Lompat ke isi

Ketika Mas Gagah Pergi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 28 Maret 2016 16.00 oleh Immank (bicara | kontrib) (Nama Firmansyah harusnya ditulis Firman Syah. Terima kasih.)
Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP)
SutradaraFirman Syah
ProduserHelvy Tiana Rosa
Ditulis olehFredy Aryanto
Berdasarkan
Ketika Mas Gagah Pergi karya Helvy Tiana Rosa
PemeranHamas Syahid
Aquino Umar
Masaji Wijayanto
Izzah Ajrina
Wulan Guritno
Mathias Muchus
Epy Kusnandar
Ali Syakieb
Shireen Sungkar
Penata musikRabbanaIndah Nevertari
Cipt. Rizki Awan
Arransemen. Dwiki Dharmawan
SinematograferPT Indobroadcast & Aksi Cepat Tanggap (ACT)
DistributorPT Indobroadcast & Aksi Cepat Tanggap (ACT)
Tanggal rilis
21 Januari 2016
Negara Indonesia

Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP) merupakan novellet legendaris karya Helvy Tiana Rosa, yang ditulis tahun 1992 dan diterbitkan pertama kali tahun 1997. Kini buku KMGP sudah cetak ulang 39 kali oleh 3 penerbit dan diperkirakan telah dibaca jutaan orang. KMGP bercerita tentang hubungan keluarga, hijrah dan keindahan Islam. Beragam tokoh muda yang muncul kerap menyerukan kebaikan dan kecerdasan pemuda-pemudi Islam. Kini, KMGP “dipinang” untuk dialihkan ke film layar lebar. Skenario di-percayakan kepada penulis skenario dan sutradara film dokumenter Fredy Aryanto. Untuk sutradara, Helvy Tiana Rosa, sang penulis, mempercayakannya kepada Firman Syah. Film yang diproduksi oleh PT Indobroadcast & Aksi Cepat Tanggap (ACT) ini diperankan oleh Hamas Syahid, Masaji Wijayanto, dan Izzatun Niswah Ajrina. Film KMGP sendiri mengambil syuting di Jakarta dan Maluku Utara.Film ini dibuat dari dana patungan para pembacanya di seluruh Indonesia. Film ini memunculkan 4 pemeran utama baru namun didukung 30 cameo aktor/aktris papan atas Indonesia. Film yang dibuat dengan tim istimewa yang hampir semuanya pernah meraih piala citra. Film ini lebih dari 50% keuntungannya akan didedikasikan untuk dana kemanusiaan bekerjasama dengan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Film ini pengalurannya digarap secara tak linear, lebih cerdas, asyik, bahkan tak terduga meski para pembaca bukunya sudah tahu kisah yang mereka bilang legendaris ini. Film ini mengajak anak muda dan keluarga Indonesia berubah ke arah yang lebih baik.[1]

Sinopsis

Gita penyuka puisi yang tomboy, selalu bangga pada Mas Gagah, abang yang menurutnya nyaris sempurna. Gagah tampan, cerdas, modern dan selalu menjalankan sholat tepat waktu. Sejak Ayah mereka meninggal, Gagah sembari kuliah, membantu Mama jadi tulang punggung keluarga. Untuk keperluan kuliahnya, Gagah pergi ke Maluku Utara, membantu dosen pembimbing skripsinya menyempurnakan konsep pembangunan menara pemancar di sana. Gagah sempat hilang kontak, saat ia masuk ke wilayah pedalaman dan mengalami kecelakaan. Gita dan Mama sempat panik, tapi reda setelah komunikasi dengan Gagah pulih kembali.

Akibat kecelakaan, Gagah dirawat oleh Kyai Ghufron, pemimpin pesantren yang bersahaja dan sangat dihormati di wilayah Maluku Utara. Gagah takjub dengan kehidupan yang dijalani Kyai Ghufron dan merasakan pancaran kharismatiknya Selama Gagah pergi, Gita beberapa kali bertemu sosok misterius di jalan, tepatnya di bus, kereta api dan tempat-tempat lainnya. Sosok ini masih muda. Ia gemar mengajak orang-orang pada kebaikan, mencerahkan dan menguatkan setiap orang yang ia temui, termasuk di area pemukiman warga yang terkena musibah dan selalu menjadi orang yang paling dulu membantu mereka yang membutuhkan.

Sosok yang kemudian dikenal sebagai Yudi ini melakukan aksinya dengan enerjik, kadang kocak menghibur, menyentuh dan membawa perenungan, namun selalu menolak pemberian uang. Gita penasaran tapi ia tak merasa perlu untuk tahu lebih lanjut tentang Yudi. Setelah dua bulan di Maluku Utara, akhirnya Gagah kembali ke rumah. Betapa terkejutnya Gita karena Gagah berubah sama sekali. Gagah kini terlihat sangat bersemangat menjalankan ajaran Islam, dan kerap menasihati Gita untuk menjalankan perintah-perintah agama. Gita sebal. Pada matanya, Gagah terlihat norak dan fanatik. Ia mulai “memusuhi” Gagah. Gagah pantang menyerah. Ia terus berusaha dekat dengan Gita dan juga Mama, untuk mengajak dua orang yang ia cintai itu untuk lebih mengenal keindahan Islam. “Islam itu indah. Islam itu cinta,” adalah hal yang selalu disampaikan Gagah pada Gita.

Gita juga bertambah syok karena sahabatnya Tika, kemudian memakai jilbab dan menasehatinya, persis seperti Mas Gagah. Tika memutuskan berjilbab karena salut dengan keteladanan kakak sepupunya; Nadia yang justru mengenakan jilbab saat kuliah di Amerika Serikat. Ceramah-ceramah Yudi yang sederhana dan mengena, keberadaan Tika serta Nadia, perlahan turut menggugah kesadaran Gita agar berbaikan kembali dengan abangnya. Gita mulai mau mendengarkan Gagah dan jalan bareng lagi. Gita juga senang diajak Gagah ke “Rumah Cinta”, rumah singgah penuh buku yang pelan-pelan dibangun Gagah untuk anak-anak dhuafa di pinggiran Jakarta. Di sana ia menikmati persahabatan Gagah dengan Urip, Asep dan Ucok, mantan preman yang insyaf dan mengelola tempat tersebut.

Saat kian dekat dengan Gagah, Gita memutuskan akan memberi kejutan pada abangnya tersebut dengan memakai jilbab di hari ulangtahunnya yang ke 18. Sayang, kerusuhan yang direkayasa oknum preman, menggagalkan niat baiknya itu.

Tokoh dan pemeran

  • Hamas Syahid sebagai Gagah
  • Aquino Umar sebagai Gita
  • Masaji Wijayanto sebagai Yudi
  • Izzah Ajrina sebagai Nadia

Soundtrack

Soundtrack utama dari film ini adalah Rabbana yang dinyanyikan oleh Indah Nevertari[2]. Lagu ini ciptaan Rizki Awan dan musiknya di arransemen oleh Dwiki Dharmawan.[3]

Referensi

Pranala luar