Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan hingga 28 April 2025. Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. |
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia | |
---|---|
Nama | Bea Cukai |
Singkatan | DJBC |
Ikhtisar | |
Dibentuk | 1 Oktober 1946 |
Pendahulu |
|
Struktur yurisdiksi | |
Lembaga nasional | Indonesia |
Wilayah hukum | Indonesia |
Yurisdiksi hukum | Nasional |
Lembaga pemerintah | Pemerintah Indonesia |
Instrumen dasar |
|
Markas besar | Jalan Ahmad Yani By Pass, Jakarta, Indonesia |
Pejabat pemerintah |
|
Pejabat eksekutif |
|
Lembaga induk | Kementerian Keuangan Republik Indonesia |
Situs web | |
beacukai |
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (disebut Bea Cukai, disingkat DJBC) atau CUSTOMS adalah unit kerja yang berada di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang bertugas mengawasi dan melayani kegiatan ekspor dan impor, menjaga perbatasan dan melindungi masyarakat dari penyelundupan dan perdagangan ilegal, memfasilitasi perdagangan dan industri, serta memungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Pada masa penjajahan Belanda, bea dan cukai sering disebut dengan istilah douane. Seiring dengan era globalisasi, bea dan cukai sering menggunakan istilah CUSTOMS.
Sejarah
CUSTOMS (Instansi Kepabeanan) di mana pun di dunia ini adalah suatu organisasi yang keberadaannya sangat essensial bagi suatu negara, demikian pula dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi Kepabeanan Indonesia) adalah suatu instansi yang memiliki peran yang cukup penting pada suatu negara.
Bea dan Cukai (selanjutnya kita sebut Bea Cukai) merupakan institusi global yang hampir semua negara di dunia memilikinya. Bea Cukai merupakan perangkat negara “konvensional” seperti halnya kepolisian, kejaksaan, pengadilan, ataupun angkatan bersenjata, yang eksistensinya telah ada sepanjang masa sejarah negara itu sendiri. Fungsi Bea Cukai di Indonesia diyakini sudah ada sejak zaman kerajaan dahulu, namun belum ditemukan bukti-bukti tertulis yang kuat. Kelembagaannya pada waktu itu masih bersifat “lokal” sesuai wilayah kerajaannya. Sejak VOC masuk, barulah Bea Cukai mulai terlembagakan secara “nasional”. Pada masa Hindia Belanda tersebut, masuk pula istilah douane untuk menyebut petugas Bea Cukai (istilah ini acapkali masih melekat sampai saat ini). Nama resmi Bea Cukai pada masa Hindia Belanda tersebut adalah De Dienst der Invoer en Uitvoerrechten en Accijnzen (I. U & A) atau dalam terjemah bebasnya berarti “Dinas Bea Impor dan Bea Ekspor serta Cukai”. Tugasnya adalah memungut invoer-rechten (bea impor/masuk), uitvoer-rechten (bea ekspor/keluar), dan accijnzen (excise/ cukai). Tugas memungut bea (“bea” berasal dari bahasa Sansekerta), baik impor maupun ekspor, serta cukai (berasal dari bahasa India) inilah yang kemudian memunculkan istilah Bea dan Cukai di Indonesia. Peraturan yang melandasi saat itu di antaranya Gouvernment Besluit Nomor 33 tanggal 22 Desember 1928 yang kemudian diubah dengan keputusan pemerintah tertanggal 1 Juni 1934. Pada masa pendudukan Jepang, berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tentang Pembukaan Kantor-kantor Pemerintahan di Jawa dan Sumatera tanggal 29 April 1942, tugas pengurusan bea impor dan bea ekspor ditiadakan, Bea Cukai sementara hanya mengurusi cukai saja. Lembaga Bea Cukai setelah Indonesia merdeka, dibentuk pada tanggal 01 Oktober 1946 dengan nama Pejabatan Bea dan Cukai. Saat itu Menteri Muda Keuangan, Sjafrudin Prawiranegara, menunjuk R.A Kartadjoemena sebagai Kepala Pejabatan Bea dan Cukai yang pertama. Jika ditanya kapan hari lahir Bea Cukai Indonesia, maka 1 Oktober 1946 dapat dipandang sebagai tanggal yang tepat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1948, istilah Pejabatan Bea Cukai berubah menjadi nama menjadi Jawatan Bea dan Cukai, yang bertahan sampai tahun 1965. Setelah tahun 1965 hingga sekarang, namanya menjadi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Susunan Organisasi
