Lompat ke isi

Portal:Ilmu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 22 Juni 2016 05.13 oleh Hannanputra (bicara | kontrib) (muballigh, payakumbuh, Al-Azhar)
Berkas:H Hannan Putra Lc.gif
Pengasuh Pesantren Terpadu Insan Cendekia Harau Sumatera Barat, Direktur Al-Azhar Center Sumatera Barat, Pembimbing Travel Umrah Al-Azhar Islamic Tour (AIT) Sumatera Barat

H. Hannan Putra, Lc. Lahir di kota kecil Payakumbuh 9 Maret 1986. Tumbuh di keluarga sederhana dan religi. Sejak kecil sudah tampak kecintaannya belajar ilmu agama. Ketika duduk di kelas 4 SD, ia sudah memberi wirid ceramah Ramadhan. Lepas SMP, ia sudah dipercaya memberi Khutbah Idul Fitri di Pesantren Al-Kautsar Tanjung Pati. Ia juga kerap diistilahkan sebagai pewaris darah sang kakek Almarhum Buya Nashruddin Jarun yang merupakan ulama di zaman kolonial Belanda.

Selepas menamatkan pendidikannya di MAN 2 Payakumbuh tahun 2004, Hannan muda mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi ke Universitas Al-Azhar Mesir. Ia memilih untuk tinggal di kota kecil Tafahna Al-Asyraf yang jauh dari hiruk-pikuk ibukota Kairo. Tujuannya, agar ia lebih fokus untuk menimba ilmu dari ulama setempat.

Selain menuntut ilmu di bangku kuliah, ia juga berguru dengan ulama-ulama Mesir. Diantara ulama terkenal yang pernah ia datangi untuk menuntut ilmu seperti; Syaikh Wahid Abdussalam Bali (murid Syaikh Bin Baz dan Al-Utsaimin, penemu metode ruqyah syar'iyah), Syaikh Majdi Arafat (ahli hadis terkemuka di Mesir), Syaikh Abdul Badi' (guru besar Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir), dan ulama-ulama terkenal lainnya.

Selama di Mesir, ustadz muda yang hobi traveling ini tak mau berdiam diri di Mesir saja. Belasan negara Arab ia datangi. Ia mengaku pernah menjadi gelandangan di beberapa negara. Termasuk menunaikan haji secara backpacker di usia 19 tahun.

Sepulang dari Mesir tahun 2009, warga Payakumbuh telah melekatkan panggilan Buya Muda pada dirinya. Ia bersama Ustadz H Ahmad Maududi mendirikan Pesantren Terpadu Insan Cendekia Payakumbuh. Selain aktif sebagai pimpinan pesantren, Buya muda ini kerap juga aktif mengisi wirid pengajian di masjid dan radio. Tak lama setelah itu, ia pun mendirikan radio syariah dan dakwah pertama di kota Payakumbuh.

Setahun setelahnya, ustadz muda yang selalu mengaku kurang ilmu tersebut menerima tawaran beasiswa untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sembari berkuliah, ia terus aktif berdakwah melalui tulisan dan radio. Saat itu, tulisannya kerap menyita perhatian cendekiawan muslim di media online dan cetak. Akhirnya, tahun 2011 ia diminta bergabung dengan salah satu media Islam terbesar, Republika.

Selama lima tahun menjadi jurnalis di Koran Nasional Republika, ia sudah malang melintang ke berbagai daerah di tanah air. Ustadz muda yang pernah menerbangkan pesawat ini juga pernah dikirim ke pedalaman Papua. Tulisannya tentang Pesantren Walesi yang berada di kaki gunung Jaya Wijaya mendapat apresiasi banyak pihak. Hingga Menteri Pendidikan di era SBY, Muhammad Nuh pun tergerak untuk berkunjung ke pesantren tersebut.

Tahun 2014,Ustadz Hannan diminta kembali untuk mengurus Pesantren Terpadu Insan Cendekia Payakumbuh yang ia dirikan dulu. Tak lama setelah itu, aa pun mempersunting putri Minang, Aulia Tivani dan kemudian dianugrahi seorang putri cantik bernama Hunaina Aufa Iltizama.

Semenjak itu, tugasnya sebagai jurnalis ia fokuskan hanya menggarap halaman Dialog Jumat yang menjadi jargon koran Republika. Ia memutuskan untuk menetap di Kota Payakumbuh dan hanya menulis rubrik keislaman saja, seperti; kolom Fatwa, Fiqh Muslimah, Uswah, Ensiklopedi Islam, Tuntunan, dan kolom Wawancara. Sembari mengurus pesantren, tulisan-tulisannya terus mengisi lembar-lembar Dialog Jumat bersama Prof Dr KH Nasrudin Umar, Imam besar Masjid Istiqlal Jakarta.

Para Kiai di pesantren-pesantren Jawa serta beberapa Guru Besar dari Perguruan Tinggi Islam pernah memberikan apresiasi secara khusus kepada tulisan-tulisan sang ustadz. Tulisan-tulisan beliau di Republika pun kerap menjadi objek penelitian dari skripsi para mahasiswa.

Ustadz Hannan mengaku selama menjadi jurnalis cakrawala berfikirnya menjadi terbuka. Ada tafsir dari ayat-ayat kauniyah yang banyak ia dulang selama menjadi jurnalis. Hal ini tak pernah ia dapatkan selama di bangku kuliah. Konsep dakwah yang diusungnya "mengajak kepada luasnya Islam bukan kepada sempitnya golongan" menjadi lebih indah karena diperkaya dengan wawasannya sebagai jurnalis.

Kini, Ustadz muda yang masih menggandrungi dunia fotografi dan jurnalistik ini masih tetap mengasuh pesantren. Pesantren Terpadu Insan Cendekia yang dulu berawal dari 34 orang santri, kini sudah berkembang menjadi 1085 orang santri. Beberapa waktu, ia juga dipercaya membimbing jamaah umrah bersama Travel Umrah Al-Azhar Islamic Tour (AIT).

Bersama rekan-rekannya sesama alumni Universitas Al-Azhar Mesir di Payakumbuh, ia juga mendirikan Al-Azhar Center. Yakni sebuah lembaga dakwah yang membidangi percetakan buletin dakwah, pelatihan da'i dan muballigh, serta Rumah Qur'an Al-Azhar (RQA) untuk pendidikan Alquran bagi anak-anak dhuafa.