan, kegelapan, dan kematian pada zaman purba. [2] Mazmur 74: 13-15 tertulis bahwa “Engkau yang membelah laut dengan kekuatan-Mu, yang memecahkan kepala ular-ular naga di atas muka air. [2] Mazmur – mazmur mengekspresikan aspek yang essensial dari kepercayaan yang ditimbulkan oleh karya penciptaan Allah. [2] Pernyataan mengenai penciptaan langit dan bumi terdapat dalam “ajaran” dan penghayatan iman. [2] Dalam mazmur karya penciptaan Allah diberitakan supaya umat dapat memuji dan merayakan kekuasaan-Nya. [2] Hal itu biasanya terjadi dalam ibadah, sebab mazmur-mazmur biasa dibacakan, dinyanyikan, dan didoakan dalam ibadah. [2] Misalnya, Mamzur 33 menperlihatkan Allah yang meciptakan langit dan bumi melalui perkataan dan perbuatan-Nya (ayat 6), dipuji sebagai Allah yang setia (ay. 5), dan Allah dari sorga memperlihatkan “semua anak manusia” (ay. 11) dan “mereka yang takut akan Dia” (ay. 18). [2] Kitab Mazmur juga mengungkapkan perbuatan-perbuatan Allah yang besar dalam sejarah Israel. [2] Cerita penciptaan dan sejarah keselamatan disampaikan secara berdampingan sebagai karya yang mengagumkan dari Yahwe, Allah Israel. [2]
Alkitab mengungkapkan bahwa di atas bumi ada air yang menjadi tempat kediaman Allah. [5] Air itu mendukung Sorga (Mzm. 78:23). [5] Gambaran Israel mengenai bumi yaitu bumi terapung-apung di atas air samudera yang raksasa. [5] Bumi diibaratkan sebagai kapal selam yang besar. [5] Langit diibaratkan sebagai tutup kubah yang memisahkan bumi dari air. [5] Sekalipun bumi berada di dalam lautan besar, tetapi bumi kokoh, sebab Allah telah memberikan dasar alasnya.[5]
Ayub
Hal yang menjadi penekanan dalam kitab ini ialah Ayub dalam keluhannya yang panjang dan terperinci meminta pertanggungjawaban kepada Allah terhadap “mala petaka” yang menimpanya.[2] Allah menjawab keluhan Ayub bukan dalam bentuk pertangungjawaban, melainkan dalam bentuk pernyataan hikmat melalui pertanyaan yang tidak perlu dijawab oleh Ayub sendiri.[2] Allah tidak perlu memberikan pertangungjawaban kepada siapa pun juga terhadap pimpinan dan pemerintahan-Nya. [2] Dalam Ayub 38:4 tertulis “dimanakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? [2] Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengetahuan! [2] Ayub bertanya “Siapakah yang telah menetapkan ukurannya?”[2] ...”.Maksud Ayub menyebutkan mujizat penciptaan Allah ialah supaya mujizat penciptaan-Nya dapat berfungsi sebagai saksi-saksi-Nya, sedangkan mujizat penciptaan-Nya sebagai saksi. [2]
Dalam Ayub 28 merupakan surat “syair pengajaran“ yang berdiri sendiri dan yang baru kemudian, karena sebab-sebab yang tidak diketahui. [2] Secara formal “puji-pujian akan hikmat” muncul sesudah berlangsung suatu diskusi yang hebat antara Ayub dan sahabatnya (Elifas, Bildad, dan Zofar). [2] Mereka mempersalahkan Ayub dan berkata bahwa “malapetaka” yang menimpa Ayub merupakan hukuman dari Allah atas dosa-dosanya. Dalam diskusi itu memperlihatkan pengetahuan manusia sangat terbatas. Di sini Ayub benar-benar memenuhi jalan buntu. [2]
Allah menjawab permintaan pertanggungjawaban dari Ayub melalui pernyataan hikmat. [2] Hikmat di sini memberi tanda adanya rahasia penciptaan yaitu tatanan yang pada satu pihak terdapat dalam penciptaan, tetapi pada pihak lain terlepas dari penciptaan dan berfungsi sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tersembunyi bagi manusia dan hanya Allah yang mengetahuinya. [2] Ayat terakhir dalam Ayub 28 menjelaskan makna hikmat. [2] Hikmat berarti takut dan hormat akan Allah . [2] Pengetahuan yang benar ialah menjauhi kejahatan dan segala ketidakbenaran. [2] Pengetahuan yang dimaksud di sini ialah akal budi. [2]