Struktur Organisasi
Berdasar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 [1] Diarsipkan 2016-04-11 di Wayback Machine. disebutkan susunan organisasi tingkat pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdiri dari:
- Sekretariat Direktorat Jenderal
- Direktorat Teknis Kepabeanan
- Direktorat Fasilitas Kepabeanan
- Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai
- Direktorat Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga
- Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan
- Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai
- Direktorat Kepatuhan Internal
- Direktorat Audit Kepabeanan dan Cukai
- Direktorat Penindakan Dan Penyidikan
- Direktorat Penerimaan dan Perencanaan Strategis
Disamping jabatan-jabatan di atas, terdapat juga 3 (tiga) pejabat "Tenaga Pengkaji":
- Tenaga Pengkaji Bidang Pengembangan Kapasitas dan Kinerja Organisasi
- Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Kepabeanan dan Cukai
- Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan dan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai
Untuk unit vertikal, berdasar Peraturan Menteri Keuangan nomor 206.3/PMK.01/2014 disebutkan susunanan unit vertikal pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdiri dari:
- 3 (tiga) unit kantor pelayanan utama
- Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok
- Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam
- Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno-Hatta
- 19 (Sembilan belas) Kantor Wilayah
- Kantor Wilayah DJBC Aceh di Banda Aceh
- Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara di Medan
- Kantor Wilayah DJBC Riau Dan Sumatera Barat di Pekanbaru
- Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepulauan Riau di Tanjung Balai Karimun
- Kantor Wilayah DJBC Sumatra Bagian Barat di Bandar Lampung
- Kantor Wilayah DJBC Sumatra Bagian Timur di Palembang
- Kantor Wilayah DJBC Banten di Serang
- Kantor Wilayah DJBC Jakarta di Jakarta Pusat
- Kantor Wilayah DJBC Jawa Barat di Bandung
- Kantor Wilayah DJBC Jawa Tengah Dan D.I. Yogyakarta di Semarang
- Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur I di Surabaya
- Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur II di Malang
- Kantor Wilayah DJBC Bali, NTB Dan NTT di Denpasar
- Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Barat di Pontianak
- Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Timur Utara di Balikpapan
- Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Selatan Tengah di Banjarmasin
- Kantor Wilayah DJBC Sulawesi Bagian Utara di Manado
- Kantor Wilayah DJBC Sulawesi Bagian Selatan di Makassar
- Kantor Wilayah DJBC Maluku di Ambon
- Kantor Wilayah DJBC Khusus Papua di Sorong
Tugas dan fungsi
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan fasilitasi, serta optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, tugas dan fungsi DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor, mengawasi peredaran minuman yang mengandung alkohol atau etil alkohol, dan peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau lainnya. Seiring perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya yang masuk dan keluar Indonesia.
Kewenangan DJBC
Cukai
Cukai adalah pungutan oleh negara secara tidak langsung kepada konsumen yang menikmati/menggunakan objek cukai. Objek cukai pada saat ini adalah cukai hasil tembakau (rokok, cerutu dsb), etil Alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol / minuman keras. Malaysia menerapkan cukai pada 13 jenis produk.
Secara sederhana dapat dipahami bahwa harga sebungkus rokok yang dibeli oleh konsumen sudah mencakup besaran cukai di dalamnya. Pabrik rokok telah menalangi konsumen dalam membayar cukai kepada pemerintah pada saat membeli pita cukai yang terdapat pada kemasan rokok tersebut. Untuk mengembalikan besaran cukai yang sudah dibayar oleh pabrik maka pabrik rokok menambahkan besaran cukai tersebut sebagai salah satu komponen dari harga jual rokok tersebut.
Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan objek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya objek cukai yang beredar dan yang dikonsumsi. Hal yang menarik adalah pengenaan cukai semen dan gula oleh pemerintah Belanda saat menjajah Indonesia. Cukai dipergunakan untuk mengontrol kebutuhan masyarakat pada gula dan semen demi kepentingan penjajah pada saat itu.
Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi dll) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras dll). Tujuan lainnya adalah perlindungan lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan, limbah dll), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang mewah dan sebagainya.
Contoh kasus dinegara tetangga adalah penggunaan deterjen yang berlebihan, yang telah mencemari sungai yang menjadi bahan baku pembuatan air minum publik oleh perusahaan pemerintah[rujukan?]. Hal ini membuat pemerintah mengeluarkan biaya ekstra untuk proses produksi air minum tersebut. Pemerintah tidak dapat menaikkan harga air minum karena adanya resistensi publik atas rencana tersebut. Sebagai jalan keluar, dikenakan cukai pada semua produk deterjen di negara tersebut. Didasari atas asas keadilan, maka pertambahan biaya proses pemurnian air tersebut tidak dibebankan kepada konsumen air minum, tetapi dibebankan kepada setiap konsumen deterjen.
Asas yang sama telah berlaku pada para perokok aktif di Indonesia.Perokok pasif harus menanggung risiko yang lebih besar, oleh sebab itu cukai rokok dibebankan setinggi-tingginya.
Pabean
Pabean yang dalam bahasa Inggrisnya Customs atau Duane dalam bahasa Belanda memiliki definisi yang dapat kita temukan dan hafal baik dalam kamus bahasa Indonesia ataupun Undang-Undang kepabeanan. Untuk dapat memahami kata pabean maka diperlukan pemahaman terhadap kegiatan ekspor dan impor. Pabean adalah kegiatan yang menyangkut pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Ada juga bea keluar untuk ekspor, khususnya untuk barang / komoditas tertentu .
Filosofi pemungutan bea masuk adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari limpahan produk luar negeri yang diimpor, dalam bahasa perdagangan sering disebut tariff barier yaitu besaran dalam persen yang ditentukan oleh negara untuk dipungut oleh DJBC pada setiap produk atau barang impor. Sedang untuk ekspor pada umumnya pemerintah tidak memungut bea demi mendukung industri dalam negeri dan khusus untuk ekspor pemerintah akan memberikan insentif berupa pengembalian restitusi pajak terhadap barang yang diekspor.
Produk mentah seperti beberapa jenis kayu, rotan dsb pemerintah memungut pajak ekspor dan pungutan ekspor dengan maksud agak para eksportir sedianya dapat mengekspor produk jadi dan bukanlah bahan mentah atau setengah jadi. Filosofi pemungutan pajak ekspor pada komoditi ini adalah untuk melindungi sumber daya alam Indonesia dan menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri.
Proses impor dan pabean
Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual beli biasa antara penjual yang berada di luar negeri dan pembeli yang berada di Indonesia. Adapun tahapan impor adalah:
- Hal yang penting dalam setiap transaksi impor adalah terbitnya L/C atau letter of credit yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank)
- Selanjutnya penjual di luar negeri akan mendapatkan uang untuk harga barangnya dari bank dinegaranya (correspondent bank) setelah mengirim barang tersebut dan menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengiriman barang dan spesifikasi barang tersebut (bill of lading (BL), Invoicedsb).
- Dokumen-dokumen tersebut oleh correspondet bank dikirim ke issuing bank yang ada diIndonesia untuk di tebus oleh importir.
- Dokumen yang kini telah dipegang oleh importir tersebut digunakan untuk mengambil barang yang dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor belum dapat dikatakan selesai karena importir belum mendapatkan barangnya.
- barang impor tersebut diangkut oleh sarana pengangkut berupa kapal-kapal pengangkut barang (cargo) internasional dan hanya akan merapat di pelabuhan-pelabuhan resmi pemerintah, misalnya Tanjung Priok (Jakarta) dimana sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia dilakukan. banyak proses yang harus dilalui hingga akhirnya sebuah sarana pengangkut (kapal cargo) dapat merapat dipelabuhan dan membongkar muatannya (barang impor).
