Lompat ke isi

Fatin Hamama

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 8 Mei 2016 01.31 oleh Rachmat-bot (bicara | kontrib) (cosmetic changes, removed stub tag)

Fatin Hamama (lahir 15 November 1967) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui sejumlah karya-karyanya berupa puisi yang diterbitkan di berbagai media massa. Fatin dikenal juga sebagai penyair yang kerap menulis puisi-puisi relijius dan menampilkan di panggung pertunjukan, dalam negeri dan mancanegara.[1]

Latar belakang

Lahir dan besar di Padang Panjang, Sumatera Barat, 15 November 1967. Ia merupakan perempuan penyair yang kerapkali menulis puisi-puisi relijius. Sejak usia muda, dia sudah menggeluti dunia kesenian utamanya seni sastra (puisi). Pada saat Fatin masih duduk dibangku kelas III sekolah dasar, berkali-kali dia sudah memenangi lomba cipta dan baca puisi. Ia kemudian menjadi anak binaan sastrawan Leon Agusta. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir (1987-1995), ia kembali ke Indonesia dan aktif mengikuti forum-forum sastra, termasuk menjadi pengurus Komunitas Sastrawan Indonesia (KSI). Dia juga pernah terlibat dalam beberapa perhelatan sastra, baik dalam negeri maupun mancanegara pernah Pertemuan Sastrawan Nusantara, Malaysia (1999), Dialog Utara VIII di Thailand (1999), Debat Sastra Akhir Abad di LKBN Antara (1999), Festival penyair Dunia di Seoul, Festival penyair Dunia di Korea Selatan, (1997),Festival penyair Dunia di Sydney (Australia), dan Festival penyair Dunia di Kuala Lumpur (Malaysia). Karya-karyanya pernah dimuat di sejumlah media cetak antara lain, Semangat, Haluan dan Singgalang. Ia meluncurkan buku kumpulan puisinya yang berjudul Papyrus, yang merupakan ungkapan kecintaannya kepada Mesir sebagai ummud dunya (ibu Dunia). Baginya, puisi adalah ungkapan hati sebagai sarana mengekspresikan kedekatan pada Tuhan. Selain berpuisi, Fatin juga aktif sebagai dubber untuk film-film India di beberapa stasiun televisi swasta, serta drama radio Butir-butir Pasir di Laut.[2][3][4][5]

Karya

  • Semangat
  • Haluan
  • Singgalang
  • Papyrus

Kontroversi

Fatin Hamama bersama Denny JA pernah terlibat perseteruan dengan sesama penyair Saut Situmorang yang berujung pada proses hukum di mana Saut dipanggil oleh Polda Metro Jaya atas sangkaan perbuatan tidak menyenangkan kepada Fatin. Kasus ini bermula dari komentar Saut di jejaring sosial Facebook yang dianggap kasar, atas masuknya nama Denny JA ke dalam buku 33 Sastrawan Indonesia Paling Berpengaruh. Budayawan Indonesia, Radhar Panca Dahana dan ketua komite sastra Dewan Kesenian Jakarta Fikar W Eda menyayangkan sikap Fathin Hamama yang menyeret diskusi sastra antara Fatin Hamama dengan Saut Situmorang kedalam ranah hukum, hal tersebut dianggap tidak pas dan berlebihan. Fatin Hamama secara sadar atau tidak, telah mengubur dalam-dalam titel kepenyairannya, dan mencoreng muka Leon Agusta, yang di sebut-sebut oleh Fatin Hamama sebagai guru.

Referensi