Lompat ke isi

Alisin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 11 Desember 2015 00.54 oleh Agung.karjono (bicara | kontrib) (Dibuat dengan menerjemahkan halaman "Allicin")
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Allicin adalah senyawa organosulfur yang diperoleh dari bawang putih, suatu spesies dalam famili Alliaceae.[1] Pertama kali diisolasi dan diteliti dalam laboratorium oleh Chester J. Cavallito dan John Hays Bailey pada tahun 1944.[2][3] Ketika bawang putih segar dicacah atau dikeprek, enzim alliinase mengubah alliin menjadi allicin, yang bertanggung jawab pada aroma bawang putih segar.[4] Allicin yang terbentuk sangat tidak stabil dan dengan cepat berubah menjadi sejumlah senyawa belerang lainnya seperti dialil disulfida.[5] Senyawa ini menunjukkan aktivitas antibakteri, anti jamur, antivirus, dan antiprotozoa.[6] Allicin adalah mekanisme pertahanan diri bawang putih dari serangan hama.[7]

Struktur dan keberadaan

Allicin memiliki gugus fungsi tiosulfinat R–S(O)–S–R. Senyawa ini tidak terdapat dalam bawang putih kecuali terjadi kerusakan jaringan,[1] dan terbentuk akibat aksi enzim alliinase pada alliin. Allicin bersifat khiral tetapi hanya terdapat di alam dalam bentuk rasematnya.[3] Bentuk rasemat dapat dihasilkan dari oksidasi dialil disulfida:[8]

(SCH2CH=CH2)2 + RCO3H → CH2=CHCH2S(O)SCH2CH=CH2 + RCO2H

Alliinase mengalami deaktivasi permanen pada pH di bawah 3, akibatnya, allicin umumnya tidak diproduksi dalam tubuh dari mengkonsumsi bawang putih segar atau bubuk.[9][10] Selain itu, allicin tidak stabil, terurai setelah 16 jam pada temperatur 23ºC.[11]

 Biosintesis Allicin

Allicin adalah cairan berminyak berwarna agak kuning yang menyebabkan bau bawang putih menjadi unik. Ini adalah kelompok tioester dari asam sulfinat yang juga dikenal dengan alil tiosulfinat.[12] Aktivitas biologinya adalah aktivitas antioksidan dan bereaksi dengan protein yang mengandung tiol.[13]

Dalam biosintesis allicin (tio-2-propena-1-asam sulfinat S-alil ester), sistein terlebih dahulu dikonversi menjadi alliin (+S-alil-L-sistein sulfoksida). Enzim alliinase, yang mengandung fosfat piridoksal (pyridoxal phosphate, PLP), memotong alliin, menghasilkan asam alilsulfenat, piruvat, dan amonium.[13] Pada suhu kamar, asam alilsulfenat tidak stabil dan sangat reaktif, yang menyebabkan penggabungan spontan dua molekulnya dalam suatu reaksi dehidrasi membentuk allicin.[12]

Allicin diproduksi dalam sel bawang putih ketika terjadi kerusakan. Hal ini menjelaskan penyebab bau bawang putih yang menyengat saat dipotong atau dimasak. Diyakini bahwa alliin dan alliinase berada dalam kompartemen yang terpisah di dalam sel dan hanya dapat bercampur ketika kompartemen-kompartemen tersebut koyak.[14]

