Lompat ke isi

Kabupaten Blitar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kabupaten Blitar
Logo resmi Kabupaten Blitar
Motto: 
Hurub Hambangun Praja
"Semangat Membangun Negeri"
Letak Kabupaten Blitar di Jawa Timur
Letak Kabupaten Blitar di Jawa Timur
NegaraIndonesia
ProvinsiJawa Timur
IbukotaKota Kanigoro
Hari jadi5 Agustus 1324
Pemerintahan
 • BupatiHeri Nugroho
 • Wakil BupatiRijanto
Luas
 • Total1,588,79 km2 (613,44 sq mi)
Populasi
 (2010)
 • Total1.116.639
 • Kepadatan700/km2 (1,800/sq mi)
Zona waktuUTC+7 (WIB)
Kode pos
66100
Kode area telepon(+62) 0342
Pelat kendaraanAG
Situs webwww.kabblitar.go.id

Kabupaten Blitar adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pusat pemerintahan kabupaten ini berada di Kota Kanigoro setelah sebelumnya satu wilayah dengan Kota Blitar.[2]

Geografi

Pembagian administratif

Kabupaten Blitar memiliki 22 kecamatan yang dibagi lagi menjadi 220 desa dan 28 kelurahan dengan luas wilayah 1.588,79 km².

Batas wilayah

Utara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang
Timur Kabupaten Malang
Selatan Samudra Hindia
Barat Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Kediri

Keadaan tanah

Gunung Kelud (1.731 m. dpl.) adalah salah satu gunung api strato yang masih aktif di Pulau Jawa yang terletak di bagian utara kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Kediri. Bagian selatan Kabupaten Blitar yang dipisahkan oleh Sungai Brantas dikenal sebagai penghasil kaolin dan dilintasi oleh Pegunungan Kapur Selatan. Pantai yang terkenal antara lain Pantai Tambakrejo, Serang dan Jalasutra.

Blitar, baik kota maupun kabupaten, terletak di kaki Gunung Kelud, Jawa Timur. Daerah Blitar selalu terkena lahar Gunung Kelud yang sudah meletus puluhan kali terhitung sejak tahun 1331. Lapisan-lapisan tanah vulkanik yang banyak ditemukan di Blitar pada hakikatnya merupakan hasil pembekuan lahar Gunung Kelud yang telah meletus secara berkala sejak bertahun-tahun yang lalu.

Keadaan tanah di daerah Blitar yang kebanyakan berupa tanah vulkanik, mengandung abu letusan gunung berapi, pasir dan napal (batu kapur yang tercampur tanah liat). Tanah tersebut pada umumnya berwarna abu-abu kekuningan, bersifat masam, gembur dan peka terhadap erosi. Tanah semacam itu disebut regosol yang dapat dimanfaatkan untuk menanam padi, tebu, tembakau dan sayur mayur. Selain hijaunya persawahan yang kini mendominasi pemandangan alam di daerah Kabupaten Blitar, ditanam pula tanaman tembakau di daerah ini. Tembakau ini mulai ditanam sejak Belanda berhasil menguasai daerah ini sekitar abad ke-17. Bahkan kemajuan ekonomi Blitar pernah ditentukan dengan keberhasilan atau kegagalan produksi tembakau.

Sungai Brantas yang mengalir dari timur ke barat membagi Kabupaten Blitar menjadi dua, yaitu bagian utara dan selatan. Bagian selatan Kabupaten Blitar (sering disebut Blitar Selatan) kebanyakan tanahnya berjenis grumusol. Tanah semacam ini hanya produktif bila dimanfaatkan untuk menanam ketela pohon, jagung dan jati.

Sungai Brantas

Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Jawa Timur setelah Bengawan Solo (sebagian mengalir di wilayah Jawa Tengah). Sungai ini memegang peranan penting dalam sejarah politik maupun sosial Provinsi Jawa Timur. Sungai yang berhulu di Gunung Arjuno ini turut membawa unsur-unsur utama dari dataran tinggi aluvial di Malang yang bersifat masam sehingga menghasilkan unsur garam yang berguna bagi kesuburan tanah.

Di Kabupaten Blitar, aliran air Sungai Brantas diberi tambahan unsur utama sehingga menyebabkan daerah dataran rendah aluvial yang dilintasi Sungai Brantas, seperti Tulungagung dan Kediri, memiliki tanah yang subur.Di Blitar juga saat ini terdapat dua waduk/bendungan yakni Wlingi Raya dan Selorejo.

Sejarah

Asal nama

Nama Blitar dipercaya berasal dari frase bali dadi latar (kembali jadi halaman). Kata tersebut diteriakkan oleh Prabu Mahesa Sura saat meregang nyawa di sumur yang dibuatnya sendiri sebagai mahar untuk Dewi Kilaswara.

