Zulkifli Lubis
Zulkifli Lubis (lahir 23 Desember 1923) adalah mantan KSAD periode 2 Mei 1965 - 22 Juni 1925. Selain itu ia juga dikenal sebagai pendiri dan juga mejabat sebagai Ketua Badan Intelijen pertama di Indonesia. Zulkifli adalah anak ke-lima dari sepuluh bersaudara. Ayahnya bernama Aden Lubis gelar Sutan Darialam dan ibunya bernama Siti Rewan Nasution. Kedua orangtuanya adalah guru di sekolah guru Normaalschool.
Masa kecil
Zulkifli Lubis memperoleh kesempatan menikmati pendidikan Belanda pada Hollandsch Inlansche School. Setelah menyelesaikan HIS, kemudian Kifli melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs di kota yang sama. Di masa itu Zulkifli Lubis mulai kelihatan sering membaca koran Deli Blaad, yang diperoleh dari temannya yang berjualan. Melalui Deli Blaad Zulkifli mulai mengenal pidato-pidato Soekarno, Hatta, Muhammad Husni Thamrin dan perdebatan di Volksraad. Koran yang dimilki pemilik perkebunan di Sumatra Timur itu mempunyai peranan membangkitkan semangat kebangsaan pelajar semacam Zulkifli Lubis. Di MULO, Zulkifli dan kawan-kawannya tergabung dalam kelompok Patriot. Mereka bisa dibilang sebagai oposisi diam-diam karena sebagai contoh, jika ada upacara mereka tidak mau menyanyikan lagu kebangsaan Belanda Wilhelmus malahan mengajak peserta upacara lainnya agar mengikuti diam.
Masa remaja
Tamat MULO Zulkifli melanjutkan ke Algemeene Middlebare School B di Yogyakarta. Hal yang menyenangkan Zulkifli di AMS B adalah kesempatan disuruh ke depan kelas untuk mencoba mengajar. Misalnya mata pelajaran Ilmu Tata Negara dan Sejarah. Di AMS B Zulkifli bersama teman-temannya sering mengadakan diskusi kebangsaan, termasuk teman-teman dari Parindra.
Masa pendudukan Jepang
Ketika Jepang menduduki Hindia Belanda, Zulkifli Lubis mengikuti ajakan temannya untuk turut serta latihan yang diselenggarakan oleh Balatentara Jepang untuk para pemuda. Pilihan itu diambil Zulkifli daripada menganggur. Setelah memperoleh latihan sekitar dua bulan di Seinen Kurensho (pusat latihan untuk barisan pemuda), Zulkifli menerima tawaran khusus untuk mendapat pendidikan perwira militer. Di Seinen Dojo (balai penggempelngan pemuda) Tangerang ada sekitar 40 siswa dari seluruh Jawa. Zulkifli Lubis, Kemal Idris dan Daan Mogot termasuk angkatan pertama. Balai penggembelengan inilah yang pertama kalinya memperkenalkan Zulkifli pada dunia inteljen.
Di sana Zulkifli hanya sebentar berada di sana karena dia dipindahkan ke Resentai (korps latihan) Bogor. Kekaguman Zulkifli Lubis terhadap Jepang menjadi menyurut ketika melihat apa yang terjadi. Kebanyakan instruktur yang berasal dari pasukan berbusana lusuh dan tampak kotor. Mereka mengajar sambil lalu. Situasi ini berbeda dengan yang terjadi di Seinen Dojo, Tangerang. Semua instruktur berpenampilan rapi dan bersih. Mereka mengajar secara serius dan seksama. Di Resentai Bogor Zulkifli tidak banyak memperoleh pengetahuan dan ketrampilan militer yang cukup memadai mengingat pendidikan yang hanya berlangsung selama 3 bulan saja dan lebih diarahkan pada memberi semangat.
Pada bulan Desember 1943 para Shodancho itu dilantik dan kemudian dikembalikan ke kota asal atau daerah asal masing-masing untuk turut serta di dalam pembentukan daidan (batalyon). Letnan Dua Zulkifli Lubis, Kemal Idris, Sabirin Mochtar, Satibi Darwis, Daan Mogot, Effendi dan Kusnowibowo membantu Kapten Tsuhiya Kiso untuk mempersiapkan pembentukan daidan-daidan di pulau Bali. Kemudian Zulkifli Lubis, Kemal Idris dan Daan Mogot dilibatkan dalam sebuah staf khusus dibentuk secara resmi yang dinamai Boei Giyugun Shidobu dengan tugas mengenai semua urusan yang menyangkut Pembela Tanah Air.