Penciptaan menurut PB
Dalam Perjanjian Baru ada beberapa nas yang membicarakan tentang penciptaan. [2] Pertama, Kisah Para Rasul 14:15-17 yang memuat pemberitaan rasul Paulus kepada orang-orang kafir di Listra di mana mereka menilai Rasul Paulus sebagai “dewa yang turun di tengah-tengah mereka dalam wujud manusia”. [2] Pemberitaan ini bertolak dari keyakinan mereka terhadap Allah sebagai Pencipta langit dan bumi dan menyatakan diri-Nya dengan berbagai-bagai kebajikan seperti menurunkan hujan dari langit dan memberikan musim-musim subur kepada manusia. [2] Kedua, Kisah Para Rasul 17:22-31 berisi pemberitaan yang terkenal dari Rasul Paulus di Athene terkait dengan tulisan “kepada Allah yang tidak dikenal” yang dilihatnya di sebuah mezbah kafir di kota itu. [2] Pemberitaan itu juga bertolak dari peran Allah sebagai Pencipta langit dan bumi. [2]
Roma
Surat Roma dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma menggunakan bahasa yang lain dari pada bahsa yang digunakannya dalam surat Kisah Para Rasul. [2] Paulus mengungkapkan bahwa “kekuatan Allah yang kekal dan keilahian-Nya sejak penciptaan yang nampak dalam karya-karya-Nya. [2] Dengan kata lain, Paulus melakukan pendekatan terhadap orang-orang kafir dengan bertitik tolak dari Allah sebagai Pencipta langit dan bumi. [2]
Kolose
Kolose berisi pujian yang memuliakan Kristus sebagai “perantara” penciptaan dan “penguasa” dari seluruh kosmos. [2] Paulus mempunyai maksud lain dalam penulisan pujian itu. [2] Ia ingin suratnya sebagai alat untuk melawan penghormatan yang diberikan oleh orang-orang Kolose kepada penguasa-penguasa kosmis melalui pernyataan bahwa penguasa-penguasa kosmis itu diciptakan oleh Kristus sehingga mereka takhluk kepada-Nya. [2] Dengan kata lain, hal hendak ditekankan oleh Paulus ialah bukan hanya Kristus sebagai “perantara” penciptaan, tetapi juga kekuasaan Kristus melebihi penguasa-penguasa kosmis yang saat itu ditakuti oleh orang-orang Kolose. [2] Pemberitaan mengenai Kristus adalah “perantara” penciptaan yang sangat kuat dipengaruhi oleh paham Perjanjian Lama mengenai hikmat.[2] Hal yang hendak ditekankan Paulus, bukan menjelaskan peranan Kristus dalam penciptaan, tetapi menekankan bahwa Kristus adalah “rahasia” penciptaan dan penciptaan didasarkan atas Allah. [2]
Manusia sebagai gambar Allah
Manusia adalah ciptaan Allah, sehingga manusia harus takhluk kepada Allah .[2] Meskipun, manusia diciptakan segambar dengan Allah, tetapi manusia tidak sama dengan Allah.[2] Allah adalah pencipta, sedangkan manusia adalah makhluk.[2] Manusia bukan ilah, tetapi juga bukan makhluk ilahi, melainkan makhluk biasa yang diciptakan oleh Allah. [2] Kejadian 2 ayat 6-7, “Tetapi kabut naik ke atas bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi, ketika itulah Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan napas hidup ke dalam hidungnya.[2] Demikianlah, manusia itu menjadi makhluk yang hidup”.[2] Allah datang ke dunia, kemudian Ia menjadikan langit dan bumi. <re name="Abineno"></ref> Allah membentuk manusia dari debu tanah yang dibasahi oleh kabut.[2] Setelah itu, Allah menghembuskan napas hidup ke dalam hidung manusia, sehingga manusia menjadi makhluk hidup.[2] Manusia memiliki tubuh yang berjiwa.[2] Kata tubuh, roh, dan jiwa digunakan secara bergantian menunjukkan bahwa manusia merupakan suatu makhluk yang diciptakan Allah secara utuh.[2] Misalnya, dalam Mzm. 103:1; Mzm. 104:1,35; dan Mzm 146:2 tertulis bahwa “jiwaku memuji Tuhan.[2]
