Krabuku
Tarsius[1] | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Subordo: | |
Infraordo: | Tarsiiformes Gregory, 1915
|
Famili: | Tarsiidae Gray, 1825
|
Genus: | Tarsius Storr, 1780
|
Spesies tipe | |
Tarsius Sulawesi Erxleben, 1777
| |
Spesies | |
Tarsius syrichta |
Tarsius adalah primata dari genus Tarsius, suatu genus monotipe dari famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang bertahan dari ordo Tarsiiformes. Meskipun grup ini dahulu kala memiliki penyebaran yang luas, akan tetapi semua spesies yang hidup sekarang jumlahnya terbatas dan ditemukan di pulau-pulau di Asia Tenggara.
Catatan fosil
Fosil wallacea dan primata robert Tarsiiformes lain ditemukan di limbah pembuangan Asia, Eropa, dan Amerika Utara dan ada fosil yang diragukan yang berasal dari Afrika, namun Tarsius Darwin yang bertahan hingga sekarang jumlahnya terbatas di beberapa kepulauan di Asia Tenggara termasuk Filipina, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra. Catatan fosilnya juga yang terpanjang kesinambungannya dibanding genus primata manapun,[2] dan catatan fosil itu menandakan bahwa susunan gigi mereka tidak banyak berubah, kecuali ukurannya, dalam 45 juta terakhir.
Klasifikasi
Posisi filogenetik tarsius yang hidup sekarang banyak diperdebatkan pada abad yang lalu, dan tarsius diklasifikasikan secara bergantian pada Strepsirrhini pada subordo prosimia, atau sebagai grup saudara dari simia (=Anthropoidea) dalam infraordo Haplorrhini.
Diindikasikan bahwa tarsius, yang semuanya dimasukkan pada genus Tarsius, sebenarnya harus diklasifikasikan pada dua (grup Sulawesi dan Filipina-Barat) atau tiga generasi yang berbeda (grup Sulawesi, Filipina dan Barat).[1][3]. Taksonomi di tingkat spesies ini cukup rumit, dengan morfologi seringkali digunakan secara terbatas dibandingkan vokalisasi. Beberapa "ragam bentuk vokal" mungkin mewakili taksa yang belum dideskripsikan, yang secara taksonomis terpisah dari Tarsius tarsier (=spectrum) (seperti tarsius dari Minahasa dan kepulauan Togean), dan banyak tarsius lain dari Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya (Shekelle & Leksono 2004). Hal ini mungkin juga merupakan penyebab kasus sejumlah populasi tarsius Filipina yang terisolasi dan kurang diketahui keberadaannya seperti populasi Basilan, Leyte dan Dinagat dari grup T. syrichta. Kerancuan lebih lanjut muncul pada validitas nama-nama tertentu. Di antaranya, T. dianae yang sering dipakai telah ditunjukkan sebagai sinonim junior dari T. dentatus, sama halnya dengan itu, T. spectrum sekarang dianggap sinonim junior dari T. tarsier.[1] Terlebih lagi, T. tarsier yang diperdebatkan sebagai sinonim senior dari T. spectrum yang dipakai secara luas.
- Infraordo Tarsiiformes[1]
- Famili Tarsiidae: Tarsius
- Genus Tarsius
- Grup T. syrichta (Filipina-Barat)
- Tarsius Filipina, Tarsius syrichta
- Tarsius Barat, Tarsius bancanus
- Grup T. tarsier (Sulawesi)
- Tarsius Sulawesi, Tarsius tarsier
- Tarsius Dian, Tarsius dentatus
- Tarsius Lariang, Tarsius lariang
- Tarsius Peleng, Tarsius pelengensis
- Tarsius Sangihe, Tarsius sangirensis
- Tarsius Siau, Tarsius tumpara[4]
- Tarsius Kerdil, Tarsius pumilus
- Grup T. syrichta (Filipina-Barat)
- Genus Tarsius
- Famili Tarsiidae: Tarsius
Anatomi dan fisiologi
Tarsius bertubuh kecil dengan mata yang sangat besar; tiap bola matanya berdiameter sekitar 16 mm dan keseluruhan berukuran sebesar otaknya.[5] Kaki belakangnya juga sangat panjang. Tulang tarsus di kakinya sangat panjang dan dari tulang tarsus inilah nama tarsius berasal. Panjang kepala dan tubuhnya 10 sampai 15 cm, namun kaki belakangnya hampir dua kali panjang ini, mereka juga punya ekor yang ramping sepanjang 20 hingga 25 cm. Jari-jari mereka juga memanjang, dengan jari ketiga kira-kira sama panjang dengan lengan atas. Di ujung jarinya ada kuku namun pada jari kedua dan ketiga dari kaki belakang berupa cakar yang mereka pakai untuk merawat tubuh. Bulu tarsius sangat lembut dan mirip beludru yang bisanya berwarna cokelat abu-abu, cokelat muda atau kuning-jingga muda.[6]
Tidak seperti prosimia lain, tarsius tidak mempunyai sisir gigi, dan susunan gigi mereka juga unik:
2.1.3.3 |
1.1.3.3 |
Penglihatan
Semua jenis tarsius bersifat nokturnal, namun seperti organisme nokturnal lain beberapa individu mungkin lebih banyak atau sedikit beraktivitas selama siang hari. Tidak seperti kebanyakan binatang nokturnal lain, tarsius tidak memiliki daerah pemantul cahaya (tapetum lucidum) di matanya. Mereka juga memiliki fovea, suatu hal yang tidak biasa pada binatang nokturnal.
