Prerogatif
Prerogatif (bahasa Latin: praerogatio, -onis (femininum); bahasa Inggris: prerogative; bahasa Jerman: das Vorrecht; "hak istimewa") dalam bidang hukum adalah hak khusus atau istimewa yang diberikan kepada pemerintah atau penguasa suatu negara dan diberikan kepada seorang atau sekelompok orang, yang terpisah dari hak-hak masyarakat menurut hukum yang berlaku. Hal ini merupakan aspek umum dari hukum feodal atau kerajaan. Kata "prerogatif" dalam bahasa Latin diartikan hak lebih tinggi (diberi preferensi) dalam makna hukumnya.
Penggunaan dalam budaya modern kata "prerogatif" memberi nuansa dalam persamaan hak asasi manusia untuk berhak mengambil keputusan sendiri, misalnya: "Adalah hak prerogatif seseorang untuk melakukan apa yang diinginnya". Lawan dari istilah ini dalam sejarah hukum adalah larangan bahwa seseorang untuk menggunakan hak pribadinya dalam menentukan nasib.
Dalam hukum kerajaan
[sunting | sunting sumber]Secara umum, istilah ini berarti "hak istimewa", yang dimiliki oleh banyak Kerajaan atau Monarki di Eropa yang masih ada sampai sekarang. Dalam arti yang lebih sempit dan tepat, hak-hak prerogatif kerajaan ini dimiliki oleh seorang raja yang terpisah dari hak-hak perwakilan daerah atau rakyat, dimana mereka tidak memiliki hak untuk berpartisipasi. Termasuk di sini adalah hak-hak untuk mengadakan, membuka dan menutup atau menunda pertemuan Parlemen maupun penentuan lamanya masa kerja mereka. Menurut sebagian besar pakar undang-undang, suatu raja ("Monarch") dapat membubarkan Majelis Perwakilan Rakyat sebelum berakhirnya masa legislasi maupun menentukan pembentukan Parlemen yang baru.
Raja memiliki kuasa melawan hak inisiatif, yang berarti "hak untuk membuat peraturan" yang dimiliki oleh Parlemen. Lebih jauh, ia juga memiliki hak sanksi atas keputusan Parlemen, berkaitan dengan kekuasaan publikasi hukum berdasarkan keputusan Parlemen, dimana pelaksanaan suatu undang-undang dapat dibatalkan dengan pemberian veto olehnya.
Menurut John Locke (1689) hak prerogatif adalah "kekuasaan tanpa memastikan ketentuan hukum, kadang-kadang bahkan melawan hukum menurut keputusan sendiri untuk kebaikan publik" [1]
Sebagai contoh, seorang Kaisar dalam konstitusi Kerajaan Jerman pada tahun 1871, memiliki beberapa hak istimewa yang signifikan. Hak istimewanya sangat membatasi hak partisipasi dari Badan Perwakilan Rakyat. Di antara hak-hak istimewa dari Kaisar Jerman:
- Memberi komando kepada tentara,
- Keputusan untuk mengadakan perang dan perdamaian,
- Menjadi wakil Jerman terhadap luar negeri,
- Pelaksanaan kebijakan luar negeri,
- Penunjukan Kanselir (atau Perdana Menteri)
Jerman semakin jauh dari tujuan kedaulatan rakyat. Bahkan aturan parlemen dalam monarki konstitusional seperti Inggris, Belanda dan Belgia belum mencapai itu. Sebaliknya, para pangeran turut memerintah dengan Kaisar sebagai pemimpin penguasa ("Presidium") di puncaknya, meskipun ada keterlibatan Parlemen berdaulat. Badan perwakilan rakyat hanya memiliki sebagian kecil kekuasaan, dan bukan kepemimpinan (Ernst R. Huber). Pemerintah parlemen kekaisaran, yaitu nama gerakan itu, mengarahkan "Reichstag" (Pemerintah fasis Jerman) di tengah-tengah fokus kekuasaan, bertindak pada mulanya dengan "Reformasi bulan Oktober" pada tahun 1918. Awalnya kemudian, Kanselir bertanggung jawab kepada Reichstag. Dalam bidang kedaulatan rakyat, muncul tindakan "Revolusi bulan November", dimana semua pria dan wanita secara umum diberi hak pilih yang sama dan rahasia, serta semua hak istimewa kerajaan dihapus.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ John Locke, Two Treatises of Government ("Dua Makalah mengenai Pemerintahan"), II, § 160, 1689.