- Istilah "pembongkaran" bukanlah barang tersebut di bongkar dengan dibuka setiap kemasannya, namun itu hanya istilah pengeluaran kontainer/peti kemas dari sarana pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)
- Setelah barang impor tersebut dibongkar maka akan ditempatkan ditempat penimbunan sementara (container yard) perlu diketahui bahwa menyimpan barang di kawasan ini dikenakan sewa atas penggunaan ruangnya (demorage).
- Setelah bank menerima dokumen-dokumen impor dari bank corresponden di negara pengekspor maka importir harus mengambil dokumen-dokumen tersebut dengan membayar L/C yang telah ia buka. dengan kata lain importir harus menebus dokumen tersebut karena bank telah menalangi importir ketika bank membayar eksportir saat menyerahkan dokumen tersebut.
- Setelah selesai urusan dokumen tersebut maka kini saatnya importir mengambil barang tersebut dengan dokumen yang telah importir peroleh dari bank (B/L, invoice dll).
- Untuk mengambil barangnya maka importir diwajibkan membuat pemberitahuan impor barang (PIB) atau disebut sebagai pemberitahuan pabean atau dokumen pabean sedangkan invoice, B/L, COO (certificate of origin), disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Tanpa PIB maka barang impor tersebut tidak dapat diambil oleh importir.
- PIB dibuat setelah importir memiliki dokumen pelengkap pabean seperti B/L dll. Importir mengambil dokumen tersebut melalui bank, maka jika bank tersebut merupakan bank devisa yang telah on-line dengan komputer DJBC maka pengurusan PIB dapat dilakukan di bank tersebut.
- Prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assesment begitu pula dalam proses pembuatan PIB ini, formulir PIB terdapat pada bank yang telah on-line dengan komputer DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk kepada bank maka importir tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC dimana barang tersebut berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan tanjung priok terdapat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.
- Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk serta (pungutan impor) pajak-pajak dalam rangka impor di bank, maka bank akan memberitahukan kepada DJBC secara on-line mengenai pengurusan PIB dan pelunasan bea masuk dan pajak impor. dalam tahap ini DJBC hanya tinggal menunggu importir menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB inipun telah berkembang sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki modul impor atau telah terhubung dengan sistem komputer DJBC dapat menyerahkan PIB secara elekronik (electronic data interchange system = EDI system) sehingga dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara importir dengan petugas DJBC
Tugas Lain
Tugas lain DJBC adalah menjalankan peraturan terkait ekspor dan impor yang diterbitkan oleh departemen atau instansi pemerintahan yang lain, seperti dari Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Departemen Pertahanan dan peraturan lembaga lainya.
Semua peraturan ini menjadi kewajiban bagi DJBC untuk melaksanakannya karena DJBC adalah instansi yang mengatur keluar masuknya barang di wilayah Indonesia. Esensi dari pelaksanaan peraturan-peraturan terkait tersebut adalah demi terwujudnya efisiensi dan efektivitas dalam pengawasan dan pelayanan, karena tidak mungkin jika setiap instansi yang berwenang tersebut melaksanakan sendiri setiap peraturan yang berkaitan dengan hal ekspor dan impor, tujuan utama dari pelaksanaan tersebut adalah untuk menghidari birokrasi panjang yang harus dilewati oleh setiap pengekspor dan pengimpor dalam beraktivitas.
Sistem yang digunakan
Rencana kedepannya semua importasi akan diarahkan untuk menggunakan sistem ini karena pertimbangan keamanan dan efisiensi, sehingga bermunculan warung-warung EDI (semacam warnet khusus untuk mengurus importasi) disekitar pelabuhan yang akan membantu importir yang belum memiliki modul impor atau tidak secara on-line terhubung dengan sistem komputer DJBC.
proses pengeluaran barang impor sangat tergantung pada jenis barang impor itu sendiri, khusus untuk barang impor asal tumbuhan dan hewan akan melalui pemeriksaan karantina (masa karantina) ini penting untuk mencegah masuknya penyakit dan hal-hal yang tidak dinginkan dari segi kekarantinaan dan kesehatan seperti pemeriksaan layak konsumsi atau tidak, masa kedaluwarsa, dsb, untuk daging impor harus ada Certificate of origin agar diketahui dari mana asalnya, juga umumnya sertikat halal untuk komoditas konsumsi.