Masa kerajaan

Tiga daerah subur, yaitu Malang, Kediri dan Mojokerto, seakan-akan "diciptakan" oleh Sungai Brantas sebagai pusat kedudukan suatu pemerintahan, sesuai dengan teori natural seats of power yang dicetuskan oleh pakar geopolitik, Sir Halford Mackinder, pada tahun 1919. Teori tersebut memang benar adanya karena kerajaan-kerajaan besar yang didirikan di Jawa Timur, seperti Kerajaan Kediri, Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit, semuanya beribukota di dekat daerah aliran Sungai Brantas.

Jika saat ini Kediri dan Malang dapat dicapai melalui tiga jalan utama, yaitu melalui Mojosari, Ngantang, atau Blitar, maka tidak demikian dengan masa lalu. Dulu orang hanya mau memakai jalur melalui Mojosari atau Blitar jika ingin bepergian ke Kediri atau Malang. Hal ini disebabkan karena saat itu, jalur yang melewati Ngantang masih terlalu berbahaya untuk ditempuh, seperti yang pernah dikemukakan oleh J.K.J de Jonge dan M.L. van de Venter pada tahun 1909.

Jalur utara yang melintasi Mojosari sebenarnya saat itu juga masih sulit dilintasi mengingat banyaknya daerah rawa di sekitar muara Sungai Porong. Di lokasi itu pula, Laskar Jayakatwang yang telah susah payah mengejar Raden Wijaya pada tahun 1292 gagal menangkapnya karena medan yang terlalu sulit. Oleh karena itulah, jalur yang melintasi Blitar lebih disukai orang karena lebih mudah dan aman untuk ditempuh, didukung oleh keadaan alamnya yang cukup landai.

Pada zaman dulu (namun masih bertahan hingga sekarang), daerah Blitar merupakan daerah lintasan antara Dhoho (Kediri) dengan Tumapel (Malang) yang paling cepat dan mudah. Di sinilah peranan penting yang dimiliki Blitar, yaitu daerah yang menguasai jalur transportasi antara dua daerah yang saling bersaing (Panjalu dan Jenggala serta Dhoho dan Singosari). Banyaknya prasasti yang ditemukan di daerah ini (kira-kira 21 prasasti) bisa dikaitkan dengan alasan tersebut.

Kitab Negarakertagama

Pendapat yang mengatakan bahwa Kabupaten Blitar merupakan daerah perbatasan antara Dhoho dengan Tumapel dapat disimpulkan dari salah satu cerita dalam Kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca. Disebutkan dalam kitab tersebut bahwa Raja Airlangga meminta Empu Bharada untuk membagi Kerajaan Kediri menjadi dua, yaitu Panjalu dan Jenggala. Empu Bharada menyanggupinya dan melaksanakan titah tersebut dengan cara menuangkan air kendi dari ketinggian.[3] Air tersebut konon berubah menjadi sungai yang memisahkan Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Jenggala. Letak dan nama sungai ini belum diketahui dengan pasti sampai sekarang, tetapi beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa sungai tersebut adalah Sungai Lekso (masyarakat sekitar menyebutnya Kali Lekso). Pendapat tersebut didasarkan atas dasar etimologis mengenai nama sungai yang disebutkan dalam Kitab Pararaton.

Kitab Pararaton

Diceritakan dalam Kitab Pararaton bahwa balatentara Daha yang dipimpin oleh Raja Jayakatwang berniat menyerang pasukan Kerajaan Singosari yang dipimpin oleh Raja Kertanegara melalui jalur utara (Mojosari). Adapun yang bergerak melalui jalur selatan disebutkan dalam Kitab Pararaton dengan kalimat saking pinggir Aksa anuju in Lawor... anjugjugring Singosari pisan yang berarti dari tepi Aksa menuju Lawor... langsung menuju Singosari.[4] Nama atau kata Aksa yang muncul dalam kalimat tersebut diperkirakan merupakan kependekan dari Kali Aksa yang akhirnya sedikit berubah nama menjadi Kali Lekso. Pendapat ini diperkuat lagi dengan peta buatan abad ke-17 (digambar ulang oleh De Jonge) yang mengatakan bahwa ...di sebelah timur sungai ini (Sungai Lekso) adalah wilayah Malang dan di sebelah baratnya adalah wilayah Blitar.[5]

Candi

Oleh karena letaknya yang strategis, Blitar penting artinya bagi kegiatan keagamaan, terutama Hindu, pada masa lalu. Lebih dari 12 candi tersebar di seantero Blitar. Adapun candi yang paling terkenal di daerah ini adalah Candi Penataran yang terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok. Menurut riwayatnya, Candi Penataran dahulu merupakan candi negara atau candi utama kerajaan. Pembangunan Candi Penataran dimulai ketika Raja Kertajaya mempersembahkan sima untuk memuja sira paduka bhatara palah yang berangka tahun Saka 1119 (1197 Masehi).

