Lompat ke isi

Waduk Pluit

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 8 November 2013 11.40 oleh Hariadhi (bicara | kontrib)

Waduk Pluit (asal nama pluit berasal dari kata Belanda fluitschip yang artinya kapal layar panjang berlunas ramping), adalah waduk yang dibangun di Kecamatan Penjaringan, Pluit, Jakarta Utara. Awalnya lahan ini berupa rawa-rawa. Dulu Belanda meletakkan sebuah fluitschip bernama Het Whitte Paert, yang sudah tidak laik laut di pantai sebelah timur muara Kali Angke sehingga daerah ini mendapat nama Pluit. [1]

Sejarah

Proyek Waduk Pluit dimulai sejak 1960, dengan dinyatakannya Pluit sebagai kawasan tertutup. Kawasan ini direncanakan sebagai polder Pluit dan pekerjaan pengerukan kali melalui Keputusan Peperda Jakarta Raya dan Sekitarnya No 387/ Tahun 1960. Namun, di bawah Otorita Pluit, ada pengembangan Pluit Baru untuk pengembangan perumahan, industri, dan waduk. Adapun daerah Muara Karang, Teluk Gong dan Muara Angke untuk perumahan dan pembangkit listrik, serta kampung nelayan.[1]

Pada tahun 1971, Proyek Pluit terus dilanjutkan dengan perluasan wilayah hingga ke Jelambar dan Pejagalan. Pada tahun 1976 kawasan Pluit menjadi permukiman moderen dengan tempat rekreasi dan lokasi perindustrian. Pada tahun 1981, barulah Waduk Pluit selesai dan ditandai dengan banjir besar di wilayah Pluit. [1]

Pendangkalan

Karena daerah bibir Waduk Pluit ditempati oleh perumahan, maka secara perlahan terjadi pendangkalan dan peralihan fungsi sebesar 20 Hektar dari total 80 Hektar lahan yang semestinya menjadi waduk penyimpan air. Sejak tahun 1990an, warga mulai merebut tanah di pinggir Waduk Pluit yang seharusnya menjadi milik negara dan tidak boleh dibangun. Awalnya bangunan ini semi permanen, dengan menjadikan tembok waduk sebagai penahan. Sampah dan lumpur dari hulu sungai, ditambah sampah rumah tangga warga di sekitar, membuat pendangkalan semakin parah sehingga Waduk Pluit kehilangan fungsinya.[2]

Akibat pendangkalan, kapasitas penyimpanan air kala musim hujan menjadi berkurang. Air waduk yang awalnya bisa mencapai kedalaman 10 meter, pada tahun 2012 hanya setinggi 2 meter. [2]

Pengerukan ulang dan pembersihan

Untuk melawan pendangkalan, sebenarnya telah berulangkali dilakukan perawatan di Waduk Pluit. Di antaranya pada tahun 2005 telah diadakan pengerukan.[3]. Kemudian pada tahun 2009 diadakan pembersihan enceng gondok.[4]. Lalu pada tahun yang sama juga dibuatkan pintu air baru untuk mempermudah kontrol debit air dan sampah. [5]. Namun adanya perumahan yang menempati lahan waduk membuat usaha ini tidak pernah bisa maksimal. Karena itu sebenarnya sejak 2010 telah direncakan pemindahan 13.000 warga agar waduk bisa dinormalisasi dengan maksimal. [6] Namun warga selalu menolak dipindahkan karena merasa tidak merasa bersalah dan merasa aman dari bencana banjir maupun rubuhnya tembok penahan[7]

Pemindahan warga

Pada tahun 2013, setelah bencana banjir, Pemerintah Provinsi Jakarta memulai proses pemindahan warga dan pengerukan sungai. Awalnya hal ini ditolak dan sempat menuai protes warga.[8]

Referensi

  1. ^ a b c Dina. Begini Ceritanya Tentang Pluit. Diakses dari situs berita Tempo pada 8 November 2013
  2. ^ a b Has.Cerita Waduk Pluit Dijarah Warga. diakses dari situs berita merdeka pada 8 November 2013
  3. ^ Pendangkalan Waduk Pluit Mencapai 8 Meter. Diakses dari situs berita Tempo pada 8 November 2013
  4. ^ Ujang ZaelaniFoto: Kuras Waduk diakses dari situs Kantor Berita Antara pada 8 November 2013
  5. ^ Ari Saputra. Pintu Air Waduk Pluit Dibangun untuk Tangkal banjir. Diakses dari Situs Berita Detik pada 8 November 2013
  6. ^ 13 Ribu KK Penghuni Waduk Pluit Bakal Digusur. Diakses dari situs Berita Jawa Post News Network pada 8 November 2013
  7. ^ Ramadhian Fadillah.Penduduk Waduk Pluit Tak Takut Alami Tragedi ala Situ Gintung. Diakses dari situs Berita Detik pada 8 November 2013
  8. ^ Tolak Relokasi: Warga Bantaran Waduk Pluit Protes. Diakses dari situs berita Detik pada 8 November 2013