Lompat ke isi

Putus obat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 5 Januari 2016 02.47 oleh Rachmat-bot (bicara | kontrib) (Robot: Perubahan kosmetika)
Berkas:Gejala penghentian kokain.jpg
Gejala pemutusan obat yang terjadi pada pecandu kokain

Putus Obat adalah seperangkat gejala yang terjadi ketika pecandu atau seorang individu melakukan penghentian pengunaan obat karena kecanduan atau ketergantungan yang sudah lama digunakan.[1] Gejala putus obat ini terjadi jika pemakaian obat dihentikan atau jika efek obat dihalangi oleh suatu antagonis.[1] Pecandu yang mengalami gejala putus obat akan merasakan sakit dan dapat menunjukkan banyak gejala, seperti sakit kepala, diare atau gemetar (tremor).[1] Gejala putus obat dapat merupakan masalah yang seirus dan bahkan bisa berakibat fatal.[1] Obat tidak hanya mempunyai efek yang baik atau untuk terapi akan tetapi obat juga akan menimbulkan efek samping atas penggunaan obat tersebut.[2] Efek samping obat ini bisa ringan (pusing, mual atau gatal) dan bisa sangat berbahaya, merusak organ hati (hepatotoksik), merusak ginjal (neprotoksik) atau berpotensi menimbulkan sel kancer (carcinogenic).[2] Dokter akan memilihkan obat dengan efek samping minimal yang aman bagi pasiennya.[2] Sedangkan ada bebarapa obat yang memang tidak boleh digunakan karena mengakibatkan hal-hal yang fatal seperti halnya pengunaan obat adiktif.[2] Obat adiktif dalam masyarakat modern telah merasuki dunia dan kultur kita.[3] Zat adiktif tidak hanya zat morfin, heroin, kokain dan crack, tetapi zat yang secara sosial diterima yaitu tembakau dan alcohol.[3] Apabila penderita ingin menghentikan kebiasaan pemakaian zat itu akan menderita gejala luar biasa, yang dinamakan gejala withdrawal atau gejala putus obat.[3] Gejala ini bervariasi dari ringan sampai berat, bahkan bisa fatal.[3] Akan tetapi kini bertapapun sulitnya pengobatan medis cukup menjanjikan untuk mengobati gejala putus obat dari zat adiktif.[3]

Rujukan

  1. ^ a b c d "Ketergantungan Obat". Diakses tanggal 17 Juni 2014. 
  2. ^ a b c d "Say No To Drug". Diakses tanggal 17 Juni 2014. 
  3. ^ a b c d e David Arnot, dkk (2009). Pustaka Kesehatan Populer Psikologi, Volume 2. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. hlm. 255.