Lompat ke isi

Sebuli, Kelumpang Tengah, Kotabaru

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sebuli
Negara Indonesia
ProvinsiKalimantan Selatan
KabupatenKotabaru
KecamatanKelumpang Tengah
Kode pos
72164
Kode Kemendagri63.02.09.2004 Edit nilai pada Wikidata
Luas14,5 km²
Jumlah penduduk690 jiwa (2011)
Kepadatan48 jiwa/km²


Sebuli adalah salah satu desa di wilayah kecamatan Kelumpang Tengah, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.


Gelar: Pangeran Syarif

Pangeran Syarif (Banjar: Pangeran Serip) Adalah Gelar Yang Diberikan Kepada Seseorang Lelaki Keturunan Arab Yang Menikah Dengan Puteri Sultan Banjarmasin, Sedangkan Puteri Sultan Tersebut Menjadi Isteri Permaisuri Disebut Ratu Syarif (bahasa Banjar: Ratu Serip)

Seorang Lelaki Keturunan Arab Yang Menikah Dengan Puteri Sultan Akan Mendapat Gelar Pangeran Serip (Syarif), Sedangkan Puteri Sultan Tersebut Menjadi Isteri Permaisuri Disebut Ratu Serip (Ratu Syarif)

Anak Perempuan Dari Permaisuri/Selir Ketika Sudah Dinikahkan Dengan Bangsawan Arab: Ratu Syarif

Keturunan Dari Puteri Sultan/Puteri Mangkubumi Yang Menikah Dengan Kalangan Pria Bangsawan Arab (Sayyid/Syarif): Pangeran Syarif

Gelar: Syarif

Penguasa Kepangeranan: Pangeran Syarif

Permaisuri Raja Dari Gahara/Bangsawan: Ratu Syarif

Anak Lelaki Dan Keturunan Lelaki: Syarif/Sayyid

Anak Perempuan: Syarifah/Sayyidah

Sejarah Gelar Syarif bagi Putera Pangeran Syarif di Banjar Kalimantan Selatan:

Di berbagai daerah di Indonesia , tentunya sudah tidak asing dengan berbagai macam gelar yang disematkan kepada orang-orang tertentu yang mempunyai silsilah keluarga bangsawan dari kalangan darah biru, aneka gelar tersebut memiliki nilai historis dan makna tertentu bagi setiap pemiliknya.

Beberapa gelar bangsawan yang sudah banyak dikenal masyarakat Indonesia diantaranya adalah untuk laki-laki ada gelar Syarif/Sayyid dan sebagainya sementara untuk perempuan misalnya ada gelar Syarifah/Sayyidah dan sebagainya.

Khusus di Kabupaten kota baru, ada gelar Syarif dan Syarifah, yaitu sebuah gelar yang disematkan kepada putera dan puteri Pangeran Syarif atau Ratu Syarif. Mengenai hal ini, sesepuh dahulu menuturkan bahwa gelar Syarif dan Syarifah ini lahir sejak tahun 1700-an tepatnya pada zaman Kesultanan Banjar, silsilah Pangeran Syarif ini masih memiliki nasab dengan Baginda Nabi Muhammad.

“Gelar Syarif masih keturunan Pangeran Syarif yang berkuasa di kesultanan banjar.

Jual Beli Gelar Syarif/Sayyid oleh Belanda

Pada zaman Pangeran Syarif, penjajah Belanja sering melakukan praktek jual beli gelar Syarif kepada masyarakat, khususnya kepada mereka yang dekat dan mendukung Belanda, hal ini kemudian membuat Pangeran Syarif merasa khawatir karena jika dibiarkan akan merusak terhadap keturunan asli Pangeran Syarif.

Akibat banyaknya orang yang menyandang gelar Syarif, tidak sedikit masyarakat yang merasa kesulitan untuk membedakan antara Syarif asli dan Syarif palsu karangan Belanda itu. Akhirnya untuk menjaga nasab yang jelas, Pangeran Syarif membuat gelar khusus bagi keturunannya dengan nama pribumi dan samaran sebagai pembeda dengan gelar Syarif.

Seiring berjalannya waktu gelar Syarif ini semakin terbuka, artinya tidak hanya dikhususkan kepada keturunan Pangeran Syarif saja, sebab masyarakat Banjar biasa menyebut Habib kepada siapa saja yang keturunan Pangeran Syarif atau dianggap mempunyai nasab silsilah kepada Rasulullah saw , bahkan habib yang hanya pakai kopiah saja kadang dianggap ulama, Mengenai hal ini, Para Syarif yang masih keturunan dari Pangeran Syarif sudah memakluminya, sebab ia menganggap hal itu terjadi karena terbatasnya pengetahuan masyarakat terhadap sejarah nama Syarif itu sendiri.

