Ekowisata
Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Pendahuluan
Pariwisata diakui sebagai industri terbesar yang pernah ada hingga saat ini didunia, tidak ada industri yang begitu kompleks dengan melibatkan banyak pihak dan aspek serta memiliki omset sebesar industri ini.
Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negative pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak negative ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri. Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat, serta banyak lagi efek negative lainnya.
Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun memberikan dampak negative kepada lingkungan mulai dikurangi.
Seiring dengan perkembangan zaman yang disertai pula dengan bangkitnya kesadaran dan kepedulian akan kelestarian lingkungan yang menjadi objek wisata alam, maka mulai muncullah pemikiran dan gagasan untuk mengadakan kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek-aspek:
- Konservasi alam
- Sosial (pemberdayaan sumber daya manusia)
- Budaya
- Ekonomi - masyarakat local
- Pembelajaran dan pendidikan
Sejarah dan Perkembangan di Dunia
Kegiatan ekowisata yang pertama barangkali adalah kegiatan safari (berburu hewan di alam bebas) yang dilakukan oleh para petualang dan pemburu di benua hitam Afrika. Kegiatan ini marak pada awal 1900. Dan pemerintahan Kenya mengambil kesempatan dan membuka peluang bisnis dari kegiatan safari ini. Pemerintah Kenya yang baru merdeka, dengan sumber daya flora dan fauna yang dimilikinya menjual kegiatan petualangan safari kepada para pemburu yang ingin merasakan sensasi padang safana dan mamalia Afrika yang liar dan eksotis. Pemerintah Kenya menjual satu ekor singa sebagai buruan seharga US$27.000 pada tahun 1970. Dapat kita bayangkan berapa nilainya pada masa kini. Namun akhirnya disadari bahwa perburuan yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kepunahan spesies flora atau fauna dan mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Belajar dari pengalaman ini, pemerintah Kenya akhirnya melakukan banyak perubahan didalam pelaksanaan kegiatan safari dan mulai menerapkan konsep-konsep ekowisata modern didalam industri pariwisatanya.
Pada akhir dekade 1970 gagasan ekowisata mulai diperbincangkan dan dianggap sebagai suatu alternative kegiatan wisata tradisional yang selama ini kita kenal. Selama masa 1980-an beberapa badan dunia, peneliti, pencinta lingkungan, ahli-ahli dibidang pariwisata dan beberapa negara mulai mencoba merumuskan dan mulai menjalankan kegiatan ini dengan caranya masing-masing.
Rumusan ekowisata sendiri sebenarnya pernah dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain pada tahun 1987 sebagai berikut: "Ekowisata adalah perjalanan ketempat-tempat yang masih alami dan relatif belum terganggu atau tercemari dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, flora dan fauna, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini", bagi kebanyakan orang, terutama para pencinta lingkungan, rumusan yang dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain tersebut belumlah cukup untuk menggambarkan dan menerangkan kegiatan ekowisata. Penjelasan di atas dianggap hanyalah penggambaran dari kegiatan wisata alam biasa. Rumusan ini kemudian disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun 1990, sebagai berikut: "Ekowisata adalah kegiatan wisata alam yang bertanggung jawab dengan menjaga keaslian dan kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat”. Penjelasan ini sebenarnya hampir sama dengan yang diberikan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sama-sama menggambarkan kegiatan wisata di alam bebas atau terbuka, hanya saja menurut TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap keaslian dan kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan potensi sumber daya alam dan budaya masyarakat setempat untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan.
Pada awal 1980-an, Costarica dipilih oleh badan dunia PBB sebagai proyek percontohan kegiatan ekowisata. Belajar dari pengalaman di Kenya, di Costarica pelaksanaan kegiatan ini melibatkan berbagai pihak, yaitu: pemerintah, swasta, masyarakat dan badan lingkungan hidup international. Proyek ini kemudian dinilai berhasil dan menjadi contoh bagi pelaksanaan kegiatan ekowisata diseluruh dunia.
Perkembangan ekowisata didunia secara umum terasa cukup cepat dan mendapat prioritas dan perhatian dari pemerintahan masing-masing negara yang melaksanakannya. Walaupun dimulai dari belahan benua hitam Afrika, ekowisata berkembang pesat dan berevolusi secara menakjubkan justru di Amerika Latin.