Selanjutnya DJBC akan memberlakukan National Single Window (NSW) untuk pelayanan dengan otomasi. no tipping
Sistem penjaluran
Kiranya perlu pula diketahui sistem penjaluran barang yang diterapkan oleh DJBC dalam proses impor. Keempat jalur ini awalnya dikategorikan dengan penerapan manajemen risiko berdasarkan profil importir, jenis komoditi barang, track record dan informasi-informasi yang ada dalam data base intelejen DJBC. Sistem penjaluran juga telah menggunakan sistem otomasi sehingga sangat kecil kemungkinan diintervensi oleh petugas DJBC dalam menentukan jalur-jalur tersebut pada barang tertentu. terdapat 4 (empat) penjaluran secara teknis. Pada tahun 2007 DJBC telah memperkenalkan Jalur MITA, yaitu sebuah jalur fasilitas yang khusus berada pada kantor Pelayanan Utama (KPU).
Jalur tersebut adalah:
- Jalur prioritas yang khusus untuk importir yang memiliki track record sangat baik, untuk importir jenis ini pengeluaran barangnya dilakukan secara otomatis (sistem otomasi) yang merupakan prioritas dari segi pelayanan, dari segi pengawasan maka importir jenis ini akan dikenakan sistem Post Clearance Audit (PCA) dan sesekali secara random oleh sistem komputer akan ditetapkan untuk dikenakan pemeriksaan fisik.
- Jalur hijau, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditas impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk kedua jalur tadi pemeriksaan fisik barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang.
- Jalur Kuning, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditas impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk jalur tersebut pemeriksaan dokumen barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang.
- Jalur merah (red chanel) ini adalah jalur umum yang dikenakan kepada importir baru, importir lama yang memiliki catatan-catatan khusus, importir dengan risiko tinggi karena track record yang tidak baik, jenis komoditas tertentu yang diawasi pemerintah, pengurusannya menggunakan jasa customs broker atau PPJK perusahaan pengurusan jasa kepabeanan dengan track record yang tidak baik ( "biro Jasa" atau "calo"), dlsb. Jalur ini perlu pengawasan yang lebih intensif oleh karenanya diadakan pemeriksaan fisik barang. pemeriksaan fisik tersebut bisa 10%, 30% dan 100%.
- Jalur Mitra Utama (MITA), jalur ini adalah fasilitas yang saat ini hanya berada pada Kantor Pelayanan Utama.
Daftar Direktur Jenderal
Daftar Pimpinan Bea Cukai saat ini disebut Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Berikut ini daftar pejabatnya:
- 1946–1950: Raden Abdoerachim Kartadjoemena
- 1950–1958: G. J. E. Tapiheroe
- 1958–1961: M. Malik Salawat
- 1961–1965: Hans Alexander Pandelaki
- 1965–1972: Padang Soedirjo
- 1972–1973: Slamet Danoesoedirdjo
- 1973–1981: Tahir
- 1981–1983: Wahono
- 1983–1985: Bambang Soejarto
- 1985–1986: Radius Prawiro
- 1986–1988: Hardjono
- 1988–1991: Sudjana Soerawidjaja
- 1991–1998: Soehardjo
- 1998–1999: Martiono Hadianto
- 1999–2002: R. B. Permana Agung Dradjattun
- 2002–2006: Eddy Abdurrachman
- 2006–2009: Anwar Suprijadi
- 2009–2011: Thomas Sugijata
- 2011–2015: Agung Kuswandono
- 2015: Supraptono (pelaksana tugas)
- 2015–2021: Heru Pambudi
- 2021–sekarang: Askolani
Peralatan
Kapal Patroli
Armada Kapal Patroli yang dimilki DJBC dibagi dalam 3 jenis, yaitu
- Fast Patrol Boat (FPB) adalah Kapal Patroli yang didesain secara khusus untuk melakukan kegiatan patroli DJBC dengan karakteristiknya yang khas, diantaranya adalah kemampuan arung dan daya jelajah yang luas dengan kecepatan yang tinggi. Sesuai dengan geografis Negara Kepulauan, FPB didesain untuk dapat mendeteksi, mengidentifikasi, melacak dan mengejar ancaman dan dugaan pelanggaran di bidang Kepabeanan dan Cukai. FPB memiliki kapasitas untuk mengangkut 20 sampai dengan 35 orang Satuan Tugas Patroli Laut dan dilengkapi dengan searaider untuk menjangkau wilayah yang luas.
- Kelas 60 M, FPB Kelas 60 M dapat berpatroli selama 28 hari secara terus menerus dengan mengangkut 35 orang Satuan Tugas Patroli Laut.
- Kelas 38 M, FPB Kelas 38 M dapat berpatroli selama 28 hari secara terus menerus dengan mengangkut 25 orang Satuan Tugas Patroli Laut.
- Kelas 28 M, FPB Kelas 28 M yang dimiliki oleh DJBC terbagi dalam 2 (dua) jenis besar berdasarkan jenis material pembuatannya, yaitu Kayu dan Metal. FPB Kelas 28 M dapat berpatroli selama 28 hari secara terus menerus dengan mengangkut 20 orang Satuan Tugas Patroli Laut.
- Very Slender Vessel adalah Kapal Patroli yang didesain secara khusus untuk melakukan kegiatan patroli DJBC dalam bentuk pengejaran. Pada bagian lambungnya terdapat bahan komposit Kevlar yang digunakan untuk memecah ombak dan melakukan upaya paksa.
- Speedboat, adalah kapal patroli yang didesain untuk menjangkau wilayah pengawasan pelabuhan, pantai, dan sungai
Awal Kapal Patroli DJBC menjalani pelatihan yang mendalam tentang Keselamatan Pelayaran, Search and Rescue, Teknik Pemeriksaan Sarana Pengangkut, dan pengetahuan tentang Ketentuan Perundang-Undangan di Bidang Kepabeanan dan Cukai serta bidang terkait lainnya.
Patroli Laut Bea Cukai juga dapat dimungkinkan untuk didukung dengan Pesawat Udara dalam rangka pengawasan dan pendeteksian pelanggaran.
Penghargaan
- Bea Cukai Batam meraih penghargaan atas kinerja baik di bidang pengawasan dan administrasi.
- Bea Cukai Soekarno-Hatta meraih penghargaan atas kinerja baik di bidang pengawasan dan administrasi.[1]
- Bea Cukai Semarang, Tarakan, dan Kualanamu menerima penghargaan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) atas peran aktifnya dalam pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika (P4GN).[2]
Pranala luar
- (Indonesia) Buku Bea Cukai Dari Masa ke Masa Edisi I, Oleh Tim Penyusun Internal Bea Cukai
- (Indonesia) [Situs web resmi
- (Indonesia) Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepulauan Riau Diarsipkan 2014-01-03 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Timur
- (Indonesia) Kantor Pelayanan Utama Bea Dan Cukai Tipe A Tanjung Priok
- (Indonesia) Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam
- (Indonesia) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai TMP B Makassar Diarsipkan 2012-09-23 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai TMC Kediri
- (Indonesia) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe Madya Cukai Kudus[pranala nonaktif permanen]
- (Indonesia) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe Madya Pabean Dumai Diarsipkan 2012-05-14 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Tangerang Diarsipkan 2010-11-08 di Wayback Machine.
- ^ JPNN, IT (31 Mei 2022). "Selamat, 2 Kantor Bea Cukai Ini Raih Penghargaan". JPNN.com. Diakses tanggal 31 Mei 2022.
- ^ JPNN, Media (07 Juli 2022). "Aktif Berantas Narkoba, 3 Kantor Bea Cukai Ini Terima Penghargaan dari BNN, Selamat". JPNN.com. Diakses tanggal 07 Juli 2022.