Lompat ke isi

Teuku Ben Mahmud

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 12 Oktober 2022 12.14 oleh Al Asyi (bicara | kontrib)

Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja atau Teuku Ben Mahmud adalah uleebalang Blangpidie yang memimpin perang gerilya melawan Belanda di pesisir barat selatan Aceh hingga tanah Batak pada awal abad ke-20.[1]

Kehidupan Awal

Teuku Ben Mahmud lahir di Kuta Batee (Blangpidie) pada tahun 1860. Ayahnya bernama Teuku Bentara Abbas bin Teuku Bentara Agam yang berasal dari Pidie.

Sebelum menjadi uleebalang, Teuku Mahmud dikenal dengan sebutan Panglima Gumbak. Setelah mendapatkan sarakata Cap Sikeurueng dari Sultan Aceh pada tahun 1885, Teuku Ben Mahmud diangkat menjadi uleebalang Blangpidie dengan gelar Setia Raja. Sebelumnya, Zelfbestuur Landschappen (hulubalang daerah swapraja) Pulau Kayu-Blangpidie adalah Teuku Raja Sawang yang menandatangani Koorte Verklaring dengan Belanda di Pulau Kayu pada tanggal 9 Maret 1874 (sejak saat itu nama Kuta Batee resmi menjadi Blangpidie).

Setelah kematian Teuku Raja Cut bin Teuku Raja Sawang, keturunan dari Teuku Ben Mahmud yang dianggap sebagai penguasa sah di Blangpidie. Sepeninggal Teuku Ben Mahmud, kenegerian Blangpidie dipimpin oleh Teuku Banta Sulaiman bin Teuku Ben Mahmud. Seterusnya dipimpin Teuku Sabi bin Teuku Banta Sulaiman hingga menjelang kemerdekaan Indonesia.

Perjuangan

Pada tahun 1895, Teuku Ben Mahmud menyerang Teuku Larat uleebalang Tapaktuan karena dianggap telah bekerjasama dengan Belanda. Dalam penyerangan itu ditawan juga puteri Teuku Larat yang bernama Cut Intan Suadat, yang kemudian dinikahkan dengan Teuku Banta Sulaiman putra Teuku Ben Mahmud. Penyerangan itu dikenal dengan nama Perang Jambo Awe, dikarenakan penyerang itu dipimpin panglima Teuku Ben Mahmud bernama Teungku Jambo Awe yang berasal dari Seunagan, Nagan Raya.

Tahun 1900, pasukan marsose Belanda memasuki Kota Blangpidie setelah memindahkan posisinya dari Susoh. Belanda membangun tangsi bagi marsose dengan kekuatan satu Satuan Setingkat Kompi (SSK).

Setelah Belanda merebut wilayah Blangpidie pada tahun 1900, Teuku Ben Mahmud melakukan gerilya. Bahkan ia sempat membantu perlawanan Sisingamangaraja XII di daerah Dairi.

Pada tahun 1901, Teuku Ben Mahmud dengan kekuatan sekitar 500 orang memporak-porandakan pasukan marsose Belanda di bawah pimpinan Letnan Helb.

Pada tahun 1905, tangsi Blangpidie kembali diserang oleh pasukan Teuku Ben Mahmud dengan kekuatan sekitar 200 pejuang dengan senjata api dan kelewang. Penyerbuan fase kedua ini ke dalam tangsi Belanda itu telah  menewaskan 47 orang dari pasukan Teuku Ben Mahmud. Hal itu terjadi karena kurangnya persiapan dan taktik serta ketidakseimbangan kekuatan antara pasukan Teuku Ben Mahmud dengan pasukan Belanda.

Setelah beberapa anggota keluarganya ditangkap oleh Belanda, Teuku Ben Mahmud dan 160 orang pasukannya terpaksa turun gunung pada 1908.

Karena dianggap masih memiliki pengaruh terhadap perlawanan melawan Belanda, Teuku Ben Mahmud akhirnya dibuang ke Ambon pada 1911.

Putra Teuku Ben Mahmud, Teuku Banta Sulaiman selanjutnya juga dicurigai oleh Belanda dan diasingkan ke Aceh Timur pada tahun 1919 kemudian dipindahkan ke Kutaraja hingga masuk Jepang ke Aceh ia dapat pulang kembali ke Blangpidie. Saudaranya, Teuku Karim bin Teuku Ben Mahmud turut melakukan perlawanan hingga tahun 1942

Uleebalang Blangpidie selanjutnya diambilalih oleh adiknya, Teuku Rayeuk bin Teuku Ben Mahmud, karena Teuku Sabi bin Teuku Banta Sulaiman masih kecil. Baru pada tahun 1936 hulubalang dijabat oleh Teuku Sabi hingga kemerdekaan RI dan terjadinya revolusi sosial yang menyebabkan Teukus Sabi hilang. Teuku Sabi menikah dengan putri Datuk Nyak Raja (uleebalang Susoh). Mereka tidak memiliki anak laki-laki yang dapat meneruskan kepemimpinan dikarenakan anak laki-laki mereka satu-satunya bernama Teuku Raja Usman bin Teuku Sabi meninggal saat masih kecil akibat tenggelam di kolam sekitar kediaman Teuku Sabi.[2]

Rujukan

  1. ^ "Teuku Ben Mahmud dan Perjuangan Melawan Belanda Salah satu tokoh perlawanan terhadap kolonial Belanda,". 123dok.com. Diakses tanggal 2022-10-12. 
  2. ^ "Peristiwa 11 September 1926; Perlawanan Teungku Peukan terhadap Belanda di Aceh (Bagian I)". Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (dalam bahasa Inggris). 2015-02-06. Diakses tanggal 2022-10-12.