Biosintesis Allicin

Potensi manfaat kesehatan

Beberapa penelitian pada hewan yang dipublikasikan antara 1995 dan 2005 mengindikasikan bahwa allicin dapat mengurangi aterosklerosis dan deposisi lemak,[15][16] menormalkan keseimbangan lipoprotein, menurunkan tekanan darah,[17][18] memiliki aktivitas anti-trombosis[19][19] dan anti-inflamasi, dan berfungsi sebagai antioksidan dalam beberapa hal.[20][21][22] Penelitian pada hewan lainnya menunjukkan efek oksidatif kuat dalam usus yang dapat merusak sel intestinal, meskipun banyak dari hasil ini diperoleh dari pemberian allicin dalam jumlah berlebih yang jelas-jelas menunjukkan toksisitas pada jumlah besar, atau menyuntikkan langsung allicin ke dalam darah, yang tidak dapat mewakili konsumsi allicin secara oral atau suplemen bawang putih.[23][24] Percobaan klinik acak yang didanai oleh National Institutes of Health (NIH) di Amerika Serikat dan dipublikasikan dalam Archives of Internal Medicine tahun 2007 menunjukkan bahwa konsumsi bawang putih dalam bentuk apapun tidak mengurangi level kolesterol darah dalam pasien dengan level paduk kolesterol agak tinggi.[25] Bawang putih segar yang digunakan dalam studi ini mengandung allicin dalam tingkat substansial, sehingga studi meragukan kemampuan allicin yang dikonsumsi oral dapat menurunkan level kolesterol darah dalam manusia.

Pada tahun 2009, Vaidya, Ingold, dan Pratt melakukan klarifikasi mekanisme aktivitas antioksidan bawang putih, dengan cara menjebak radikal bebas yang rusak. Ketika allicin mengalami dekomposisi, ia akan membentuk asam 2-propenasulfenat, dan senyawa ini terikat pada radikal bebas tersebut.[26] Asam 2-propenasulfenat yang terbentuk ketika bawang putih dipotong atau dihancurkan memiliki waktu paruh kurang dari satu detik.[27]

Aktivitas antibakteri

Allicin telah diketahui memiliki sejumlah sifat antimikroba, dan telah diteliti dalam hubungannya dengan pengaruhnya dan reaksi biokimianya.[28] Salah satu aplikasi potensial adalah dalam perawatan Staphylococcus aureus resisten methicillin (methicillin-resistant Staphylococcus aureus, MRSA), suatu perhatian dengan prevalensi meningkat di rumah sakit. Pemberian allicin pada 30 strains MRSA menunjukkan aktivitas antimikroba tingkat tinggi, termasuk terhadap strain yang resisten terhadap bahan kimia lainnya.[29] Dari strain yang diuji, 88% mempunyai konsentrasi penghambat minimum cairan allicin 16 mg/L, dan semua strain dihambat pada 32 mg/L. Lebih jauh lagi, 88% pasien isolasi klinis mempunyai konsentrasi bakteri minimum 128 mg/L, dan seluruhnya terbunuh pada 256 mg/L. Dari strain ini, 82% menunjukkan resistensi menengah atau total terhadap mupirocin. Studi yang sama mempelajari penggunaan krim aqueous allicin, dan mendapatkan bhwa kurang efektif dari pada allicin cair. Pada 500 mg/L, krim tetap aktif melawan seluruh organisme yang diujikan—dibandingkan dengan 20 g/L muprocin yang saat iini digunakan untuk aplikasi tropis.[29]

Formulasi allicin murni berbasis air diketahui lebih stabil secara kimiawi dari pada preparat ekstrak bawang putih lainnya.[29] Mereka mengemukakan bahwa kestabilan mungkin akibat dari ikatan hidrogen air terhadap atom oksigen yang reaktif dalam allicin, dan juga ketiadaan komponen lain dalam tumbukan bawang putih yang dapat mengawastabilkan (destabilize) molekul.[30]

Aktivitas antivirus

Allicin memiliki aktivitas antivirus, baik in-vitro maupun in-vivo. Beberapa virus yang rentan terhadap allicin antara lain Herpes simplex tipe 1 dan 2, virus Parainfluenza tipe 3, Human cytomegalovirus, Influenza B, virus Vaccinia, virus Vesicular stomatitis, dan Human rhinovirus tipe 2.[31]

Sebanyak 146 dewasa sehat[32] sebagai plasebo dalam penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi suplemen allicin murni per hari membawa hasil yang dramatis,[33] dengan menurunkan resiko flu sebesar 64%, mengurangi lamanya gejala sebesar 70%, dan mereka dalam kelompok perawatan hanya sekali terserang flu.[34][35]

