Krabuku
Krabuku[1] | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Domain: | Eukaryota |
Kerajaan: | Animalia |
Filum: | Chordata |
Kelas: | Mammalia |
Ordo: | Primata |
Subordo: | Haplorhini |
Famili: | Tarsiidae |
Genus: | Tarsius Storr, 1780 |
Spesies tipe | |
Tarsius Selayar Erxleben, 1777
| |
Genus lain yang anggotanya dapat disebut sebagai krabuku | |
|
Tarsius atau Krabuku adalah primata dari genus Tarsius dan Cephalopachus, suatu genus monotipe dari famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang bertahan dari ordo Tarsiiformes. Meskipun grup ini dahulu kala memiliki penyebaran yang luas, akan tetapi semua spesies yang hidup sekarang jumlahnya terbatas dan ditemukan di pulau-pulau di Asia Tenggara.
Catatan fosil
[sunting | sunting sumber]Fosil wallacea dan primata robert Tarsiiformes lain ditemukan di limbah pembuangan Asia, Eropa, dan Amerika Utara dan ada fosil yang diragukan yang berasal dari Afrika, tetapi Tarsius Darwin yang bertahan hingga sekarang jumlahnya terbatas di beberapa kepulauan di Asia Tenggara termasuk Filipina, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra. Catatan fosilnya juga yang terpanjang kesinambungannya dibanding genus primata manapun,[2] dan catatan fosil itu menandakan bahwa susunan gigi mereka tidak banyak berubah, kecuali ukurannya, dalam 45 juta tahun terakhir.
Klasifikasi
[sunting | sunting sumber]Posisi filogenetik krabuku yang hidup sekarang banyak diperdebatkan pada abad yang lalu, dan tarsius diklasifikasikan secara bergantian pada Strepsirrhini pada subordo prosimia, atau sebagai grup saudara dari simia (=Anthropoidea) dalam infraordo Haplorrhini.
Diindikasikan bahwa krabuku, yang awalnya dimasukkan pada genus Tarsius, sebenarnya harus diklasifikasikan pada dua (grup Sulawesi dan Filipina-Barat) atau tiga generasi yang berbeda (grup Sulawesi, Filipina dan Barat).[1][3]. Taksonomi di tingkat spesies ini cukup rumit, dengan morfologi sering kali digunakan secara terbatas dibandingkan vokalisasi.
Beberapa variasi vokalisasi kawin yang disebut panggilan duet mungkin mewakili taksa yang belum dideskripsikan, yang secara taksonomis terpisah dari Tarsius tarsier, seperti krabuku dari Minahasa (Tangkasi, T. spectrumgurskyae ), Gorontalo (Mimito, T. supriatnai), dan kepulauan Togean (Bunsing, T. niemetzi), dan banyak tarsius lain dari Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya hingga 16 spesies yang berbeda (Shekelle & Leksono 2004). Hal ini mungkin juga merupakan penyebab kasus sejumlah populasi tarsius Filipina yang terisolasi dan kurang diketahui keberadaannya seperti populasi Basilan, Leyte dan Dinagat dari grup T. syrichta. Kerancuan lebih lanjut muncul pada validitas nama-nama tertentu. Di antaranya, T. dianae yang sering dipakai telah ditunjukkan sebagai sinonim junior dari T. dentatus, sama halnya dengan itu, T. spectrum sekarang dianggap sinonim junior dari T. tarsier.[1] Terlebih lagi, T. tarsier yang diperdebatkan sebagai sinonim senior dari T. spectrum yang dipakai secara luas.
Pada tahun 2010, Colin Groves dan Myron Shekelle mengajukan genus Tarsius dibagi menjadi tiga genius dan akhirnya diterima, Tarsius di Filipina dalam genus Carlito, Tarsius Barat dalam genus Cephalopachus, dan Tarsius di Sulawesi dalam genus Tarsius. Ini berdasarkan perbedaan gigi, besar mata, pajang lengan tangan dan kaki, bentuk ekor, jumlah kelenjar susu, jumlah kromosom, sosioekologis, vocalisasi, dan pesebaran. Populasi T. tarsier dibatasi hanya mencakup populasi di Kepulauan Selayar, sehingga taksononomi T. fuscus dipakai kembali.[4]
- Infraordo Tarsiiformes[1]
- Famili Tarsiidae: Tarsius[5]
- Genus Carlito (Filipina)
- Krabuku Filipina, Carlito syrichta
- C.s. syrichta (untuk digabungkan dengan C. s. fraterculus )
- C.s. fraterculus (untuk digabungkan dengan C. s. syrichta )
- C.s. karbonarius
- Krabuku Filipina, Carlito syrichta
- Genus Cephalopachus (Barat)
- Krabuku Ingkat, Cephalopachus bancanus
- C.b. bancanus
- C.b. natunensis
- C.b. boreanus
- C.b. garamator
- Krabuku Ingkat, Cephalopachus bancanus
- Genus Tarsius (Sulawesi)
- Tarsius Selayar, Tarsius tarsier
- Krabuku Makassar, Tarsius fuscus
- Krabuku Diana, Tarsius dentatus
- Krabuku Gorontalo, Tarsius supriatnai
- Tarsius Lariang, Tarsius lariang
- Krabuku Peleng, Tarsius pelengensis
- Krabuku Sangihe, Tarsius sangirensis
- Tarsius Siau, Tarsius tumpara[6]
- Krabuku Kerdil, Tarsius pumilus
- Tarsius Spectral Gursky, Tarsius spectrumgurskyae
- Tarsius Wallace, Tarsius wallacei
- Krabuku Bunsing, Tarsius niemitzi
- Genus Carlito (Filipina)
- Famili Tarsiidae: Tarsius[5]
Anatomi dan fisiologi
[sunting | sunting sumber]Krabuku bertubuh kecil dengan mata yang sangat besar; tiap bola matanya berdiameter sekitar 16 mm dan keseluruhan berukuran sebesar otaknya.[7] Kaki belakangnya juga sangat panjang. Tulang tarsus di kakinya sangat panjang dan dari tulang tarsus inilah nama tarsius berasal. Panjang kepala dan tubuhnya 10 sampai 15 cm, tetapi kaki belakangnya hampir dua kali panjang ini, mereka juga punya ekor yang ramping sepanjang 20 hingga 25 cm. Jari-jari mereka juga memanjang, dengan jari ketiga kira-kira sama panjang dengan lengan atas. Di ujung jarinya ada kuku namun pada jari kedua dan ketiga dari kaki belakang berupa cakar yang mereka pakai untuk merawat tubuh. Bulu krabuku sangat lembut dan mirip beludru yang bisanya berwarna cokelat abu-abu, cokelat muda atau kuning-jingga muda.[8]
Tidak seperti prosimia lain, krabuku tidak mempunyai sisir gigi, dan susunan gigi mereka juga unik:
2.1.3.3 |
1.1.3.3 |
Penglihatan
[sunting | sunting sumber]Semua jenis krabuku bersifat nokturnal, tetapi seperti organisme nokturnal lain beberapa individu mungkin lebih banyak atau sedikit beraktivitas selama siang hari. Tidak seperti kebanyakan binatang nokturnal lain, tarsius tidak memiliki daerah pemantul cahaya (tapetum lucidum) di matanya. Mereka juga memiliki fovea, suatu hal yang tidak biasa pada binatang nokturnal.
Otak krabuku berbeda dari primata lain dalam hal koneksi kedua mata dan lateral geniculate nucleus, yang merupakan daerah utama di talamus yang menerima informasi visual. Rangkaian lapisan seluler yang menerima informasi dari bagian mata ipsilateral (sisi kepala yang sama) and contralateral (sisi kepala yang berbeda) di lateral geniculate nucleus membedakan tarsius dari lemur, kukang, dan monyet, yang semuanya sama dalam hal ini.[9]
Tingkah laku
[sunting | sunting sumber]Krabuku merupakan satwa insektivora, dan menangkap serangga dengan melompat pada serangga itu. Mereka juga diketahui memangsa vertebrata kecil seperti burung, ular, kadal dan kelelawar.[8] Saat melompat dari satu pohon ke pohon lain, krabuku bahkan dapat menangkap burung yang sedang bergerak.[butuh rujukan]
Kehamilan berlangsung enam bulan, kemudian krabuku melahirkan seekor anak. Krabuku muda lahir berbulu dan dengan mata terbuka serta mampu memanjat dalam waktu sehari setelah kelahiran. Mereka mencapai masa dewasa setelah satu tahun. Krabuku dewasa hidup berpasangan dengan jangkauan tempat tinggal sekitar satu hektar.
Pelestarian
[sunting | sunting sumber]Satu jenis krabuku, krabuku Dian T. dentatus; terdaftar sebagai sinonim juniornya T. dianae oleh IUCN), terdaftar di IUCN Red List berstatus Bergantung Konservasi. Dua spesies/subspesies lain, Krabuku ingkat (T. bancanus) dan subspesies nominasinya (T. bancanus bancanus, terdaftar dengan status Risiko Rendah. Krabuku ulawesi (T. tarsier; terdaftar sebagai sinonim juniornya T. spectrum) dikategorikan sebagai Hampir Terancam. Jenis tarsius lain terdaftar oleh IUCN sebagai Data Kurang. Adapun di Indonesia..
Krabuku tidak pernah sukses membentuk koloni pembiakan dalam kurungan, dan bila dikurung, krabuku diketahui melukai dan bahkan membunuh dirinya karena stres.[10]
Satu situs mendapat keberhasilan mengembalikan populasi krabuku di pulau Filipina Bohol. Philippine Tarsier Foundation Diarsipkan 2010-11-20 di Wayback Machine. telah mengembangkan kandang besar semi-liar yang memakai cahaya untuk menarik serangga nokturnal yang menjadi makanan krabuku.[11]
Pada tahun 2008 dideskripsikan tarsius Siau yang dianggap bestatus kritis dan terdaftar dalam 25 primata paling terancam oleh Conservation International dan IUCN/SCC Primate Specialist Group tahun 2008.[12]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d Groves, C.P. (2005). Wilson, D.E.; Reeder, D.M., ed. Mammal Species of the World: A Taxonomic and Geographic Reference (edisi ke-3). Baltimore: Johns Hopkins University Press. hlm. 127–128. ISBN 0-801-88221-4. OCLC 62265494.
- ^ The Philippine Tarsier
- ^ Brandon-Jones, D., Eudey, A. A., Geissmann, T., Groves, C. P., Melnick, D. J., Morales, J. C., Shekelle, M. and Stewart, C.-B. 2004. Asian primate classification. International Journal of Primatology 25(1): 97-164.
- ^ Groves, C.; Shekelle, M. (2010). "The Genera and Species of Tarsiidae". International Journal of Primatology. 31 (6): 1071–1082. doi:10.1007/s10764-010-9443-1.
- ^ "Daftar Satwa Mamalia Dilindungi Indonesia (Permen 20/2018 Menteri LHK)". bbksdasulsel. 2024-01-25. Diakses tanggal 2024-03-31.
- ^ "Tarsius tumpara: A New Tarsier Species from Siau Island, North Sulawesi" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-07-24. Diakses tanggal 2009-04-08.
- ^ Shumaker, Robert W. (2003). Primates in Question. Smithsonian Books. ISBN 1-58834-151-8.
- ^ a b Niemitz, Carsten (1984). Macdonald, D., ed. The Encyclopedia of Mammals. New York: Facts on File. hlm. 338–339. ISBN 0-87196-871-1.
- ^ Rosa MG, Pettigrew JD, Cooper HM (1996) Unusual pattern of retinogeniculate projections in the controversial primate Tarsius. Brain Behav Evol 48(3):121-129.
- ^ "Untitled Document". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2004-10-15. Diakses tanggal 2004-10-15.
- ^ Zoo Biology 24:101-109 (2005)
- ^ "Siau Island Tarsier". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-09-06. Diakses tanggal 2009-04-08.