Lompat ke isi

Zengi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 3 November 2023 10.52 oleh Devin Ahmad 123 (bicara | kontrib) (Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.)
Imad ad-Din Zengi
Atabeg dari Mosul, Aleppo, Hama dan Edessa
Berkuasa1127 – 1146
Penobatan1127, Mosul
PendahuluMahmud II
PenerusSaif ad-Din Ghazi I
Nama lengkap
Imad ad-Din Atabeg Zengi al-Malik al-Mansur
DinastiDinasti Zengi
AyahAq Sunqur al-Hajib

Imad ad-Din Atabeg Zengi (al-Malik al-Mansur) (juga disebut Zangi, Zengui, Zenki, atau Zanki; dalam bahasa Turki İmadeddin Zengi, dalam bahasa Arab: عماد الدین زنكي) (108514 September 1146) adalah anak dari Aq Sunqur al-Hajib, gubernur Aleppo di bawah Malik Shah I. Ayahnya dibunuh oleh kelompok Hashasin saat sedang menunaikan salat di Mesjid Jami’ Mosul pada tahun 1094. Menurut sejarawan Ibnu Atsir, Aq Sunqur al-Hajib adalah seorang gubernur yang sangat baik, menjaga salat tepat pada waktunya dan selalu melakukan salat tahajud di malam hari. Zanki kemudian diasuh oleh Karbuqa, gubernur Mosul.

Zanki melawan Damaskus

Zanki menjadi atabeg Mosul pada tahun 1127, dan Aleppo pada tahun 1128, mempersatukan dua kota tersebut dalam satu pemerintahan, dan secara formal dinobatkan oleh Sultan Mahmud II dari Kesultanan Seljuk Agung. Imadudin Zanki mendukung Sultan muda tersebut dalam persaingan melawan saingannya Khalifah Al-Mustarshid. Patriach Gereja Syria Ortodok, Michael the Great (juga disebut Michael The Syrian)[1126-1199 A.D.] menyebutnya "Hziro Othuroyo/Hzira Athuraya" (secara harfiah:swinish assyrian). Istilah assyrian (Othuroyo/Athuraya) dalam bahasa syria mempunyai banyak arti. Dan kalimat itu berarti barbarian, tetapi Imadudin Zanki bukan bersuku bangsa assyria. Dalam Perjanjian Lama, bangsa assyria digambarkan sebagai barbarian, jahat dll. Tentu saja pernyataan ini sangat subjektif yang dipengaruhi rasa benci terhadap perjuangan Imadudin Zanki dalam rangka melawan pasukan salib yang telah merebut dan menjajah tanah suci umat islam.

Pada tahun 1130, Ia bersekutu dengan Taj al-Mulk Buri dari Damaskus melawan Negara Salibis. Namun agaknya terjadi perselisihan di antara kedua pemimpin tersebut. Dalam pertikaian itu, ia memenjarakan putra Buri dan menguasai kota Hama darinya. Ia juga mengepung kota Hims, di mana Gubernurnya berkerjasama dengannya waktu itu, tetapi ia tidak dapat menguasainya, dan kembali ke Mosul, di mana putra Buri dan tawanan lain dari Damaskus ditebus dengan bayaran 50.000 dinar. Pada tahun 1131 Zanki setuju untuk mengembalikan 50.000 dinar jika Buri mau menyerahkan kepadanya, Dubais, Emir al-Hilla di Iraq, yang lari ke Damaskus dari tawanan al-Mustarshid. Ketika utusan Khalifah tiba untuk membawa kembali Dubais, Zanki menyerangnya dan membunuh beberapa pengiringnya; sang utusan pun kembali ke Baghdad tanpa Dubais.

Pada tahun 1134 Zanki melibatkan diri dalam urusan Artoqid, bersekutu dengan emir Timurtash (putra Ilghazi) melawan sepupu Timurtash, Da'ud. Namun Keinginan Zanki yang sesungguhnya adalah menyerbu ke selatan, Damaskus. Pada tahun 1135 Zanki menerima permohonan bantuan dari Ismail, yang menggantikan ayahnya, Buri, sebagai Emir Damaskus, dan mengkhwatirkan atas keselamatan jiwanya dari penduduknya sendiri yang menganggapnya sebagai tirani yang kejam. Ismail bersedia menyerahkan kota kepada Zanki untuk memulihkan perdamaian. Namun tidak satupun keluarga atau penasihat Ismail menyetujui hal ini, dan Ismail pun dibunuh oleh ibunya sendiri, Zumurrud, untuk mencegahnya menyerahkan penguasaan kota kepada Zanki. Ismail digantikan oleh saudaranya Shihab ad-Din Mahmud.