Lihat juga

Referensi

  1. ^ a b Eric Block (1985).
  2. ^ Cavallito, Chester J.; Bailey, John Hays (1944).
  3. ^ a b Eric Block (2010).
  4. ^ Kourounakis, PN; Rekka, EA (November 1991).
  5. ^ Ilic, Dusica; Nikolic, Vesna; Nikolic, Ljubisa; Stankovic, Mihajlo; Stanojevic, Ljiljana; Cakic, Milorad (2011).
  6. ^ Salama, A. A.; Aboulaila, M; Terkawi, M. A.; Mousa, A; El-Sify, A; Allaam, M; Zaghawa, A; Yokoyama, N; Igarashi, I (2014).
  7. ^ What is Allicin?
  8. ^ Cremlyn, R. J. W. (1996).
  9. ^ Brodnitz, M.H., Pascale, J.V., Derslice, L.V. (1971).
  10. ^ Yu, Tung-HSI; Wu, Chung-MAY (1989).
  11. ^ Hahn, G (1996).
  12. ^ a b Nikolic, V; Stankovic, M; Nikolic, Lj; Cvetkovic, D (Jan 2004).
  13. ^ a b Rabinkov, A; Miron, T; Konstantinovski, L; Wilchek, M; Mirelman, D; Weiner, L (Feb 1998).
  14. ^ Focke, M; Feld, A; Lichtenthaler, K (Feb 1990).
  15. ^ S. Eilat, Y. Oestraicher, A. Rabinkov, D. Ohad, D. Mirelman, A. Battler, M. Eldar and Z. Vered (1995).
  16. ^ D. Abramovitz, S. Gavri, D. Harats, H. Levkovitz, D. Mirelman, T. Miron, S. Eilat-Adar, A. Rabinkov, M. Wilchek, M. Eldar and Z. Vered, (1999).
  17. ^ Silagy CA, Neil HA (1994).
  18. ^ A. Elkayam, D. Mirelman, E. Peleg, M. Wilchek, T. Miron, A. Rabinkov, M. Oron-Herman and T. Rosenthal (2003).
  19. ^ Srivastava KC (1986).
  20. ^ U. Sela, S. Ganor, I. Hecht, A. Brill, T. Miron, A. Rabinkov, M. Wilchek, D. Mirelman, O. Lider and R. Hershkoviz (2004).
  21. ^ Lindsey J. Macpherson, Bernhard H. Geierstanger, Veena Viswanath, Michael Bandell, Samer R. Eid, SunWook Hwang, and Ardem Patapoutian (2005).
  22. ^ Bautista DM, Movahed P, Hinman A, Axelsson HE, Sterner O, Hogestatt ED, Julius D, Jordt SE and Zygmunt PM (2005).
  23. ^ Banerjee, SK; Mukherjee, PK; Maulik, SK (2001).
  24. ^ Amagase, H; Petesch, BL; Matsuura, H; Kasuga, S; Itakura, Y (2003).
  25. ^ Gardner CD, Lawson LD, Block E; et al. (2007).
  26. ^ Vaidya, Vipraja; Keith U. Ingold; Derek A. Pratt (2009).
  27. ^ Block E, Dane AJ, Thomas S, Cody RB (2010).
  28. ^ Ankri, S; Mirelman D (1999).
  29. ^ a b c Cutler, RR; P Wilson (2004).
  30. ^ Lawson, LD; Koch HP, ed. (1996).
  31. ^ Ilić, Dušica; Nikolić, Vesna; Ćirić, Ana; Soković, Marina; Stanojković, Tatjana; Kundaković, Tatjana; Stanković, Mihajlo; Nikolić, Ljubiša (9 January 2012).
  32. ^ Nahas, R.; Balla, A. (2011).
  33. ^ Complementary and alternative medicine for prevention and treatment of the common cold.
  34. ^ HEALTH | Garlic 'prevents common cold'.
  35. ^ Josling, P. (2001).

Pranala luar

  • Johnston, Nicole (2002). "News in Brief: Garlic: A natural antibiotic". Mdd modern drug discovery 5 (4). Allicin, the major component of garlic, is one such agent, and it was recently shown to be potent against VRE and MRSA in two studies presented at the 41st Interscience Conference on Antimicrobial Agents and Chemotherapy in Chicago in December.