Perbedaan antara cerita penciptaan dalam Kejadian 1 dan Kejadian 2. [2]
- cerita penciptaan memberikan suatu uraian yang telah dipersiapkan dan tersusun rapi mengenai penciptaan langit dan bumi. [2] Hal itu berbeda dengan cerita dalam Kejadian 1 yang mengungkapkan bahwa “waktu Allah menjadikan langit dan bumi, belum ada semak apa pun di bumi, sebab Allah belum menurunkan hujan di bumi” (Kej. 2:4-5). [2] Kejadian 1 hanya menceritakan hal-hal yang penting-penting saja dan ada kaitannya dengan penciptaan manusia. [2]
- cerita dalam Kejadian 1 memperlihatkan bahwa manusia diciptakan “menurut gambar Allah”.[2] Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai makhluk yang memiliki hubungan khusus. [2] Kejadian 2 menceritakan bahwa manusia dibentuk dari debu tanah, tetapi Allah menghembuskan napas hidup “ke dalam hidungnya”.[2] Jadi, antara Allah dan manusia memiliki hubungan (relasi) khusus. [2]
- Kejadian 1 memperlihatkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan bersama-sama.[2] Keduanya tidak ada perbedaan derajat.[2] Kejadian 2 memperlihatkan bahwa laki-laki diciptakan lebih dahulu dari pada perempuan, meskipun demikian perempuan merupakan “penolongnya yang sepadan dengan dia” dan dibentuk sesuai dengan unsur yang sama. [2]
- Cerita dalam Kejadian manusia memperoleh tugas untuk “menguasai”. [2] Cerita di Kejadian 2 manusia memperoleh tugas untuk “mengusahakan dan memelihara”. [2]
Kedua cerita penciptaan dalam pasal yang berbeda di kitab Kejadian memiliki persamaan yaitu manusia sebagai pengelolah dan pengurus. [2] Dengan kata lain, antara cerita penciptaan di Kejadian 1 dan Kejadian 2 tidak ada pertentangan. [2] Kesamaan dari kedua cerita penciptaan adalah Allah yang menciptakan manusia dan manusia lain dari pada makhluk lainnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. [2] Manusia memiliki hubungan atau relasi yang khusus dengan Allah. [2]
referensi
- ^ (Indonesia) Dister,Nico Syukur. 1999. Teologi Sistematika 1: Allah Penyelamat . Yogyakarta: Kanisius. 41.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au av aw ax ay az ba bb bc bd be bf bg bh bi bj bk bl bm bn bo bp bq br bs bt bu bv bw bx by bz (Indonesia) Abineno, J.L.Ch. 1987. Manusia Dan Sesamanya Di Dalam Dunia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1-12.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab (Inggris) Joan ‘brien Wilfred. 1982. In The beginning Craetion Myths From Ancient Mesopotamia, Israel and Greece. USA: American Academy Of Religion. 34-38. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Major" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q (Indonesia) Wahono, S. Wismoady. 1986. Di Sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari Dan Mengajarkan Alkitab . Jakarta: BPK Gunung Mulia. 79. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Wahono" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ a b c d e f (Indonesia) Hadiwijono, Harun. 1990. Iman Kristen.. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 156- 163.