Di beberapa negara Amerika Latin (terutama yang dialiri oleh sungai Amazon), kegiatan mengunjungi objek wisata alam berkembang menjadi kegiatan penyelamatan lingkungan hidup (konserfasi). Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata banyak peserta ekowisata yang tertarik dan ingin berkontribusi didalam penyelamatan alam (flora dan fauna) dari kerusakan yang semakin parah. Beberapa lembaga atau organisasi yang bergerak dibidang lingkungan hidup menangkap peluang ini dan mulai mengadakan kegiatan reboisasi beserta dengan masyarakat luas termasuk peserta ekowisata, hingga kepada penggalangan dana dan penanaman pohon yang dapat diikuti melalui media internet.
Keaneka ragaman hayati di aliran sungai Amozon juga membuka peluang bagi kegiatan penelitian (yang semula tertutup) menjadi sebuah penelitian yang sifatnya terbuka dan bisa diikuti oleh wisatawan dengan kriteria tertentu. Kegiatan penelitian berupa pendataan spesies dan dampak kerusakan lingkungan, saat ini telah menjadi salah satu paket kegiatan ekowisata.
Kehidupan suku terasing Indian dengan budayanya yang unik dan menghormati lingkungan di aliran sungai Amozon juga mengundang daya tarik wisatawan yang kemudian menjadi peluang yang di organisir oleh masyarakat, biro wisata dan pemerintah untuk menarik wisatawan agar mau menetap untuk belajar dan mengetahui lebih lanjut kehidupan dan budaya dari masyarakat Indian disana.
Belajar dari kesalahan-kesalahan terdahulu yang menyebabkan dampak rusaknya lingkungan, pemerintah Costarica memobilisasi masyarakatnya untuk berperan aktif dalam kegiatan ekowosata. Tidak ada hotel berbintang dan bandara international yang dibangun didekat objek wisata alam. Yang ada adalah rumah-rumah masyarakat yang terbuka untuk ditinggali sementara oleh para wisatawan (sekarang biasa kita sebut dengan istilah home stay atau rumah singgah). Masyarakatpun tidak menyediakan menu masakan international kepada para wisatawan, mereka menyuguhkan masakan tradisional dengan standar kebersihan yang tinggi. Pemerintah Costarica yakin bahwa peserta ekowisata bukan hanya tertarik kepada eksotisme alam dari negaranya, tetapi juga tertarik kepada eksotisme kebudayaan dan cara hidup masyarakatnya. Suatu usaha dan keyakinan yang patut di contoh.
Di benua hitam Afrika, evolusi kegiatan ekowisata menarik untuk dicermati. Kegiatan perburuan binatang (singa, kerbau, gajah, badak dan lain sebagainya) yang sebelumnya dianggap dapat mengganggu kelestarian suatu spesies ternyata kalau dilakukan secara selektif justru dapat meningkatkan populasi spesies tersebut atau spesies yang lainnya. Kesimpulan ini didapatkan dari kenyataan yang ada bahwa banyak kelompok keluarga singa yang didominasi oleh jantan yang sudah tua berhenti berkembang biak dan tidak lagi melahirkan anak-anak singa yang baru. Ternyata hal ini diakibatkan oleh kualitas sperma yang dimiliki oleh si jantan yang telah tua sudah tidak baik lagi (mandul) atau tidak lagi memiliki birahi yang tinggi. Membunuh singa jantan yang tua ternyata membuka peluang bagi singa jantan yang muda, sehat dan produktif untuk meminpin kelompok tersebut dan kembali meneruskan garis keturunannya. Semenjak itulah kegiatan perburuan singa dan beberapa spesies lainnya mulai diadakan kembali di Kenya, tentunya dengan spesfikasi dan pengawasan yang ketat dari petugas taman nasional.
Sejarah dan Perkembangan di Indonesia
Semenjak penulis mulai tertarik dengan topik kegiatan ekowisata kira-kira 16 tahun silam, penulis tidak merasakan perkembangan yang cepat dan berarti dibidang ekowisata pada dunia pariwisata Indonesia. Pemerintah sampai saat ini sepertinya lebih percaya diri dengan kegiatan pariwisata tradisional. Infrastruktur pariwisata seperti hotel berbintang, bandara international dan kemewahan lain yang hanya dapat dikelola oleh mereka yang berkapital besar, berpendidikan tinggi dan memiliki akses luas masih menjadi prioritas perhatian dari pemerintah. Sementara itu managemen, infrastruktur dan promosi ekowisata seperti dianak tirikan. Seolah-olah pemerintah enggan mengelola, berinvestasi dan berpromosi pada kegiatan ini. Padahal ekowisata memiliki dampak langsung kepada masyarakat disekitar objek wisatanya, baik dalam bentuk partisipasi maupun ekonomi.