Otak tarsius berebda dari primata lain dalam hal koneksi kedua mata dan lateral geniculate nucleus, yang merupakan daerah utama di talamus yang menerima informasi visual. Rangkaian lapisan seluler yang menerima informasi dari bagian mata ipsilateral (sisi kepala yang sama) and contralateral (sisi kepala yang berbeda) di lateral geniculate nucleus membedakan tarsius dari lemur, kukang, dan monyet, yang semuanya sama dalam hal ini.[7].
Tingkah laku
Tarsius merupakan satwa insektivora, dan menangkap serangga dengan melompat pada serangga itu. Mereka juga diketahui memangsa vertebrata kecil seperti burung, ular, kadal dan kelelawar.[6] Saat melompat dari satu pohon ke pohon lain, tarsius bahkan dapat menangkap burung yang sedang bergerak.[butuh rujukan]
Kehamilan berlangsung enam bulan, kemudian tarsius melahirkan seekor anak. Tarsius muda lahir berbulu dan dengan mata terbuka serta mampu memanjat dalam waktu sehari setelah kelahiran. Mereka mencapai masa dewasa setelah satu tahun. Tarsius dewasa hidup berpasangan dengan jangkauan tempat tinggal sekitar satu hektar.
Pelestarian
Satu jenis tarsius, tarsius Dian T. dentatus; terdaftar segabai sinonim juniornya T. dianae oleh IUCN), terdaftar di IUCN Red List berstatus Bergantung Konservasi. Dua spesies/subspesies lain , Tarsius Barat (T. bancanus) dan subspesies nominasinya (T. bancanus bancanus , terdaftar dengan status Risiko Rendah. Tarsius Sulawesi (T. tarsier; terdaftar sebagai sinonim juniornya T. spectrum) dikategorikan sebagai Hampir Terancam. Jenis tarsius lain terdaftar oleh IUCN sebagai Data Kurang. Adapun di Indonesia..
Tarsius tidak pernah sukses membentuk koloni pembiakan dalam kurungan, dan bila dikurung, tarsius diketahui melukai dan bahkan membunuh dirinya karena stres.[8]
Satu situs mendapat keberhasilan mengembalikan populasi tarisus di pulau Filipina Bohol. Philippine Tarsier Foundation telah mengembangkan kandang besar semi-liar yang memakai cahaya untuk menarik serangga nokturnal yang menjadi makanan tarsius. [9]
Pada tahun 2008 dideskripsikan tarsius Siau yang dianggap bestatus kritis dan terdaftar dalam 25 primata paling terancam oleh Conservation International dan IUCN/SCC Primate Specialist Group tahun 2008.[10]
Referensi
- ^ a b c d Groves, C.P. (2005). Wilson, D.E.; Reeder, D.M., ed. Mammal Species of the World: A Taxonomic and Geographic Reference (edisi ke-3). Baltimore: Johns Hopkins University Press. hlm. 127–128. ISBN 0-801-88221-4. OCLC 62265494.
- ^ The Philippine Tarsier
- ^ Brandon-Jones, D., Eudey, A. A., Geissmann, T., Groves, C. P., Melnick, D. J., Morales, J. C., Shekelle, M. and Stewart, C.-B. 2004. Asian primate classification. International Journal of Primatology 25(1): 97-164.
- ^ Tarsius tumpara: A New Tarsier Species from Siau Island, North Sulawesi
- ^ Shumaker, Robert W. (2003). Primates in Question. Smithsonian Books. ISBN 1-58834-151-8.
- ^ a b Niemitz, Carsten (1984). Macdonald, D., ed. The Encyclopedia of Mammals. New York: Facts on File. hlm. 338–339. ISBN 0-87196-871-1.
- ^ Rosa MG, Pettigrew JD, Cooper HM (1996) Unusual pattern of retinogeniculate projections in the controversial primate Tarsius. Brain Behav Evol 48(3):121-129.
- ^ Untitled Document
- ^ Zoo Biology 24:101-109 (2005)
- ^ Siau Island Tarsier