Lompat ke isi

Ikon Minangkabau

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 9 September 2015 18.05 oleh Jayrangkoto (bicara | kontrib)

Ikon Minangkabau adalah suatu citra yang mengingatkan seseorang pada Minangkabau. Hal tersebut bisa berbentuk fisik maupun non-fisik.

Adat matrilineal

Adat matrilineal adalah suatu sistem kekerabatan yang bernasabkan garis ibu. Sebagai suatu sistem yang lebih tua, nasab matrilineal ini sudah langka penganutnya di dunia. Saat ini Minangkabau merupakan penganut sistem matrilineal terbesar di dunia dan satu-satunya di Indonesia. Adat matrilineal menjadi pembeda masyarakat Minangkabau dengan masyarakat lainnya di Indonesia, sehingga ketika berbicara tentang sistem ini akan mengingatkan orang-orang pada Minangkabau.

Bung Hatta

Bersama Soekarno, Bung Hatta merupakan proklamator kemerdekaan Republik Indonesia. Majalah Tempo edisi Milenium pada tahun 2000, menempatkan tokoh sederhana ini sebagai pendiri utama negara Indonesia bersama Soekarno, Tan Malaka, dan Sutan Syahrir. Hatta juga dijuluki sebagai Bapak Koperasi Indonesia karena pemikiran ekonominya yang berpihak pada rakyat banyak. Bung Hatta juga dikenal sebagai Bapak Bangsa yang sederhana dan bersih. Sampai ajal menjemputnya, ia tak pernah mampu membeli sepatu Bally yang sangat disukainya. Nama Bung Hatta yang lahir di Bukittinggi ini juga mengingatkan orang-orang pada Minangkabau.

Datuk

Datuk merupakan gelar adat yang terhormat dalam masyarakat Minangkabau. Gelar ini disandang oleh seorang pemimpin dalam suatu keluarga besar yang ada dalam suku-suku atau klan di Minangkabau. Dalam legenda Minangkabau, disebut dua orang datuk yang legendaris, yaitu Datuk Ketumanggungan dari klan Koto-Piliang yang menciptakan sistem adat Kelarasan Koto-Piliang, dan Datuk Perpatih nan Sebatang dari klan Bodi-Caniago yang menciptakan sistem adat Kelarasan Bodi-Caniago.

Dalam dunia Melayu, yang memakai gelar datuk ini hanya Minangkabau dan Malaysia dengan ejaan 'Dato', dan dengan penggunaan yang berbeda. Kalau di Minangkabau gelar datuk diwariskan secara turun-temurun kepada kemenakan (keponakan) dari garis ibu, sedangkan di Malaysia gelar 'Dato' diberikan pada seorang tokoh yang dianggap punya jasa besar. Dalam novel roman Siti Nurbaya juga dikenal seorang tokoh antagonis, yaitu Datuk Maringgih. Datuk Maringgih yang diperankan H.I.M. Damsyik dalam film/sinetron Siti Nurbaya sangat melekat dalam ingatan kolektif masyarakat Indonesia walau dalam citra yang negatif.

Malin Kundang

Cerita Malin Kundang adalah sebuah legenda dari Ranah Minang. Legenda ini mengisahkan tentang seorang anak lelaki yang bernama Malin Kundang pergi merantau dan berniaga. Setelah sekian lama merantau ia sukses menjadi seorang saudagar yang kaya raya. Dengan kapalnya, ia pulang ke Minangkabau. Ibunya yang sudah renta mendengar kabar tentang kepulangan anaknya, Malin Kundang. Namun betapa kecewanya sang ibu ketika bertemu Malin Kundang ia diperlakukan dengan kasar dan tak mengakui perempuan tua dan miskin itu sebagai ibunya. Setelah berulangkali meyakinkan si anak, Malin Kundang tetap tak mengakuinya. Sang ibu kemudian mengeluarkan sumpah sehingga malin Kundang dan kapalnya menjadi batu. Legenda ini kemudian jadi amat terkenal, tidak hanya di Minangkabau tapi di seluruh Indonesia.