Dikarenakan kurangnya informasi dari dalam negeri mengenai kegiatan ini, maka penulis mencoba membuat urutan sejarah perkembangan ekowisata yang didapatkan dari pengalaman, media cetak, elektronik dan internet, mudah-mudahan tidak banyak menyimpang dan menyesatkan. Kalau ada yang salah tolong dikoreksi.
Di Indonesia kegiatan ekowisata mulai dirasakan pada pertengahan 1980-an, yang sayangnya dimulai dan dilaksanakan oleh orang atau biro wisata asing, salah satu yang terkenal adalah Mountain Travel Sobek – sebuah biro wisata petualangan tertua dan terbesar. Bebepa objek wisata terkenal yang dijual oleh Sobek antara lain adalah pendakian gunung api aktif tertinggi di garis khatulistiwa - gunung Kerinci (3884mdpl), pendakian danau vulkanik tertinggi kedua di dunia - danau Gunung Tujuh dan kunjungan ke danau vulkanik terbesar didunia - danau Toba.
Beberapa biro wisata lain maupun perorangan yang dijalankan oleh orang asing juga melaksanakan kegiatan kunjungan dan hidup bersama suku-suku terasing di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua.
Orang-orang asing bukan hanya tertarik pada eksotisme dan kehidupan suku terasing saja, mereka juga begitu tertarik dan terkagum-kagum dengan kekayaan flora dan fauna negeri ini seperti: harimau, gajah, badak, babi rusa, cendrawasih, bunga bangkai, anggrek dan lain-lain.
Seperti halnya kekayaan alam yang kita miliki, kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyangpun membuat bangsa asing terkagum-kagum dan ingin menikmati dan mempelajarinya, seperti: batik, angklung, wayang, tradisi-tradisi luhur, kesenian daerah , kerajinan tangan dan lain sebagainya. Tahukah anda kalau Indonesia adalah penghasil kerajinan tangan terbaik didunia?
Selain potensi-potensi diatas yang seluruhnya merupakan anugerah dari Tuhan dan warisan dari nenek moyang yang sangat luhur, peninggalan masa lalu dan kolonialisme seperti: candi-candir, benteng pertahanan, perkebunan dan pabrik teh, kopi, casiavera, cengkeh dan lain-lain juga menjadi incaran wisatawan sejarah untuk bernostalgia dan memberikan nilai pendidikan bagi banyak orang asing dan lokal.
Sebenarnya tidak dibutuhkan kejeniusan didalam mengemas dan menjual kekayaan bangsa ini secara berkesinambungan dan kemudian menjadikannya bernilai dan bermanfaat bagi masyarakat setempat. Modalnya hanya mau belajar dan memperluas wawasan.
Lihatlah (semoga tidak banyak orang Indonesia begini) betapa menyedihkannya wawasan kita pada bidang wisata alam, karena tidak banyak dari kita yang mengetahui kalau gunung Kerinci adalah gunung api aktif tertinggi yang berada di garis khatulistiwa, Cartenz Pyramid adalah salah satu daftar dari Seven Summit dan masih banyak yang lainnya.
Pada bidang komoditi perkebunan dan hasil alam, tahukah kita semua, kalau kopi luwak merupakan kopi termahal dan ternikmat didunia ternyata berasal dari Indonesia?
Pada bidang kebudayaan seharusnya kita semua menangis karena museum batik dan kebudayaan Jawa terbesar justru ada di Belanda, aneh tapi nyata.
Sungguh menyedihkan dan menyesakkan ketika mengetahui kekayaan alam yang luar biasa yang dianugerahi oleh Tuhan kepada bangsa ini dan warisan budaya dari nenek moyang yang luhur dan bijaksana justru menjadi daya tarik bagi masyarakat dunia. Sementara sebagian besar dari kita berlomba-lomba mengagungkan objek wisata dan kebudayaan bangsa lain.
