Cilongok, Balapulang, Tegal
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Cilongok | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Tegal | ||||
Kecamatan | Balapulang | ||||
Kode pos | 52464 | ||||
Kode Kemendagri | 33.28.04.2005 | ||||
Luas | 266.300Ha | ||||
Jumlah penduduk | 2128 (belum termasuk yg usia dibawah 16th) | ||||
Kepadatan | - | ||||
|
Cilongok adalah sebuah desa di kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Indonesia.
Merupakan desa yang yang terletak di kaki Gunung Slamet (3.428 meter), gunung tertinggi di Jawa Tengah. Desa cilongok adalah salah satu dari 20 desa dikecamatan Balapulang yang mayoritas penduduknya mayoritas petani. Desa cilongok termasuk kategori desa yang , hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya fasilitas umum,memiliki sumber daya alam yang cukup, serta memiliki potensi tenaga kerja yang cukup memadai.
Dibawah ini sekilas tentang ptofil Desa Cilongok (Th.2014);
USIA PENDUDUK
- Usia 0 - 4 =212 Jiwa
- Usia 5 - 6 =219 Jiwa
- Usia 7 -15 =261 Jiwa
- Usia 16- 21 =301 Jiwa
- Usia 22-60 =500 Jiwa
- 60 keatas =219 Jiwa
I. LUAS WILAYAH DAN BATAS DESA
- Luas Wilayah : 266,300 Ha
- Pemukiman. : 123,78 Ha
- Luas sawah. : 119,245 Ha
- Jalan. : 0,5 Ha
- Lain-lain. : 1,5 ha
II. BATAS DESA
- Timur. : Tembongwah
- Utara. : Danareja
- Barat. : Karangjambu
- Selatan. : Danasari
III. JUMLAH PENDUDUK
- Total penduduk : 2868 Jiwa
- Jumlah KK. : 819 JIwa
- Laki- laki. : 1422 Jiwa
- Perempuan. : 1444 Jiwa
- KK miskin. : 399 Jiwa
Desa kecil yang terletak dikaki gunung Slamet ini, dulu kala didirikan oleh seorang kepala dusun bernama mbah Kesi, dan sampai hari ini makamnya sering dikunjungai masyarakat desa sebagai penghormatan kepada jasa jasa dia. Desa yang seluruh masyarakatnya hidup dari pertanian, dan saat ini sedang bergiat mengembangkan keunggulan komparatifnya. Banyak pemuda dan pemudinya yang merantau ke kota besar, dan berhasil hidup sejahtera, sehingga menjadi penyebab tingginya urbanisasi masyarakat desa.
Sebagai akibatnya, saat ini, pertanian di desa Cilongok, banyak di kerjakan oleh orang tua, orang cacat dan orang yang punya keterbatasan, sehingga tidak bisa merantau meninggalkan desa. Sebuah ironi memang, namun semua itu bukan sebuah malapetaka, masih banyak juga pemuda-pemudinya yang bertahan di desa, sehingga perlu sebuah gerakan moral untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi mereka, agar mereka tergerak untuk mengembangkan desa dan menjadi penggiat yang mampu mengajak para perantau yang hidupnya sulit, serta para pensiunan, untuk kembali ke desa.
Bukan mustahil, suatu saat nanti, masyarakat desa Cilongok tidak harus berangkat merantau untuk menjadi orang sukses, tapi cukup tinggal di desa dan menikmati kenyamanan dan kesejahteraan hidup di desa Cilongok tercinta.
Menurut cerita dari Bapak Sutardjo, atau saat sepuh dipanggil Haji Amani, desa ini diberi nama desa Cilongok, karena terletak di tebing yang tinggi, dimana pada sebelah timur desa, ada bukit Mencongok yang puncaknya bisa digunakan untuk mengintai kondisi desa disekitarnya. Oleh karena pada saat perang kemerdekaan, banyak digunakan untuk melongok kondisi sekitarnya, maka diberi nama desa Cilongok.
Bapak Sutardjo, merupakan putra ke dua dari Bapak Waryat Wangsamidjaya, yang merupakan kepala desa di tahun 1960an, yang telah berjasa membangun saluran air irigasi, sehingga desa Cilongok tidak pernah kekeringan, sampai saat ini. Bapak Sutardjo sendiri adalah kakak kandung dari Bapak Haji Drs. Soedarso (anak ke 9 dari Bpk. Waryat), yang semasa hidupnya telah merantau ke kota Jakarta, dan setiap tahun kembali ke desa Cilongok, untuk bersilaturahmi dan menggoreskan cita-citanya untuk memajukan desa Cilongok, sebagaimana telah dilakukan oleh ayahnya, Bapak Waryat Wangsamidjaya.
