Lompat ke isi

Pembicaraan:Sunnah (status hukum)

Konten halaman tidak didukung dalam bahasa lain.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Komentar terbaru: 11 tahun yang lalu oleh Mohammad Aslam Sumhudi pada topik Diskusi Usulan Penggabungan

Diskusi Usulan Penggabungan

1. Referensi penulisan kosa kata

Dalam uraian berbahasa Indonesia, sering dijumpai empat cara penulisan, yaitu : sunnah, sunnat, sunah dan sunat. Empat cara penulisan tersebut mengacu pada pokok pembahasan yang sama, yaitu tentang sunnah. Untuk menguji kebenaran penulisannya, gunakan Al Quran sebagai referensi; dituliskan menjadi QS (Al Quran, Surah). Misalnya dalam QS Al Anfal (8):38 terdapat lafadz سُنَّتَ الأَوَّلِينِ diterjemahkan sunnah (Allah terhadap) orang-orang terdahulu. Juga dalam QS Ghafir atau juga disebut Al Mu’min (40):85 terdapat terjemahan sunnah Allah dari lafadz سُنَّتَ اللَّهِ. Atas lafadz ini, jika huruf akhirnya dihidupkan, pembacaannya sunnatan; tetapi jika dimatikan, dibaca sunnat. Pembacaan berrangkai atas lafadz ini adalah sunnatullah.

Contoh lain, dalam QS Al Ahzab (33):38, 62 terdapat lafadz سُنَّةَ اللَّهِ. Bila huruf akhirnya dihidupkan, dibaca sunnatan; bila dimatikan, dibaca sunnah. Pembacaan atas dua lafadz secara berrangkai, tetap sunnatullah.

Penulisan dua lafadz tersebut, سُنَّت dan سُنَّةَ menggunakan huruf ن diberi tanda tatsjid, maksudnya huruf ini dibaca dobel. Penulisan lainnya terdapat pada satu ayat, QS Ali Imran (3):37, yaitu سُنَنٌ yang artinya sunnah-sunnah; pada lafadz ini, menggunakan huruf ن tunggal yang mengandung arti jamak.

2. Meluruskan salah kaprah

Berdasarkan pada referensi penulisan sunnah atau sunnat yang bersumber dari Al Quran, sesungguhnya tidak ada cara penulisan sunah atau sunat. Cara penulisan sunah atau sunat (menggunakan huruf n tunggal) lebih banyak didasarkan pada pertimbangan praktis; karena tidak menuliskan huruf n dobel. Jelas, bahwa pertimbangan ini sangat salah kaprah; tidak sesuai dengan tata cara pengalihan dari Bahasa Al Quran ke Bahasa Indonesia.

Ada yang khawatir tidak disebut proporsional mengalihkan dari Bahasa Al Quran ke Bahasa Indonesia, lalu menuliskan kosa kata Al Sunnah atau As Sunnah. Maksudnya mengemukakan pemikiran mengenai sunnah atau sunnat. Cara penulisan Al Sunnah atau As Sunnah sama sekali tidak ada relevansinya dengan sunnah atau sunnat. Untuk itu, Al Sunnah atau As Sunnah harus dibahas dalam bagian tersendiri.

3. Makna yang terkandung

Baik sunnah maupun sunnat, memiliki arti sama, yaitu segala ketentuan atau ketetapan. Bila penyebutannya sunnatullah maknanya adalah segala ketentuan Allah. Penyampaiannya kepada umat manusia adalah melalui perkataan atau firman Nya yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada para Nabi/Rasul Nya.

Ada penyebutan lain, yaitu sunnaturrasul, maknanya segala ketentuan dari Rasulullah. Ketentuannya berupa ucapan, tindakan dan seluruh tindakan para sahabat yang dibenarkan oleh beliau. Semasa beliau hidup, ketentuan ini disampaikan kepada para pengikutnya secara langsung dan kemudian disebarluaskan oleh para sahabat kepada umat yang lebih luas.

Sesudah beliau wafat, sunnaturrasul dikisahkan kembali oleh para sahabat yang hidup semasa dan atau sesudah kewafatan beliau dan dikisahkan oleh para ulama (cendekiawan) yang hidup tidak berselang lama setelah kewafatan Rasulullah. Pengisahan ini kemudian dibukukan menjadi Hadis; digunakan sebagai pedoman melaksanakan firman Nya, sampai akhir zaman.

4. Penggabungan atau penghapusan ?

Pemikiran untuk menggabung pembahasan sunah dengan sunnah sangat salah. Yang benar adalah, menghapus bagian sunah, dimana uraian-uraiannya yang baik dan benar dapat dimasukkan ke dalam bagian sunnah. Dengan demikian, yang dikukuhkan adalah bagian sunnah. //Ditulis oleh Mohammad Aslam Sumhudi (bicara) 5 Februari 2013 04.43 (UTC)Balas