Kembali lagi kepada perkembangan ekowisata di Indonesia. Pada awal 1990-an kegiatan ini mulai menjadi perbincangan di beberapa lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang lingkungan hidup dan kemasyarakatan. Lembaga internasional seperti World Wildlife Fund – WWF yang semenjak dahulu bekerja sama dengan Pemerintah, salah satunya dalam bentuk kerjasama pengelolaan Taman Nasional mulai memperkenalkan wisata berwawasan lingkungan ini.
Salah satu dari proyek ekowisata yang terkenal yang dikelola pemerintah bersama dengan lembaga asing adalah ekowisata orang hutan di Tanjung Putting, Kalimantan.
Seperti biasanya, kesuksesan membuahkan ide dan kesadaran pihak lainnya untuk melakukan hal yang sama. Dalam bentuk yang lebih maju, beberapa Pemerintah Daerah – PemDa - mulai mencoba untuk menjual potensi daerahnya dalam bentuk kegiatan rutin tahunan, seperti pesta kebudayaan dan alam. Pergerakan positif ini sayangnya terlambat mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat, seharusnya sebagai regulator dan fasilitator mereka mempunyai peran penting didalam memberikan aturan, ruang, peningkatan sumber daya manusia dan promosi. Akibatnya kita melihat banyak PemDa yang mencoba menjual potensi alam dan kebudayaan daerahnya dengan tidak terarah serta sinkron dengan daerah tetangganya dan melupakan potensi masyarakat setempat. Yang mereka jual adalah objek wisata alam, flora, fauna dan kebudayaan tetapi infrastruktur yang dikembangkan dan didorong untuk dibangun adalah hotel, bandara dan restoran berstandar internasional.
Begitu luar biasanya potensi ekowisata di Indonesia dan mungkin karena kita dan Pemerintah tidak begitu peduli dengan kenyataan ini, maka beberapa lembaga internasional pun mulai menjalin kerjasama dengan PemDa-PemDa (atau sebaliknya). Salah satu yang cukup aktif melakukan hal ini adalah UNESCO dengan kabupaten Nias Selatan. Mungkin karena sedikit dan sempitnya ruang yang diberikan oleh pemerintah didalam peraturan mengenai ekowisata, maka merekapun melakukan terobosan aktif dan positif dengan membuat aturan dan wawasan yang lebih baik.
Kegiatan ekowisata di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan, antara lain: Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009, sayangnya pada peraturan ini tidak menyebutkan masalah kebudayaan sebagai salah satu komponen utama dari ekowisata. Pada dokumen kerjasama antara Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dengan WWF (Januari 2009) barulah kita temukan unsur kebudayaan dan penjelasan lebih luas tentang ekowisata. Melihat kerja yang tidak serius dan tidak terpadu dari Pemerintah Pusat didalam menggarap regulasi dan kegiatan ekowisata membuat hati ini miris.
Komponen Utama
Secara umum ekowisata memiliki komponen utama sebagai berikut:
- Objek wisata (alam, sejarah dan kebudayaan)
- Masyarakat setempat
- Biro wisata atau travel
- Infrastruktur (promosi, sarana dan prasarana bagi wisatawan)
- Wisatawan
Setiap komponen memiliki porsi / ruang dan saling menunjang. Keaslian, kelestarian alam dan peran serta masyarakat setempat pada komponen 1 dan 2 menjadi prioritas.
Idealnya ekowisata melibatkan pihak-pihak, seperti:
- Pemerintah pusat dan daerah
- Swasta (Biro wisata atau travel)
- Lembaga atau organisasi lingkungan hidup
- Masyarakat setempat
Pemerintah pusat dan daerah selain menghasilkan regulasi juga menyiapkan infrastruktur yang berwawasan masyarakat setempat, pendidikan sumber daya manusia dan promosi objek wisata dan kegiatan, bekerjasama dengan pihak swasta (biro wisata dan travel). Biro wisata atau travel harus mampu mengendalikan dirinya untuk tidak masuk terlalu jauh mencampuri kegiatan disektor ekonomi yang melibatkan masyarakat setempat. Sementara itu lembaga atau organisasi lingkungan hidup atau pencinta alam menjadi sumber informasi, pelaksana pendidikan dan pengawas kegiatan ini dari dampak negative yang mungkin akan ditimbulkannya. Dan masyarakat setempat harus disiapkan dan siap bertindak sebagai operator kegiatan ini.
