Kadipaten Sumenep
Kadipaten Sumenep | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1269–1929 | |||||||||
Ibu kota | Kota Sumenep | ||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Madura, Jawa | ||||||||
Agama | Islam | ||||||||
Pemerintahan | Monarki Keadipatian | ||||||||
Adipati | |||||||||
Sejarah | |||||||||
• Raja Singasari Prabu Kertanegara mendinohaken Arya Wiraraja tahun 1269
- penandatanganan antara Pangeran Puger dengan Kompeni 5 Oktober 1705 | 1269 | ||||||||
• UU RI No. 12 Tahun 1950 | 1929 | ||||||||
| |||||||||
Sumenep menjadi daerah keadipatian semenjak Kerajaan Shingasari berkuasa atas tanah Jawa dan Madura, Pada Masa Kerajaan Majapahit daerah ini bebebas deri segala Pajak dan Upeti Kerajaan. Pada tanggal 5 Oktober 1705 Sumenep yang semula dibawah kerajaan Mataram jatuh ketangan VOC. Pada pemerintahan St Raffles, wilayah Sumenep mempunyai kedudukan yang setara dengan Susuhunan di Surakarta dan Sultan di Jogjakarta. pada tahun 1950 Sumenep resmi menjadi wilayah kesatuan Republik Indonesia yang masuk kedalam wilayah karesidenan Madura | |||||||||
Kadipaten Sumenep (Atau sering dikenal sebagai Kadipaten Madura), adalah sebuah monarki yang pernah menguasai seluruh Pulau Madura dan sebagian daerah tapal kuda. Pusat pemerintahannya berada di Kota Sumenep sekarang.
Pada tahun 1269, dimasa pemerintahan Arya Wiraraja wilayah ini berada dibawah pengawasan langsung Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit. Pada tahun 1559, dimasa pemerintahan Kanjeng Tumenggung Ario Kanduruwan, wilayah yang terletak di Madura Timur ini berada pada kekuasaan penuh Kesultanan Demak. dan Baru pada pemerintahan Kanjeng Pangeran Ario Lor II yang berkuasa pada tahun 1574, wilayah Kadipaten Sumenep berada dibawah pengawasan langsung Kasultanan Mataram. Pada tahun 1705, akibat perjanjian Pangeran Puger dengan VOC, Wilayah Sumenep untuk yang kedua kalinya jatuh ketangan kekuasaan VOC. Namun tak seperti wilayah lainnya, dimana kerajaan-kerajaan dihapuskan, untuk wilayah Sumenep, Madura Timur, tetap menjalankan aktifitas ke-adipati-an sebagaimana biasanya dan baru pada tahun 1269, setelah Kanjeng Tumenggung Ario Prabuwinoto meninggal, VOC berkuasa penuh atas Sumenep dengan mengangkat seorang Bupati, yakni Raden Samadikun Prawotohadikusumo yang semula menjabat sebagai Patih Sumenep kala itu.
Selama bertahun-tahun, kadipaten ini diperintah oleh bangsawan elit Madura, Dinasti Cakraningrat, yang kemudian hanya sebagai regent di Madura pada masa pemerintahan Belanda. Peninggalan Kadipaten Sumenep yang terkenal dan masih dapat disaksikan sampai saat ini antara lain Keraton Sumenep dan Masjid Jamik Sumenep yang berada di pusat Kota Sumenep.
Seperti halnya keraton-keraton di Jawa, budaya halus dan tata krama yang sopan serta bahasa sehari-hari yang santun juga menjadi identitas budaya, baik di seputar lingkungan Keraton Sumenep maupun di lingkungan masyarakat Sumenep pada umumnya. Walaupun Keraton Sumenep saat ini sudah tidak berfungsi lagi sebagai istana resmi Adipati Sumenep ataupun pusat pengembangan budaya Madura, tetapi kebiasaan peninggalan masa kejayaan Kadipaten Sumenep masih sangat terasa, tak heran jika banyak orang menjuluki Sumenep sebagai 'Solo of Madura'.
Mata Pencaharian Penduduk
Semenjak dahulu ekonomi daerah ini bergantung pada hasil laut dan pertanian, karena dari Jaman Pemerintahan Arya Wiraraja, daerah ini harus mengirimkan upeti kepada kerajaan diatasnya. namun pada waktu Arya Wiraraja diangkat sebagai penguasa kerajaan Majapahit timur daerah Sumenep dibebaskan dari upeti sampai dengan pemerintahan Hayam Wuruk.
Selain mata pencaharian penduduknya yang bergantung dari hasil pertanian yang kurang menguntungkan, mata pencaharian penduduknya sebagian besar juga bergelut dalam bidang kelautan, hal inilah yang kelak menciptakan pelau-pelaut tangguh dari bumi pulau garam. Selain itu Mata pencaharian penduduknya juga berupa hasil pertanian Garam, pertanian garam sendiri berkembang pada masa pemerintahan Pangeran Lor dan Pangeran Wetan.