Kursi
Kursi adalah sebuah perabotan rumah yang biasa digunakan sebagai tempat duduk. Pada umumnya, kursi memiliki 4 kaki yang digunakan untuk menopang berat tubuh di atasnya. Beberapa jenis kursi, seperti barstool, hanya memiliki 1 kaki yang terletak di bagian tengah. Kadang-kadang kursi juga dilengkapi dengan sandaran kaki.
Kursi lipat merupakan salah satu contoh jenis kursi yang sudah cukup terkenal. Dinamakan kursi lipat karena kursi ini bisa dilipat saat tidak digunakan sehingga lebih praktis ketika disimpan. Berdasarkan strukturnya, kursi lipat bisa dibedakan menjadi 2 macam yakni kursi lipat meja dan kursi lipat tanpa meja. Masing-masing jenis kursi lipat ini mempunyai manfaat dan penggunaan yang berbeda-beda.
Beberapa kursi 4 kaki yang dibuat saat ini memiliki struktur desain yang sempurna sehingga bahkan mampu membuatnya menyangga beban lebih dari 500 kilogram.
SEJARAH
Kursi merupakan salah satu perabot tertua dan utama di masyarakat. Kursi baru populer pada abad XVII.
Pada saat awal ditemukan, kursi merupakan simbol kekuasaan dan martabat. Misalnya pada masyarakat Mesir Kuno (3110-1070 SM). Kursi untuk raja terbuat dari mahak, entah itu kayu hitam, gading, atau kayu berlapis emas, diukir atau dicat cerah, lalu dibalut kain mahal atau kulit binatang. Ujung kaki kursi biasanya serupa kaki binatang, lengkap dengan cakar atau kukunya.
Serupa dengan Mesir, pada masyarakat Yunani Kuno, (110-400 SM), kursi menentukan status sosial pemiliknya. Namun, bangsa itu sempat menemukan model kursi ‘klysmos’ yaitu kursi tanpa tangan yang berbentuk khas, dua kaki depannya melengkung seperti huruf C menganga ke depan, sebaliknya dua kaki belakangnya seperti hurup C menghadap ke belakang. Sandarannya pun melengkung dan dudukannya terbuat dari tali. Kursi tersebut kembali populer pada awal abad XIX dan XX.
Berbeda lagi dengan Bangsa Romawi kuno (700-400 SM), walaupun banyak meniru gaya Yunani, mereka memiliki ciri tersendiri dengan lebih banyak menggunakan perunggu dan perak. Bangsa Romawi berhasil mengembangkan dingklik menjadi curule yaitu bangku yang sering diduduki hakim. Curule biasanya dari gabungan kayu dengan gading atau logam yang dicor. Model curule bertahan sampai Abad Pertengahan (400-1300 M). Kemudian disusul dengan kursi dengan sandaran, panel samping yang tinggi, atau kanopi dari kain damask atau beludru. Panel dan kanopi itu sebagai penangkal tiupan angin.
Di Jepang, India, dan Cina -terutama pada Dinasti Han (202-200 SM)- telah dihasilkan perabot oriental yang bernilai seni tinggi. Pengrajin Cina terampil menyambung antar bagian tanpa paku atau pasak, dan jarang sekali menggunakan lem. Caranya, ujung-ujung di bagian sambungan dipahat dengan sangat terampil, sehingga bisa masuk satu sama lain.
Di Abad Pertengahan keterampilan orang Eropa dalam membuat perabot merosot tajam. Untuk menutupi ketidakterampilannya, pengrajin mengecatnya atau melapisinya dengan emas.
Pada abad XVI, ditemukanlah kursi santai dengan bagian dudukan, sandaran punggung, dan tangan yang diganjal dan dilapisi kain. Kain pelapis biasanya dari wol, kain bersulam, atau bahan permadani.
Abad XIX, kursi merefleksikan pesatnya perkembangan teknologi. Tahun 1928 Samuel Pratt mematenkan kursi buatannya yang pertama kali menggunakan pegas dari kawat besi atau baja yang akhirnya diterapkan pada kursi santai sehingga menjadi lebih nyaman.
Pada abad XX, plastik dikenal sebagai materi baru untuk kursi. Plastik memang sangat fleksibel untuk segala hal.
Lihat pula
Sejarah
Kursi merupakan salah satu perabot tertua dan utama di masyarakat. Kursi baru populer pada abad XVII.
Pada saat awal ditemukan, kursi merupakan simbol kekuasaan dan martabat. Misalnya pada masyarakat Mesir Kuno (3110-1070 SM). Kursi untuk raja terbuat dari mahak, entah itu kayu hitam, gading, atau kayu berlapis emas, diukir atau dicat cerah, lalu dibalut kain mahal atau kulit binatang. Ujung kaki kursi biasanya serupa kaki binatang, lengkap dengan cakar atau kukunya.
Serupa dengan Mesir, pada masyarakat Yunani Kuno, (110-400 SM), kursi menentukan status sosial pemiliknya. Namun, bangsa itu sempat menemukan model kursi ‘klysmos’ yaitu kursi tanpa tangan yang berbentuk khas, dua kaki depannya melengkung seperti huruf C menganga ke depan, sebaliknya dua kaki belakangnya seperti hurup C menghadap ke belakang. Sandarannya pun melengkung dan dudukannya terbuat dari tali. Kursi tersebut kembali populer pada awal abad XIX dan XX.
Berbeda lagi dengan Bangsa Romawi kuno (700-400 SM), walaupun banyak meniru gaya Yunani, mereka memiliki ciri tersendiri dengan lebih banyak menggunakan perunggu dan perak. Bangsa Romawi berhasil mengembangkan dingklik menjadi curule yaitu bangku yang sering diduduki hakim. Curule biasanya dari gabungan kayu dengan gading atau logam yang dicor. Model curule bertahan sampai Abad Pertengahan (400-1300 M). Kemudian disusul dengan kursi dengan sandaran, panel samping yang tinggi, atau kanopi dari kain damask atau beludru. Panel dan kanopi itu sebagai penangkal tiupan angin.
Di Jepang, India, dan Cina -terutama pada Dinasti Han (202-200 SM)- telah dihasilkan perabot oriental yang bernilai seni tinggi. Pengrajin Cina terampil menyambung antar bagian tanpa paku atau pasak, dan jarang sekali menggunakan lem. Caranya, ujung-ujung di bagian sambungan dipahat dengan sangat terampil, sehingga bisa masuk satu sama lain.
Di Abad Pertengahan keterampilan orang Eropa dalam membuat perabot merosot tajam. Untuk menutupi ketidakterampilannya, pengrajin mengecatnya atau melapisinya dengan emas.
Pada abad XVI, ditemukanlah kursi santai dengan bagian dudukan, sandaran punggung, dan tangan yang diganjal dan dilapisi kain. Kain pelapis biasanya dari wol, kain bersulam, atau bahan permadani.
Abad XIX, kursi merefleksikan pesatnya perkembangan teknologi. Tahun 1928 Samuel Pratt mematenkan kursi buatannya yang pertama kali menggunakan pegas dari kawat besi atau baja yang akhirnya diterapkan pada kursi santai sehingga menjadi lebih nyaman.
Pada abad XX, plastik dikenal sebagai materi baru untuk kursi. Plastik memang sangat fleksibel untuk segala hal.