Selain dari komponen utama diatas, ada nilai-nilai positif yang harus terus dijaga didalam penerapannya. Nilai-nilai yang terkandung didalam kegiatan ini seperti kepedulian, tanggung jawab, komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan upaya bersama meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, muncul karena alasan sebagai berikut:
- Kekuatiran akan makin rusaknya objek wisata alam oleh perkembangan industri pariwisata tradisional yang bersifat eksploitatif
- Kegiatan ini membutuhkan lingkungan yang baik, sehat dan dapat dinikmati oleh semua orang, sehingga dibutuhkan standard dan klasifikasi tertentu untuk segala hal didalam pelaksanaannya.
- Partisipasi masyarakat setempat akan otomatis muncul jika mereka memperoleh manfaat ekonomi dari kegiatan ini dan tentunya ini akan memberi kesadaran kepada mereka untuk menjaga kelestarian objek wisata alam dan lingkungannya
- Dan lain sebagainya
Berdasarkan informasi yang penulis kumpulkan dari media cetak, elektronik dan internet, kegiatan ekowisata disetiap negara tidaklah sama bentuk dan caranya, tergantung kepada potensi alam dan budaya masyarakat setempat. Setiap negara punya bidang andalannya masing-masing yang diterapkan dengan cara-cara yang bersifat lokal dan pengembangannya disesuaikan dengan lingkungan serta budaya setempat.
Satu hal yang menarik dari kegiatan ekowisata adalah adanya konsep dan kewajiban bahwa peserta kegiatan ini tidak boleh mempengaruhi apalagi merusak objek-objek wisata alam maupun budaya masyarakat yang mereka kunjungi. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kegiatan wisata tradisional. Dimana masyarakat lokal harus mau menerima, memahami dan toleransi terhadap dunia luar.
Pada ekowisata, pembangunan dan pengembangan infrastruktur diusahakan seminimal mungkin mempengaruhi lingkungan dan budaya lokal. Kalaupun pesertanya ingin berpartisipasi didalam mengembangkan kegiatan ekowisata disuatu wilayah, maka bentuknya adalah pada kegiatan konservasi alam dan objek wisata serta pengembangan sumber daya manusia yang bersifat pengetahuan atau wawasan.
Secara umum objek kegiatan ekowisata tidak jauh berbeda dari kegiatan wisata alam biasa, bedanya karena ia memiliki nilai-nilai moral dan tanggung jawab yang tinggi terhadap objek wisatanya. Berikut adalah beberapa kegiatan dari ekowisata:
- Wisata pemandangan:
- Objek-objek alam (pantai, air terjun, terumbu karang dan seterusnya)
- Flora (hutan, tumbuhan langka, tumbuhan obat-obatan dan seterusnya)
- Fauna (hewan langka dan endemik dan seterusnya)
- Perkebunan (teh, kopi dan seterus# nya)
- Dan seterusnya
- Wisata petualangan:
- Kegiatan alam bebas (lintas alam, surfing dan lain-lain)
- Ekstrim (mendaki gunung, paralayang dan lain-lain)
- Berburu (babi hutan dan lain-lain)
- Dan seterusnya
- Wisata kebudayaan dan sejarah:
- Suku terasing (orang rimba, badui dan seterusnya)
- Kerajinan tangan (batik, ukiran dan seterusnya)
- Peninggalan bersejarah (candi, batu bertulis, benteng kolonial dan seterusnya)
- Dan seterusnya
- Wisata penelitian:
- Pendataan spesies (serangga, mamalia dan seterusnya)
- Pendataan kerusakan alam (lahan gundul, pencemaran tanah dan seterusnya)
- Konservasi (reboisasi, lokalisasi pencemaran dan seterusnya)
- Dan seterusnya
- Wisata social, konservasi dan pendidikan:
- Pembangunan fasilitas umum di dekat objek ekowisata (pembuatan sarana komunikasi, kesehatan dan seterusnya)
- Reboisasi lahan-lahan gundul dan pengembang biakan hewan langka
- Pendidikan dan pengembangan sumber daya masyarakat di dekat objek ekowisata (pendidikan bahasa asing, sikap dan seterusnya)
- Dan seterusnya
Partisipasi dan Manfaat
Luar biasanya kegiatan ekowisata ini membuka peluang bagi siapa saja untuk bisa berpartisipasi dan mengambil manfaat positif didalamnya.