Zanki tidak berkecil hati atas kejadian ini dan tiba di Damaskus, masih bermaksud menguasai kota. Pengepungan berlangsung untuk beberapa lama tanpa ada hasil di pihak Zanki, dan gencatan senjata pun dibuat dan saudara laki-laki Shahibudin, Bahram-Shah diserahkan sebagai jaminan. Diwaktu yang sama, kabar pengepungan tersebut sampai ke Khalifah di Baghdad, dan seorang utusan dikirim dengan perintah agar Zanki meninggalkan Damaskus dan mengambil alih Keemiran di Irak. Sang utusan diabaikan, tetapi Zanki meninggalkan pengepungan sebagai bagian dari gencatan senjata yang dibuat dengan Shahibudin. Dalam perjalanan pulang ke Aleppo, Zanki mengepung kota Hims, yang membuat sang gubernur murka padanya, dan Shahibudin menanggapinya dengan mengirim Mu'inudin Unur untuk memerintah kota tersebut.

Konflik dengan Salibis dan Bizantium

Pada tahun 1137 Zanki menyerang kota Hims kembali, tetapi Mu'inudin berhasil mempertahankan kota; sebagai balasan atas serangan terbaru Zanki, Damaskus bersekutu dengan Kerajaan Salibis Yerusalem untuk melawannya. Zanki mengepung benteng salibis di Barin dan dengan cepat menghancurkan pasukan Yerusalem. Raja Fulk of Jerusalem setuju untuk menyerah dan diijinkan untuk menarik mundur pasukannya yang tersisa. Zanki yang sedang menyadari bahwa ekspedisinya kali ini melawan Damaskus akan mengalami kegagalan, membuat perdamaian dengan Shahibudin, tepat disaat yang sama terjadi konfrontasi di dengan tentara yang dikirim oleh Kaisar Bizantium, John II Comnenus. Sang Kaisar baru saja membawa pasukan salib Kepangeran Antiokia yang berada di bawah kekuasaan Bizantium, dan bersekutu dengan Joscelin II of Edessa dan Raymond of Antioch. Berhadapan denngan ancaman pasukan gabungan Bizantium/Salib, Zanki memobilisasi kekuatannya dan merekrut bantuan dari pemimpin muslim lainnya. Di bulan April 1138, pasukan gabungan kaisar Bizantium dan kedua pangeran salibis tersebut mengepung Shaizar, tetapi berhasil dipukul mundur oleh Pasukan Zanki sebulan kemudian.

Pada bulan Mei 1138 Zanki mencapai persetujuan dengan Damaskus. Ia menikahi Zumurrud, wanita yang membunuh anaknya sendiri, Ismail, dan menerima Hims sebagai hadiah perkawinannya. Pada bulan Juli 1139 putra Zumurrud, Shihabudin, terbunuh dan Zanki bergerak ke Damaskus untuk mengambil alih kota. Penduduk Damaskus, bersatu di bawah pimpinan Mu'inudin Unur, yang bertindak sebagai wali dari pengganti Shihabudin, Jamaludin, sekali lagi bersekutu dengan Yerusalem untuk mengusir Zanki. Zanki juga mengepung kota Baalbek, dan Mu'inudin pun sanggup mempertahankan kota dengan baik. Setelah Zanki membatalkan pengepungannya atas Damaskus, Jamaludin wafat karena sakit dan digantikan oleh anaknya, Mujirudin, dengan Mu’inudin tetap sebagai wali.

Mu'inudin menandatangani perjanjian damai dengan Yerusalem untuk saling melindungi di antara mereka dalam melawan Zanki. Selama Mu'inudin dan Salibis bergabung bersama mengepung kota Banias, Zanki sekali lagi mengepung kota Damaskus, tetapi dengan cepat meniggalkannya lagi. Tidak ada perjanjian penting antara Salibis, Damaskus, dan Zanki untuk tahun-tahun yang akan datang dalam waktu dekat, tetapi Zanki untuk sementara waktu bergerak ke utara dan menguasai Ashib dan benteng Armenia di Hizan. Pada tahun 1144 Zanki mengepung Kepangeranan Salib, County of Edessa. Edessa merupakan negara salib terlemah dan terakhir yang didirikan bangsa Latin, dan Zanki menguasainya tanggal 24 Desember 1144. Peristiwa ini memicu Perang Salib ke-dua, dan para sejarawan Muslim mencatatnya sebagai awal Jihad melawan negara-negara Salib.