Nama Penataran ini kemungkinan besar bukan nama candinya, melainkan nama statusnya sebagai candi utama kerajaan. Candi-candi pusat semacam ini di Bali juga disebut dengan penataran, misalnya Pura Panataransasih. Menurut seorang ahli, kata natar berarti pusat, sehingga Candi Penataran di sini dapat diartikan sebagai candi pusat. Selengkapnya, silakan lihat laman Candi Penataran.

Di sebelah timur Candi Penataran, beberapa tahun yang lalu juga telah ditemukan candi di Doko yang oleh masyarakat setempat dijadikan objek wisata.

Hari jadi

Salah satu sumber sejarah yang paling penting adalah prasasti karena merupakan dokumen tertulis yang asli dan terjamin kebenarannya.[6] Prasasti dapat diartikan sebagai tulisan dalam bentuk puisi yang berupa pujian.[7]

Enam abad yang lalu, tepatnya pada bulan Waisaka tahun Saka 1283 atau 1361 Masehi, Raja Majapahit yang bernama Hayam Wuruk beserta para pengiringnya menyempatkan diri singgah di Blitar untuk mengadakan upacara pemujaan di Candi Penataran. Rombongan itu tidak hanya singgah di Candi Penataran, tetapi juga ke tempat-tempat lain yang dianggap suci, yaitu Sawentar (Lwangwentar) di Kanigoro, Jimbe, Lodoyo, Simping (Sumberjati) di Kademangan dan Mleri (Weleri) di Srengat.

Hayam Wuruk tidak hanya sekali singgah di Blitar. Pada tahun 1357 Masehi (1279 Saka) Hayam Wuruk berkunjung kembali ke Blitar untuk meninjau daerah pantai selatan dan menginap selama beberapa hari di Lodoyo.[8] Hal itu mencerminkan betapa pentingnya daerah Blitar kala itu, sehingga Hayam Wuruk pun tidak segan untuk melakukan dua kali kunjungan istimewa dengan tujuan yang berbeda ke daerah ini.

Pada tahun 1316 dan 1317 Kerajaan Majapahit carut marut karena terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Kuti dan Sengkuni. Kondisi itu memaksa Raja Jayanegara untuk menyelamatkan diri ke desa Bedander dengan pengawalan pasukan Bhayangkara dibawah pimpinan Gajah Mada. Berkat siasat Gajah Mada, Jayanegara berhasil kembali naik tahta dengan selamat. Adapun Kuti dan Sengkuni berhasil diringkus dan kemudian dihukum mati.[9] Oleh karena sambutan hangat dan perlindungan ketat yang diberikan penduduk Desa Bedander, maka Jayanegara pun memberikan hadiah berupa prasasti kepada para penduduk desa tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa pemberian prasasti ini merupakan peristiwa penting karena menjadikan Blitar sebagai daerah swatantra di bawah naungan Kerajaan Majapahit. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada hari Minggu Pahing bulan Srawana tahun Saka 1246 atau 5 Agustus 1324 Masehi, sesuai dengan tanggal yang tercantum pada prasasti. Tanggal itulah yang akhirnya diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Blitar setiap tahunnya.

Arti lambang

Lambang Daerah Kabupaten Blitar terdiri dari 9 (sembilan) bagian dengan bentuk, macam dan maknanya sebagai berikut:[10]

  1. Bentuk seluruhnya merupakan segi lima : Lambang Pancasila.
  2. Candi penataran : Peninggalan Majapahit sebagai lambang kebudayaan yang luhur.
  3. Keris Pusaka : Lambang semangat dan jiwa kepahlawanan rakyat Blitar, sejak masa dahulu hingga sekarang.
  4. Sungai brantas dengan warna biru diatas dasar warna hijau dan kuning : Lambang kemakmuran, membagi daerah Blitar, menjadi 2 bagian, yang sebelah utara sungai daerah makmur dan sebelah selatan daerah kurang makmur.
  5. Pangkal keris dengan bentuk gunung dengan api yang menyalanyala : Lambang kedinamisan rakyat Blitar yang tak putus asa, dan patah semangat, malahan semakin membaja, pantang mundur dalam berjuang dalam menghadapi malapetaka.
  6. Pohon beringin : Lambang pengayoman pemerintahan yang diharapharapkan oleh rakyat demi keadilan
  7. Segi 5 (lima) ditengah warna biru muda : Lambang kegotongroyongan dalam suasana aman dan damai
  8. Padi kapas : Lambang sandang dan pangan kemakmuran buah kapas = 8 dan butir padi = 17 mengingatkan kita kepada cita-cita revolosi 17 – 8 – 45
  9. Pita dwiwarna dengan bintang emas bersudut

Transportasi

Kabupaten Blitar dilintasi oleh jalan provinsi yang menghubungkan daerah ini dengan Kota Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Malang. Stasiun-stasiun yang berada di Kabupaten Blitar adalah Garum, Talun, Wlingi, Kesamben dan Pohgajih. Adapun terminal bus dan angkutannya hanya ada di Kesamben, Lodoyo, Kademangan dan Gawang (Bakung).