Secara sederhana dan garis besar partisipasi dan manfaat itu kita bagi dalam beberapa sektor, seperti berikut:
Ekonomi, kegiatan ini membuka peluang dan kesempatan bagi masyarakat setempat sebagai operator dibidang:
- Pemandu wisata
- Porter
- Pengelolaan rumah singgah – home stay
- Pengusahaan souvenir – kerajinan tangan
- Pengelolaan sanggar seni dan budaya
- Dan usaha-usaha lain yang bisa dikaitkan dengan kegiatan ekowisata yang diadakan didaerahnya
Sosial budaya, kegiatan ini memberikan manfaat sebagai berikut:
- Dikenalnya objek wisata alam dan budaya masyarakat setempat ke manca negara
- Terjadinya interaksi yang positif yang menghargai budaya lokal sehingga kehidupan masyarakat setempat tidak terganggu atau terkontaminasi oleh budaya asing dan bagi masyarakat setempat ini merupakan peluang untuk mengenal, belajar dan memperluas wawasan terhadap kebudayaan bangsa lain
- Dan banyak lagi
Penelitian, kegiatan ini memberikan peluang dan manfaat sebagai berikut:
- Digunakannya tenaga, kemampuan dan informasi dari masyarakat setempat dan peserta ekowisata sebagai bagian dari suatu team penelitian
- Terawasi dan diakui serta dihargainya peran masyarakat setempat didalam kegiatan penelitian dan pengetahuan
- Mempersempit peluang penyimpangan didalam kegiatan penelitain karena aktifnya peran masyarakat setempat
- Dan lain sebagainya
Konservasi, kegiatan ini memberikan peluang dan manfaat sebagai berikut:
- Manfaat ekonomi dan peluang yang terbuka luas bagi setiap anggota masyarakat tentunya akan menimbulkan kesadaran akan pentingnya keaslian dan kelestarian objek wisata alam
- Secara moral kegiatan ini tentunya akan menimbulkan kesadaran akan pentingnya kelestarian dan keaslian alam bukan hanya di lokasi objek wisata alam, namun juga ditempat lainnya dan diharapkan kesadaran ini menular dan memberikan dampak yang positif kepada kelestarian lingkungan dan bumi ini
- Dan lain sebagainya
Sementara itu bagi mereka yang memiliki wawasan, kemampuan dan minat dibidang ini namun bukan menjadi bagian dari masyarakat setempat, seperti: pelajar, mahasiswa, petualang, peneliti, photographer, pencinta alam dan lain sebagainya. Dengan sarana komunikasi dan media yang canggih saat ini dan murah tentunya bisa mengambil bagian (baik sebagai freelance maupun bukan) didalam setiap tahapan dan proses dari kegiatan ekowisata. Kita bisa bertindak sebagai individual yang mempromosikan, mengelola perjalanan (tour and travel) maupun sebagai operator sekaligus, tentunya dengan tidak mengambil alih peran masyarakat setempat dan mengembalikan sebagian profit yang kita dapatkan dari kegiatan ini kepada masyarakat dan lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab moral kita.
Wawasan
Di seluruh dunia, kegiatan ini mulai berkembang dan bergeser porsinya, dari suatu kegiatan yang didukung penuh oleh pemerintah menjadi kegiatan yang dikelola penuh oleh masyarakat. Perubahan ini terjadi karena berbagai alasan, diantaranya: Mulai pindahnya focus banyak pemerintahan didalam menangani masalah ekonomi, lingkungan dan pariwisata kearah politik, keamanan dalam negeri dan terorisme. Maka kemudian lahirlah istilah ekowisata berbasiskan komunitas.
Timbulnya keinginan dari masyarakat setempat untuk mandiri dan mengambil keuntungan dan hasil yang lebih optimal dari kegiatan ini
Perkembangan teknologi, sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang semakin murah dan cepat (terutama media internet)
Dan lain sebagainya.
Ekowisata berbasiskan komunitas merupakan kegiatan yang dimiliki, dikelola dan diawasi oleh masyarakat setempat. Masyarakat berperan aktif didalam mengembangkan, mulai dari perencanaan, implementasi, pengawasan dan evaluasi. Hasil dari kegiatan ekowisata yang berbasiskan komunitas ini memberikan pencapaian yang optimal bagi masyarakat setempat. Tentunya apabila pemerintah pusat dan daerah memberikan wewenang yang memadai kepada masyarakat setempat untuk mengendalikan kegiatan ini. Namun penting diperhatikan, sebelum masuk ke tahapan ini, masyarakat setempat harus sudah dikenalkan dan menjalankan kegiatan ekowisata yang standar terlebih dahulu. Karena bagaimanapun pengalaman tetaplah guru yang terbaik.
Promosi
Salah satu keluhan yang sering kita dengar dari kementrian pariwisata dan kebudayaan tentang pengembangan program pariwisata di Indonesia adalah masalah dana promosi. Sesuatu hal yang tentunya kita maklumi bersama. Namun melihat cara berpromosi yang selalu sama dari tahun ke tahun dengan hanya dilakukan pengembangan yang sedikit, membuat kita bertanya-tanya, mengapa tidak ada langkah evaluasi dan inovatif yang menyeluruh dari kegiatan promosi yang kita lakukan selama ini.
Salah seorang teman pernah bercerita tentang asal muasal mengapa taman laut Bunaken di Sulawesi Utara sangat terkenal, entah benar atau tidak ceritanya, tapi kisah ini patut kita contoh dan teladani. Kisah ini bermula pada masa pemerintahan presiden Soeharto. Beliau saat itu telah mengetahui bahwa taman laut Bunaken sangat indah, namun karena keterbatasan dana dan perkembangan teknologi media dan komunikasi belum secanggih saat ini, maka beliau mengundang pakar kelautan yang sangat terkenal saat itu, yaitu Jacques Yves Cousteau untuk berkunjung melakukan explorasi dan penelitian dikawasan tersebut. Cousteau yang juga memiliki acara tetap di banyak televisi menyambut dengan antusias undangan ini. Dan keindahan taman laut Bunaken ternyata mempesona Cousteau, sehingga di akhir tayangan televisi episode taman laut Bunakan, Cousteau berkata, “Ini adalah kawasan terumbu karang terindah yang pernah saya lihat sepanjang hidup saya”. Kalimat singkat yang didengar dunia dari seorang seterkenal dan sekapasitas Cousteau inilah yang menimbulkan rasa penasaran dan mengundang banyak orang untuk berkunjung dan menjadikan kawasan Bunaken sangat terkenal hingga sekarang. Seorang bijak pernah berkata “Everybody can promote anybody, but not them self”, mungkin kita perlu mengulang sejarah dengan menggunakan orang lain atau pihak ketiga untuk mempromosikan potensi wisata alam dan budaya kita.
Program promosi dengan mengirimkan duta budaya ke manca negara sepertinya perlu ditata ulang dengan melakukan hal kebalikannya, yaitu mendatangkan pelajar, mahasiswa atau masyarakat budaya dan pariwisata, pakar budaya dan kritikus dunia ke Indonesia untuk melihat, merasakan dan menyaksikan sendiri objek wisata alam dan kebudayaan bangsa kita. Kemudian biarkan mereka pulang dan bercerita kepada masyarakat di negaranya masing-masing tentang Indonesia. Seperti pepatah melayu mengatakan “Kisah dan cerita dari orang sekampung seketurunan lebih utama dan dipercaya dari pada kisah dan cerita orang yang tak dikenal asal usulnya”.
Dari negara-negara Amerika latin kita bisa belajar bagaimana mereka mendukung dan mensupport media televisi seperti BBC, Discovery Channel, National Geographic dan Animal Planet untuk mengekplorasi, melakukan penelitian dan peliputan dokumentasi di hutan belantara mereka. Bukan hanya dengan memperbolehkan mereka melakukan peliputan hal-hal yang baik dan indah-indah saja, tapi juga hal-hal yang sebaliknya. Hutan dan laut kita memiliki keragaman yang lebih banyak dari negara-negara di Amerika Latin, tentunya apabila kita melakukan penawaran yang sama ke media televise diatas, secara logika mereka pasti akan antusias menerimanya.