Syarif Harus Mengikuti Akhlak Rasulullah

Menurut penuturan Ulama, seorang Syarif harus mampu mengikuti jejak langkah Nabi Muhammad yang selalu menjadi panutan dalam kelemahlembutan dan ketegasan akhlak, terutama dalam memimpin, mendidik. Setidaknya seorang Syarif harus mengedepankan akhlakul karimah yang dikuti dengan ilmu yang luhur.

Bagi orang yang asli keturunan Syarif, biasanya mereka menyembunyikan gelar Syarifnya agar masyarakat tidak sungkan untuk dekat dan berkomunikasi langsung dengannya. Selain itu mereka juga merasa belum layak memiliki gelar Syarif karena takut menodai gelar Syarif tersebut dengan kekurangan yang dimiliki, Para Ulama berpesan agar gelar Syarif ini tidak digunakan secara sembarangan, apalagi jika orang yang bukan keturunan Pangeran Syarif, hal ini sebagai bentuk ihtiyat (hati-hati) untuk meminimalisir potensi tumbuhnya rasa sombong hati. Belanda melakukan politik pecah belah dengan mengangkat keturunan Pangeran Syarif yang lainya menjadi perangkat pemerintahan sedangkan keturunan Pangeran Syarif setia pada kesultanan banjar diperangi bahkan di bunuh, kisah perpecahan keturunan Pengeran Syarif ini merupakan sebuah drama yang sering pula terjadi pada beberapa keluarga lainnya. sangat banyak orang banjar yang keliru memahami sebuah gelar jabatan dijaman dahulu yang sering berbau sansekerta, hal seperti sebenarnya lumrah di wilayah nusantara, ini bukan hanya di kerajaan banjarmasin saja, bahkan dikerajaan lain di sumatera dan kalimantan juga, jika seseorang mendapatkan sebuah jabatan maka akan diberi gelar, setelah lama, nama asli orang tersebut menjadi terlupakan, artinya itu sebuah jabatan yang berdasarkan pertalian darah, tidak mungkin dijaman itu memberikan kekuasaan apalagi setingkat kiai dan tumenggung kepada orang asing yang tiba-tiba datang entah dari mana…penggunaan gelar-gelar dalam birokrasi di jaman dahulu, gelar paling bawah yang memimpin suatu kampung atau dusun adalah seseorang yang bergelar pambakal, diatas Pambakal (Kades) adalah adalah Kiai (Camat) yang membawahi beberapa Pambakal dan biasanya menguasai satu anak sungai besar atau beberapa anak sungai kecil dimana kampung-kampung itu berada, diatas Kiai adalah Tumenggung (Bupati) yang menguasai sebuah sungai yang membawahi beberapa Kiai, dan diatas Tumenggung adalah seorang Adipati (Gubernur) yang juga bisa dipanggil Pangeran yang membawahi sebuah provinsi atau daerah bawahan. Pangkat Pambakal, Kiai Tumenggung dan Adipati, biasanya hanya dijabat berdasarkan ikatan darah keluarga bangsawan setempat. Gelar-gelar ini pada jaman kolonial tetap digunakan meski peruntukannya tidak seketat dijaman kesultanan. Belanda sering melakukan politik pecah belah dengan mengangkat keturunan Pangeran Syarif yang lain menjadi perangkat pemerintahan serta memburu keturunan Pangeran Syarif yang masih setia kepada kesultanan banjar, kisah perpecahan keturunan Pangeran Syarif dan Ratu Syarif ini merupakan sebuah drama yang sering pula terjadi pada beberapa keluarga bangsawan lain.

نسب الحسيني؛

القاضي مصطفى ابن القاضي محمد الخطيب ابن القاضي عمر الموقع ابن السيد أبي بكر تقي الدين بن شمس الدين محمد بن علي الزيني بن أبي بكر بن أبي الفتح رضاء الدين ابن مفتي الحلب محب الدين بن علاء الدين أحمد بن تقي الدين عبد الله ابن القاضي شهاب الدين أحمد ابن الأمير أبي الفدا صفي الدين عبد الله ابن السيد حمزة بن صفي الدين عبد الله بن محمد بن نور الدين محمد الفوعي بن ركن الدين عبد المحسن بن بدر الدين حسن بن ركن الدين زهرة بن عز الدين حسن بن عز الدين أبي المكارم حمزة بن علي بن ركن الدين أبي الحسن زهرة بن عز الدين علي أبي المواهب بن شمس الدين أبي سالم محمد الحلبي بن ركن الدين أبي إبراهيم محمد الممدوح ابن شهاب الدين أحمد الحجازي ابن الأمير شمس الدين محمد الصوفي ابن الأمير حسين المدني بن إسحاق المؤتمن أبي محمد ابن جعفر الصادق ابن محمد الباقر ابن علي زين العابدين السجاد ابن حسين الشهيد ابن علي ابن أبي طالب كرم الله وجهه و فاطمة الزهراء بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم.