Lompat ke isi

Pemberontakan Satsuma

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 27 Oktober 2007 07.47 oleh Glent (bicara | kontrib)
Pemberontakan Satsuma
西南 戦争
Foto Saigo
Saigō Takamori sedang duduk dikelilingi perwiranya dalam kostum Samurai
TanggalJanuari-September 1877
LokasiJepang.
Hasil Kemenangan pasukan Kekaisaran Jepang.
Pihak terlibat
Pasukan Kekaisaran Jepang Klan Samurai Satsuma
Tokoh dan pemimpin
Kaisar Meiji Mutsuhito
Panglima: Sumiyosi Kawamura
Saigō Takamori
Korban
diperkirakan ~60.000 orang 30.000 orang

Pemberontakan Satsuma (Seinan Sensō, 西南 戦争、Perang Barat Daya) adalah pemberontakan klan samurai Satsuma terhadap Tentara Kekaisaran Jepang, yang berlangsung 11 bulan selama Era Meiji, dimulai pada tahun 1877.

Latar belakang

Berkas:Kumamoto pasukan.jpg
Pasukan Kekaisaran Jepang di garis Kumamoto

Pemberontakan Satsumo disebabkan oleh adanya perubahan sistem pada pemerintahan, yang menyebabkan para samurai kecewa. Modernisasi Jepang telah menyebabkan hilangnya kekuasaan samurai dan penghancuran sistem tradisional. Adanya peraturan Haito (廃令) yang melarang membawa katana, juga menyebabkan pemberontakan ini berkobar.

Pemberontakan ini dipimpin oleh Saigō Takamori, yang pada sepuluh tahun lalu memimpin pasukan Jepang untuk mengalahkan klan samurai Tokugawa. Mulanya, Saigō setuju dengan konsep Restorasi Meiji. Tapi, perlahan-lahan, ia jadi ikut membangkang, karena Restorasi Meiji menghapus segala bentuk samurai dan atributnya. Slogan pemberontakannya adalah "新政厚徳", yang berarti pemerintah baru, moralitas tinggi. Mereka tidak meninggalkan atribut barat, seperti memakai meriam dan senjata api. Saigō sebagai panglima perang juga memakai baju militer ala barat. Barulah di saat stok senjata mereka habis, mereka memakai katana dan panah.

Peperangan

Pada Januari 1877, pasukan Angkatan Laut Jepang bergerak untuk menguasai kota Kagoshima, sebuah kota utama milik klan Satsumo. Tentara ini disambut serangan oleh Saigō dan anak buahnya. Pasukan Saigō memakai senjata api untuk melawan pasukan AL Jepang, tapi mereka masih memakai taktik militer lama.

Banyak pasukan Jepang yang dikirim merupakan bekas Samurai dulunya yang pada waktu itu sudah mengadopsi sistem barat dan sudah bersumpah kepada Kaisar.

Pada bulan Februari 1877, pasukan Saigō bersiaga di garis depan kota Kagoshima. Hal ini dicatat oleh para sejarawan sebagai taktik untuk bersiaga dengan serangan pasukan Jepang yang berjumlah 300.000 pasukan, dibawah komando Sumiyosi Kawamura. Setiap Samurai direncanakan untuk membunuh dua pasukan. Tapi, rencana ini gagal. Pasukan Kekaisaran Jepang berhasil mendesak mundur pasukan Saigō. Dan pada pertempuran terakhir, yaitu pertempuran Shirōyama, Saigō terluka berat. Beberapa samurai melakukan harakiri, sebelum Saigō berhasil ditangkap pada 24 September 1877. Peperangan ini menghabiskan dana besar di pemetintah Jepang. Pemberontakan ini adalah akhir dari kelas Samurai. Sepuluh tahun kemudian, Kekaisaran Jepang meminta maaf dan memberikan gelar kemuliaan kepada Saigō Takamori sebagai Samurai yang terakhir.

Sumber bacaan

  • Craig, T.1999.Remembering Aizu: The Testament of Shiba Goro.Honolulu,HI:U of Hawaii Press.ISBN 0-8248-2157-2
  • Henshall, K.2001. A History of Japan: From Stone Age to Superpower. New York City, NY: St. Martin's Press. ISBN 0-312-23370-1

Pranala luar