Pembelanjaan dana promosi pariwisata di media elektronik seperti pemasangan iklan di media telivisi internasional seperti CNN, harus kita rubah dengan cara berpartisipasi aktif pada kegiatan-kegiatan international yang bersifat pendidikan dan petualangan di alam bebas. Beberapa kegiatan besar yang diliput banyak media (cetak maupun televise) seperti Camel Trophy dan Operation Raleigh yang pernah diadakan di Indonesia. Seharusnya kita dukung dan kita ajak kembali untuk melaksanakan kegiatannya di Indonesia. Kegiatan petualangan 4X4 dari Camel Trophy yang berlangsung lama (bulanan) dan disiarkan terus menerus melalui media televisi, tentunya merupakan cara berpromosi yang sangat efektif dan murah. Lihatlah negara tetangga kita Thailand yang mensupport banyak film layar lebar, seperti The Man With The Golden Gun - James Bond , Rambo IV, Blood Sport dan lain sebagainya, yang sebagian isi dari film itu menampilkan keindahan alam dan budaya negara tersebut. Thailand tidak hentinya berpromosi dengan cara yang sama, terakhir yang saya ketahui, mereka juga mensupport acara televisi terkenal The Survivor sehingga salah satu rangkaian kegiatannya dilaksanakan disalah satu pulau di negara tersebut (seluruh rangkaian episode dari acara ini ditayangkan hampir 6 bulan dan ditonton oleh puluhan juta orang). Tidak ada kata terlambat, semoga pemerintah mau mengambil inisiatif untuk memulainya.
Sadarkah kita kalau terkadang kita lebih mengenal sumber daya alam dan budaya masyarakat luar dibandingkan diri kita sendiri. Semua ini merupakan pengaruh dari media televisi. Kita lebih mengenal kanguru daripada harimau sumatera, kita lebih mengenal buaya dari seorang bernama Rob Bredel yang kelahiran Australia, semuanya itu karena sebuah acara yang berjudul Killer Instinc. Sepertinya media televisi kita (swasta dan pemerintah) perlu meningkatkan kemampuan dirinya didalam menghasilkan tayangan yang berisikan informasi budaya dan objek wisata alam. Jangan pernah puas menjadi raja di negeri sendiri! Lihatlah acara jalan-jalan dan petualangan seperti Jejak Petualang - saya salah satu penggemar acara ini, yang popular karena memperkenalkan dan menampilkan wisata alam dan kekayaan budaya bangsa kita, pada beberapa episodenya justru digunakan oleh negara tetangga untuk memperkenalkan potensi objek wisata alamnya kepada masyarakat Indonesia. Banyak acara-acara sejenis di negeri ini, sayangnya kualitas isi dan gambarnya di desain untuk dinikmati hanya bagi orang Indonesia. Akan sangat indah apabila isi dan lokasinya tentang Indonesia tapi di kemas dan diramu untuk dinikmati oleh masyarakat dunia. Seperti perkataan John Naisbit “Think locally, act globally!”
Anda tentu masih ingat maraknya kegiatan blogging beberapa waktu yang lalu (sekarangpun masih terasa) dan popularnya jejaring sosial saat ini (seperti facebook). Tidak dibutuhkan banyak biaya dan keahlian untuk menjadi seorang blogger dan betapa menyenangkannya menjadi seorang facebooker. Mengapa kita tidak mengembangkan dari kegiatan yang minim biaya dan menyenangkan menjadi media promosi objek wisata alam dan budaya bangsa tercinta ini. Bagi mereka yang suka jalan-jalan dialam bebas, promosikan lah diri anda sebagai seorang adventure guider (buat halaman tentang ke ahlian dan kemampuan anda dibidang ini). Bagi mereka yang memiliki keahlian membuat kerajinan tangan, juallah (bukalah halaman toko online dan pasarkan keseluruh dunia dan cantumkan nama Indonesia di setiap hasil karya anda). Dan banyak lagi kesempatan yang terbuka dan bisa kita ciptakan dari kegiatan yang namanya ekowisata.
Putra Alam 10 Agustus 2012 12.36 (UTC) Putra Alam 10 Agustus 2012 12.49 (UTC) Putra Alam 10 Agustus 2012 16.42 (UTC)
Pranala luar
- Ekowisata oleh Putra Alam
- TravellersID (Indonesian Travellers)
- Ekowisata
- Wisata Alam Yogyakarta dan sekitarnya
- TIES
- Nature Conservancy ecotourism
- Conservation International
- Ecotourism Resource Centre
- Rainforest Alliance's Sustainable Tourism program
- IGU Commission on Tourism, Leisure and Global Change
- Ecotourism Australia - accreditation organisation and peak body.
- Great Ocean Road Ecotourism Information
- Ecotourism Resource Guide
- Ecotourism Resource Centre
- Ecotourism definintion and literature review
- Tourism Insight - ecotourism
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah