Lompat ke isi

Ketertarikan akan kemuakan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 19 Desember 2024 10.52 oleh Ayu (WMID) (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Ketertarikan akan kemuakan adalah emosi kompleks yang melibatkan ketertarikan terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan, menjijikkan, dan tidak disukai atau dibenci.[butuh rujukan]

Psikologi

[sunting | sunting sumber]

Fitur menyenangkan dari rasa halus merupakan contoh dari masokisme jinak.[1] Setiap perasaan negatif berpotensi menjadi sesuatu yang menyenangkan ketika perasaan tersebut dibiarkan dari keyakinan bahwa apa yang terjadi sebenarnya buruk dan meninggalkan gairah fisiologis yang dengan sendirinya menggembirakan atau menarik.

Masokisme jinak merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan pencarian kenikmatan dari pengalaman yang umumnya tidak menyenangkan yang secara fisik ditafsirkan sebagai sesuatu yang menjijikkan. Semua orang bisa menikmati semua hal yang ingin dinikmati, namun sebagian orang menemukan kenikmatannya dari memaksakan tindakan merugikan pada dirinya sendiri meskipun itu sangat menyakitkan atau menjijikkan. Tindakan ini merupakan kebalikan hedonis, yakni mengubah ketidaksenangan menjadi kesenangan dan hal inilah yang menjadi inti dari masokisme jinak.[2] Kesadaran bahwa tubuh telah ditipu dan bahwa tidak ada bahaya nyata, mengarah pada kesenangan yang berasal dari pikiran atas tubuh.[3]

Reaksi dan kritik

[sunting | sunting sumber]

Meskipun ilmu pengetahuan menganggap bahwa rasa muak atau jijik bisa berevolusi menjadi tameng bagi pertahanan diri dari segala perbuatan atau sikap tercela yang berpotensi membahayakan diri, misalnya perkawinan sedarah dan kanibalisme namun di sisi lain pandangan ini ditentang. Marta NussbaumIa menjelaskan bahwa rasa jijik dan malu pada dasarnya bersifat hierarkis, keduany  membentuk tingkatan dan tatanan manusia. Keduanya  juga secara inheren terkait dengan pembatasan kebebasan dalam bidang perilaku yang tidak merugikan. Siapa pun yang menghargai nilai-nilai demokrasi utama berupa kesetaraan dan kebebasan harus sangat curiga terhadap seruan emosi tersebut dalam konteks hukum dan kebijakan publik.

Menurut Stephen Jay Gould, prasangka seringkali mengalahkan keterbatasan informasi yang dimiliki oleh seseorang. Prasangka begitu refleksif sehingga manusia tidak pernah berhenti untuk mengakui status prasangka tersebut sebagai keputusan sosial dengan alternatif yang radikal dan sebaliknya manusia memandangnya sebagai kebenaran yang sudah pasti dan jelas. [4]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Legal Studies & Business Ethics Department". Legal Studies & Business Ethics Department (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-19. 
  2. ^ Affective preferences in beningn masochism-ScienceDirect. https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0092656623000910
  3. ^ Beningn Masochism:Why We Love Sad Movies, Roller Coasters, and Painful Massages https://www.theswaddle.com/beningn-masochism-wy-love-sad-movies-rollercoasters-and-painful-massages
  4. ^ Gould,Stephen Jay (1997).FullHouse : The Spread of Excellene From Plato to Darwin. Harmony. ISBN 0-517-70849-3