Wafat

Dalam upayanya melanjutkan usaha penaklukan kota Damaskus pada tahun 1145, Zanki dibunuh oleh seorang budak berbangsa Frank yang bernama Yarankash pada tahun 1146. Sejarawan Kristen William of Tyre melaporkan bawa berita kematiannya disambut dengan gembira oleh para Salibis dengan sambutan "What a happy coincidence! A guilty murderer, which the bloody name Sanguinus, has become ensanguined with his own blood", persamaan bunyi dalam bahasa latin untuk darah adalah sanguis, dan terjemahan latin untuk nama Zanki adalah sanguis juga. Kematian mendadak Zanki, membuat pasukannya panik. Pasukannya terpecah, hartanya dijarah, dan para pangeran salib menjadi berani karena kematian Zanki, bersekongkol menyerang Aleppo dan Edessa. Muinudin pun segera merebut kembali kota Baalbek, Hims, dan wilayah lainnya yang telah dikuasai Zanki darinya.

Peninggalan

Ia adalah pendiri Dinasti Zanki. Di Mosul ia digantikan putra tertuanya Saifudin Ghazi I dan di Aleppo Ia digantikan oleh putra keduanya Nurudin.

Menurut Legenda Salibis, Ibu Zanki adalah Ida of Austria (ibu dari Leopold III of Austria), yang diduga ditawan selama Perang Salib pada tahun 1101 dan ditempatkan di harem. Pada tahun 1146, ia berumur 46 tahun, Sedangkan Zanki lahir tahun 1085, dan ayahnya wafat tahun 1094, jadi hal ini tidak mungkin.

Menurut Ibn Al Katsir, Zanki adalah seorang politisi yang ulung, sangat dihormati, dihargai oleh pasukannya dan orang-orang sipil lainnya serta tidak menganiaya orang-orang lemah. Sebelum ia memegang tampuk kekuasaan, negaranya dalam kondisi hancur karena merupakan tempat melintasnya para pemimpin yang korup dan bertetangga dengan kerajaan Salibis. Ketika ia memegang kekuasaan, semua itu berubah dan menjadikan negaranya kembali pada rel yang semestinya serta mengembalikan kemakmuran buat negaranya. Zanki adalah raja yang terbaik dalam bentuk dan perilakunya. Ia sangat pemberani dan kuat yang berusaha untuk dapat menguasai kerajaan-kerajaan lain pada waktu itu. Ia juga baik dengan kaum hawa dan berlaku dermawan kepada bawahannya. Setelah kemangkatannya ia dikenal sebagai seorang syahid (martir).

Imaduddin Zanki bekerja dalam kondisi dan situasi yang paling sulit. Pada satu sisi, ia berada di tengah konflik yang berkecamuk di antara para penguasa dan para pangeran dinasti Saljuk. Dan pada sisi yang lain ia berdiri di antara mereka yang bertikai dan dinasti Abbasiyah. Di tambah lagi dengan apa yang ia derita dari iklim yang diwujudkan oleh tradisi kekuasaan warisan dan kerakusan para pangeran dan penguasa untuk memerintah bahkan dengan hanya mendapatkan satu kota atau satu benteng sekalipun. Sebagaimana ia juga hidup pada masa di mana kekuatan Salibis masih terlalu superior dan penuh dinamika. Kendati demikian ia dapat meletakkan fondasi-fondasi bagi pembangunan pangkalan untuk bertolaknya jihad besar dan kuat yang membentang dari utara Syam ke arah utara Iraq. Sebagaimana ketangguhan dan superioritas Salibis dapat dipatahkan dan dipermalukan dalam berbagai medan laga. Zanki melancarkan jihad dan bekerja ekstra keras sehingga memungkinkan untuk memerangi mereka guna merebut kembali wilayah yang dirampas. Ia telah mempersembahkan model pemimpin dan mujahid yang berjalan di bawah bendera Islam yang mampu untuk mengembalikan harapan untuk membebaskan tanah-tanah suci milik umat Islam yang dijajah oleh para musuh di seluruh dunia.

Sumber