Komandan Inteljen Pertama
Pertengahan tahun 1944, Zulikfli Lubis diajak oleh Rokugawa (bekas komandan Seinen Dojo) ke Malaysia dan Singapura. Disana ia berkenalan dengan Mayor Ogi, yang wajahnya mirip dengan orang Barat dan pandai berbahasa Perancis. Perwira intelejen Jepang yang tinggal satu kamar dengan Zulkifli Lubis itu sering bercerita mengenai pengalamannya melakukan kegiatan inteljen di Vietnam. Zulkifli Lubis beruntung karena ia adalah satu-satunya orang Indonesia yang berada di kota Singa itu memperoleh kesempatan untuk mempelajari dunia inteljen dalam praktek dengan bimbingan dari Rokugawa. Zulkifli dan Rokugawa senantiasa melapor kepada komandan Jepang untuk wilayah Asia Tenggara di Singapura. Di Singapura inilah Fujiwara Kikan, sebuah badan rahasia Jepang untuk Asia Tenggara yang tersohor beroperasi. Ketika kemudian Zulkifli Lubis berada di Kuala Lumpur. Ia memperoleh kesempatan mengenai dunia inteljen lebih mendalam. Rokugawa mengajari Zulkifli mengenai bagaimana caranya mengetahui jumlah penduduk dalam satu kota atau mengetahui apakah rakyat itu anti atau pro Jepang.
Setelah belajar inteljen di negeri orang, Zulkifli kembali ke tanah air. Ia melibatkan diri dalam rencana Jepang untuk membentuk kelompok-kelompok intelijen di perbagai tempat di Jawa sebagai pasukan gerilya untuk menghadapi pasukan Sekutu jika kelak mendarat. Setelah Jepang menyerah, Sekutu pun mendarat dan tidak mendapat perlawanan yang berarti sebagaimana mestinya dari kelompok intelijen yang diorganisir oleh Zulkifli Lubis.
Setelah proklamasi kemerdekaan Zulkifli Lubis dipercayakan sebagai pimpinan pusat Badan Keamanan Rakyat yang diketuai oleh Kaprawi dan dibantu oleh Sutalaksana (Ketua I), Latief Hadiningrat (Ketua II), Arifin Abdurrachman dan Mahmud.
Disinilah ia mulai mempersiapkan pembentukan badan inteljen yang diberi nama Badan Istimewa. Zulkifli Lubis, Sunarjo, Juwahir dan Djatisumo membidani lahirnya badan itu. Sekitar 40 orang bekas Giyugun dari seluruh Jawa bergabung dalam badan itu.
Zulkifli Lubis juga membentuk Penyelidikan Militer Khusus pada akhir tahun 1945, Sutopo Yuwono termasuk di dalamnya. PMC bertanggung jawab langsung kepada Presiden Soekarno. Badan ini mengirim eksepedisi ke Sumatra, Kalimantan, Maluku dan Nusa Tenggara. Penyelundupan senjata dari Singapura pun dilakukan. Kegiatan ini dilakukan PMC di Sumatra dan Kuala Enoch atau Kuala Tungkal. Penyelundupan itu juga dilakukan untuk membantu operasi di Kalimantan di bawah pimpinan Mulyono dan Cilik Riwut.
Pada bulan April 1946, cabang PMC di Purwakarta mendapat reaksi yang sengit dari pihak tentara, karena dianggap melakukan serangkaian penangkapan dan penyitaan yang semena-mena. Keberatan itu muncul pula di pelbagai daerah lain dan menyebabkan PMC dibubarkan oleh Markas Besar Tentara Keamanan Rakyat pada tanggal 3 Mei 1946. Kemudian beberapa bulan berikutnya Zulkifli dan Sucipto (pemimpin Penyelidik Umum Militer) terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946, yaitu percobaan perebutan kekuasaan yang dimotori oleh Mayor Jendral Sudarsono, Kepala Divisi III Yogyakarta. Sucipto tertangkap akan tetapi sebaliknya Zulkifli Lubis berhasil lolos.
Akibat kecerdikan Zulkifli Lubis, ia bisa menghapus jejak setelah melakukan aksi dan mendapat pemberian grasi Presiden Soekarno atas keterlibatannya dalam Peristiwa 3 Juli 1946. Zulkifli Lubis kemudian mendapat kepercayaan membentuk Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani) dan menjadi ketuanya. Untuk merekut anggota Brani dan, Zulkifli menggunakan sebagian besar pelajar, bekas Seinen Dojo maupun Yugeki diantaranya Bambang Supeno, Kusno Wiwoho, Dirgo, Sakri, Suparto dan Tjokropranolo.