Sejak tahun 1970an, saya sudah sering di ajak keliling dari desa ke desa mengunjungi keluarga besar Waryat Wangsamidjaya, dimana 10 orang anak-anaknya, hidup tersebar ke desa lain disekitarnya, mulai dari desa Karangjambu, Tembongwah, Danareja, Danasari, Buniwah, Bojong, kota Jakarta, Banjarmasin dan yang terjauh adalah anak bungsu bapak Soedarso, yakni Galuh Akhirginanti, ysng tinggal di Rouen, Perancis..
Sejak tahun 2013, desa Cilongok dipimpin oleh ibu Panca Murtiningsih, yang merupakan anak ke 5 dari bapak Soekardi (anak ke10 dari bapak Waryat Wangsamijaya), mantan Lurah th. 1996 s.d. 2008.
Lapangan Playangan
Menurut Adi Suswoyo, seorang tokoh muda setempat, lapangan Playangan adalah salah satu dari sekian tanah bengkok desa yang tersebar di wilayah desa cilongok. Tanah playangan yang terletak disebelah timur pemukiman penduduk dgn luas 1 ha, adalah bengkok milik kepala desa, atau tanah desa yg keberadaannya menjadi jatah kepala desa untuk menggarapnya, sebagai pengganti operasional kegiatan Kepala Desa.
Seiring berjalannya waktu, tanah Playangan pun menjadi teman hidup semua pejabat pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dari tahun ketahun, periode ke periode perjalanan kepemimpinan pun berjalan sukses tanpa ada masalah. Dari kepemimpinan Ki Waryat, H. Amani, dan Bpk. Sukardi Wijaya, tanah Playangan tetap menjadi hak pakai untuk operasional kepala desa....sampai akhirnya kejadian itu harus kita alami. Sebuah gejolak dari sebuah tragedi kepemimpinanpun terjadi, tepat pada 1 tahun kepemimpinan Bpk Bambang Riyanto, dimasa masa era reformasi gejolak demokrasi terjadi, Bpk Bambang yang menjadi kepala desa ke 4 desa cilongok harus meninggalkan kursi jabatannya sebelum habis masa jabatanya.
Kekosongan kepemimpinan terjadi, sementara perda untuk kepala desa masih berjalan 7 tahun lagi, alhasil BPD dan tokoh masyarakat dgn berkonsultasi pada pihak terkait memutuskan untuk mengisi kekosongan tersebut dengan mengangkat Sekretaris Desa desa Cilongok Bpk. Kadir sebagai pejabat sementara kepala desa, sampai perda selesai serta suhu politik di desa cilongok kembali normal. Media://www.youtube.com/embed/MkBUMrQBL3I <iframe width="640" height="360" src="//www.youtube.com/embed/MkBUMrQBL3I" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>
Pemuda yang menjadi tokoh perubahan, pemimpin masa depanpun tidak mau kalah memberi masukan untuk terciptanya sebuah iklim yang sejuk serta tatanan yg lebih baik. Lapangan olahraga yang menjadi sentra kegiatan pemuda pun tidak lepas dari pengamatan dan usulan untuk diperhatikan. Setiap perubahan perlu pengorbanan itu nasihat lama yang perlu diingat. Pemuda sepakat untuk meninta kepada pihak terkait untuk melepaskan separoh tanah bengkok playangan untuk menjadi lapangan sepak bola. Perjuangan pemuda pun berhasil, surat keputusanpun dibuat, playangan lepas, menjadi lapangan, dan ini juga merupakan sebuah pengorbanan dari semua pihak yang akan menggunakaan hak pakai atas tanah tersebut untuk menjadi bagian dari penghasilannya setelah menjabat kepala desa.
Kondisi Sosial Ekonomi
Warga desa Cilongok hampir 90% memiliki pokok matapencaharian dari pengolahan hasil bumi, walau harus jujur diakui juga, bahwa setelah masa olah tanah selesai , maka hampir dipastikan kepala keluarga akan meninggalkan kampung halaman untuk mencari penghasilan tambahan mengadu nasib dikota besar, apalagi saat pertanian diprediksi akan gagal panen karena hama tikus yang menjadi musuh kaum petani datang menyerang, kondisi seperti ini tidak bisa terelakan.
Cilongok adalah desa yang punya tanah / lahan subur dengan masa olah panen bisa mencapai 3 kali dalam setahun, karena sawah didesa cilongok sistem pengairannya bukan cuma tanah tadah hujan, tapi tanah yang punya pengairan yang cukup memadai untuk mengairi 119,245 ha area pesawahan yang tersebar dibeberapa blok, serta ditambah area sawah milik pemerintah desa tetangga, yang menjadi hak milik dari warga desa cilongok.
Tanah kita adalah tanah syurga, yang telah diberikan Tuhan Sang Pencipta kepada warga desa Cilongok untuk diolah menjadi sumber penghasilan serta kekayaaan yang melimpah, tinggal bagaimana kami diberi dan dbekali ilmu kreatif dan menjadikan lahan kita menjadi lahan produktif.