Kereta api

Nama Kereta Relasi Lewat Kelas Pemberhentian di Kabupaten Blitar Pemberhentian di Kota Blitar
Gajayana Malang Kota Baru - Jakarta Kota Yogyakarta Eksekutif Stasiun Wlingi Stasiun Blitar
Majapahit Malang Kota Baru - Jakarta Kota Semarang Tawang Ekonomi AC Stasiun Wlingi Stasiun Blitar
Matarmaja Malang Kota Baru - Jakarta Pasar Senen Semarang Poncol Ekonomi Stasiun Wlingi, Stasiun Kesamben Stasiun Blitar
Malabar Malang Kota Baru - Bandung Yogyakarta Campuran (Eksekutif + Bisnis + Ekonomi) Stasiun Wlingi Stasiun Blitar
Malioboro Ekspres Malang Kota Baru - Yogyakarta Madiun Campuran (Eksekutif + Ekonomi AC) Stasiun Wlingi Stasiun Blitar
Penataran Blitar - Surabaya Kota Malang Kota Baru Ekonomi Stasiun Garum, Stasiun Talun, Stasiun Wlingi, Stasiun Kesamben, Stasiun Pohgajih Stasiun Blitar
Rapih Dhoho Blitar - Surabaya Kota Kertosono Ekonomi Stasiun Pohgajih, Stasiun Kesamben, Stasiun Wlingi, Stasiun Talun, Stasiun Garum Stasiun Blitar

Bus

Nama PO Relasi Jumlah Armada
Kramat Jati Blitar - Jakarta 1 Bus
Pahala Kencana Blitar - Jakarta 2 Bus
Lorena Blitar - Jakarta 2 Bus
Rosalia Indah Blitar - Jakarta 3 Bus
Harapan Jaya Blitar - Jakarta 2 Bus
Restu Blitar - Surabaya 10 Bus
Medali Mas Blitar - Surabaya 4 Bus
Tenterm Blitar - Surabaya 6 Bus
Sumber Lumayan Blitar - Surabaya 6 Bus
Dhana Dhasih Blitar - Surabaya 1 Bus
Restu Mulya Blitar - Denpasar 1 Bus
Gunung Harta Blitar - Denpasar 1 Bus
Handoyo Blitar - Sumatra 1 Bus
SAN Blitar - Sumatra 1 Bus
Merta Sari Blitar - Sumatra 1 Bus
Famili Raya Blitar - Sumatra 1 Bus
Puspa Jaya Blitar - Sumatra 1 Bus
Damri Blitar - Sumatra 1 Bus
ALS Blitar - Sumatra 1 Bus
Bagong Blitar - Kota Malang 36 Bus
Rukun Jaya Blitar - Pare, Kediri - Kota Surabaya 4 Bus
Kawan Kita Blitar - Tamanan, Kota Kediri - Anjuk Ladang, Kabupaten Nganjuk 10 Bus

Pariwisata

Berikut ini adalah beberapa tempat wisata menarik di Kabupaten Blitar.

  1. Pantai Peh Pulo
  2. Soko Adventure
  3. Candi Penataran
  4. Serah Kencong
  5. Candi Sawentar
  6. Pantai Serang
  7. Rambut Monte
  8. Candi Plumbangan
  9. Tambak Rejo
  10. Gua Embultuk
  11. Pantai Jolosutro
  12. Pantai Pangi
  13. Pantai Tambakrejo
  14. Gong Kyai Pradah
  15. Candi Simping

Referensi

  1. ^ "Perpres No. 6 Tahun 2011". 2011-02-17. Diakses tanggal 2011-05-23. 
  2. ^ Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pemindahan ibu kota Kabupaten Blitar dari wilayah Kota Blitar ke wilayah Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur
  3. ^ Kitab Nagarakertagama, nyanyian 68:1, 68:2, dan 68:3
  4. ^ Kitab Pararaton, bab 5, diterjemahkan oleh Ki J. Patmapuspita, 1966
  5. ^ B. Schrieke, 1957
  6. ^ Damais, 1968
  7. ^ McDannel, Sanskrit Dictionary, hlm. 182
  8. ^ Nag. punuh 17/5, 6, 41/4, 61/2 dan 3
  9. ^ Kitab Pararaton, bab 80-83
  10. ^ Situs Resmi Kabupaten Blitar

Lihat pula