Lompat ke isi

Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 15 Agustus 2016 01.50 oleh Gan Wiyono (bicara | kontrib) (tanggal dan nama)
Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah di Indonesia
Berkas:Logo GSSJA.jpg
Logo Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah di Indonesia
PenggolonganProtestan
WilayahIndonesia
Didirikan1914

Gereja Sidang Sidang Jemaat Allah, disingkat GSJA, adalah salah satu sinode gereja Kristen Protestan di Indonesia yang bernaung di bawah Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) (sejak tahun 2005). Selain PGI, GSJA juga merupakan anggota dari Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) (Sejak tahun 1975).[1]

Latar Belakang

Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah atau the Assemblies of God adalah salah satu denominasi Pentakosta klasik yang didirikan pada 1914 di Hot Springs, Arkansas, Amerika Serikat.

Pada awal bulan April 1914 Sekitar 300 pendeta dari 17 negara bagian plus Mesir dan Afrika Selatan berkumpul untuk membentuk sebuah persekutuan Pentakostal. Ada lima buah alasan mengapa persekutuan pentakostal ini perlu dibentuk. Alasan pertama adalah untuk memformulasikan posisi doktrinal yang kuat bagi gereja-gereja independen yang terus bertumbuh tersebut agar mereka tidak mudah digoncangkan oleh berbagai angin pengajaran.  Alasan yang kedua adalah kerinduan untuk mengkonsolidasi dan melindungi pelayanan Pentakosta yang terancam kandas bila tidak terdapat mutual support dari para pendeta Pentakosta yang kerap kali terisolasi satu sama lain.  Alasan ketiga adalah kebutuhan bersama untuk memiliki badan misi luar negara yang sanggup mendistribusikan dana misi yang masuk secara adil, efektif dan efisien.  Alasan keempat adalah kebutuhan untuk menyediakan lembaga pendidikan untuk melatih dan mempersiapkan gembala-gembala sidang dan pemimpin-pemimpin gereja masa depan. Alasan yang kelima adalah terkait dengan masalah legal (hukum); maksudnya adalah perlu dibentuk semacam “organisasi” yang dapat menyatukan berbagai gereja independen tersebut agar memiliki status hukum yang sah diranah hukum Amerika Serikat.[2]

Mula-mula the Assemblies of God lebih bersifat seperti fellowship semata, bukan sebuah denominasi seperti sekarang ini. Hal ini dibuktikan dengan ketiadaan tata gereja dan pernyataan doktrinal di awal berdirinya.  Persepsi umum di antara para pendeta Pentakosta yang anti organisasi (karena kerap menjadi “balok penghalang” bagi karya Roh Kudus) tentu menjadi latar belakang dibalik pilihan untuk membentuk fellowship yang lebih longgar ini.[3]

Namun, munculnya pengajaran baru yang dikenal dengan nama “the New Issue” atau “Oneness theology” memaksa the Assemblies of God memformulasikan the Statement of Fundamental Truth pada tahun 1916.Menurut pengajaran “oneness”, yang dipopulerkan oleh Frank Ewart dan Glenn Cook ini, satu-satunya formula baptisan yang sah adalah dalam nama Yesus bukan dalam nama Bapak, Anak, dan Roh Kudus. Formula baptisan yang “salah” mengharuskan baptisan ulang.  Dengan cepat ajaran ini berkembang menyapu negeri Amerika Serikat.  Jika tidak ada perlawanan dari orang-orang seperti J. Roswell Flower dan John W. Welch,  the Assemblies of God pasti berwarna unitarian.  Pada tahun 1916, di St. Louis diadakan pertemuan besar yang berujung dengan dikeluarkannya Statement of Fundamental Truths yang jelas menolak pengajaran “oneness” dan meneguhkan doktrin trinitarian. Tetapi “harga” yang harus dibayar dengan keluarnya “Statement of Fundamental Truth” ini cukup “mahal”.  Seratus lima puluh enam anggota the Assemblies of God keluar dan membentuk the Pentecostal Assemblies of the World.[4]

Berakhirnya kontroversi Oneness Theology di dalam tubuh the Assemblies of God bukan saja menandai lahirnya the Assemblies of God sebagai salah satu denominasi Pentakosta, melainkan juga komitmen dari the Assemblies of God untuk berada dalam alur orthodoxy.  Menurut Dr. William W. Menzies, pilihan ini yang sungguh tepat.  Justru karena berada dalam jalur orthodoxy inilah the Assemblies of God dapat terus lestari dan bertumbuh, bukannya layu dan kemudian mati di tengah pusaran waktu.[5] Hal ini dapat dibuktikan dengan catatan statistik ini:  Seabad sesudah peristiwa di Hot Springs, Arkansas (2014), the Assemblies of God menjadi pilihan denominasi dari 67.290.023 jiwa yang tersebar di lebih dari 100 negara.[6] Dengan jumlah konstituen yang begitu besar itu  the Assemblies of God kini menjadi denominasi Pentakosta terbesar di dunia


Sejarah Singkat

Pelayanan the Assemblies of God in Indonesia atau Gereja-gereja Sidang Jemaat Allah berawal dari kedatangan misionaris swa-dana dan swa-karsa yang bernama Kenneth George Short di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah pada tahun 1936. Kenneth adalah lulusan sekolah Alkitab milik the Assemblies of God, Southern California Bible College (kini berganti nama Vanguard University). Beberapa waktu kemudian datang 2 keluarga misionaris-misionaris swa-karsa dan swa-dana lainnya, Ralph Mitchell Devin dan Raymond Busby. Devin dan Busby tampaknya lebih aktif dalam berorganisasi, Mereka kemudian membentuk apa yang dikenal dengan nama Bethel Indies Mission.

Perang Dunia II menghentikan karya pelayanan mereka di Indonesia (dulu dikenal dengan nama Hindia Belanda). Mereka kembali ke Amerika Serikat dan melayani di sana sebagai pelayan-pelayan Injil the Assemblies of God. Usai Perang Dunia II, mereka kembali ke Indonesia. Kali ini mereka diutus secara resmi sebagai utusan-utusan Injil the Assemblies of God. Namun demikian, nama Bethel Indies Mission masih dipakai hingga tahun 1951 sebelum secara resmi diganti dengan nama Sidang-sidang Jemaat Allah.

Hingga tahun 1959, kepemimpinan denominasi ini ada di tangan para misionaris Amerika Serikat. Soemardi Stefanus, mantan murid M.A. Alt, tokoh Pentakosta mula-mula di Indonesia adalah orang Indonesia pertama yang dipercaya untuk memimpin denominasi ini. Dia memimpin dari tahun 1959 hingga 1981. Selanjutnya denominasi ini dipimpin oleh Paul Tehupuring (1981-1993), Soewandoko Roeslim (1993-2003), Izaak Kaihatu (2003-1016). Kongres GSJA XXIII di Bandung yang berlangsung pada awal Agustus 2016 menetapkan kepemimpinan Gereja-gereja Sidang Jemaat Allah periode 2016-2021.

Ketua: Budi Setiawan

Wakil Ketua: Hari Agus Rimba

Sekretaris: Stefano Indra Bramono

Bendahara: Wiwiek Tedjo Budiono

Komisaris: John Hotman Gurning.

Pengakuan Iman

Pengakuan Iman Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah di Indonesia.

  1. Alkitab adalah firman Allah yang diilhamkan dan tanpa salah; satu-satunya kaidah yang mutlak dan berwenang bagi iman dan perilaku manusia.
  2. Allah adalah esa, hadir secara kekal dalam tiga oknum: Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
  3. Tuhan Yesus Kristus :
    • ilahi adanya,
    • lahir dari seorang anak dara,
    • hidup tanpa dosa,
    • melakukan mujizat-mujizat,
    • menebus manusia yang berdosa melalui kematian-Nya,
    • bangkit secara badani,
    • naik ke sorga dan dimuliakan di sebelah kanan Allah Bapa,
    • akan datang kembali ke bumi dalam kuasa dan kemuliaan untuk memerintah dalam Kerajaan Seribu Tahun.
  4. Oleh pelanggaran satu orang (Adam) dosa telah masuk ke dalam dunia, dan maut oleh sebab dosa; demikianlah maut telah menimpa semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.
  5. Keampunan dan penyucian dari dosa hanyalah melalui pertobatan dan iman kepada kuasa penyucian darah Kristus.
  6. Pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus mutlak perlu bagi keselamatan seseorang.
  7. Karya penebusan Kristus di atas salib menyediakan kesembuhan bagi tubuh manusia melalui doa dan iman.
  8. Pengudusan dikerjakan oleh Roh Kudus yang mendiami orang percaya.
  9. Baptisan Roh Kudus menurut Kisah Para Rasul 2:4 dikaruniakan kepada orang beriman yang memohon kepada Allah.
  10. Pengangkatan Gereja pada waktu kedatangan Kristus di awan-awan merupakan pengharapan yang bahagia bagi orang-orang percaya.
  11. Kebangkitan tubuh bagi orang-orang percaya maupun yang tidak percaya; yang pertama untuk menerima hidup yang kekal dan yang kedua untuk menerima hukuman yang kekal.[7]

Referensi

  1. ^ Lihat. Gani Wiyono, Gereja sidang-sidang Jemaat Allah dalam Lintasan Sejarah 1936-2016 (Malang: Gandum Masm 2016), 116, 162.
  2. ^ Vinson Synan, “the Finished Work Pentecostal Churches” dalam the Century of the Holy Spirit (Nashville, TN: Thomas Nelson Publishers, 2001), 128.
  3. ^ The New International Dictionary of Pentecostal and Charismatic Movement., s.v. “the Assemblies of God”, oleh Edith M. Blumhoffer
  4. ^ Synan, “the Finished Work Pentecostal Churches,” 143.
  5. ^ William W. Menzies and Robert P. Menzies. Spirit and Power: Foundations of Pentecostal Experience (Grand Rapids, MI: Zondervan, Publishing House, 2000), 21-22.
  6. ^ http://ag.org/top/About/statistics/index.cfm
  7. ^ Sumber: Peraturan Pelaksanaan, tahun 2003

Pranala luar