Lompat ke isi

Zhang Chongren

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 1 Februari 2008 02.58 oleh Ridwanong (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Zhang Chongren''' (pinyin: Zhāng Chōngrén; Wade-Giles: Chang Ch'ung-jen, lahir Xujiahui 1907, wafat Paris, 8 Oktober 1998) adalah seorang seniman dan pematung [...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Zhang Chongren (pinyin: Zhāng Chōngrén; Wade-Giles: Chang Ch'ung-jen, lahir Xujiahui 1907, wafat Paris, 8 Oktober 1998) adalah seorang seniman dan pematung China yang terkenal di Eropa sebagai teman Hergé, seorang Belgia pencipta, penulis dan penggambar buku komik Petualangan Tintin. Mereka berdua bertemu ketika Zhang belajar seni di Brussels.

Masa Muda

Zhang lahir sebagai putra seorang tukang taman di tahun 1907 di Xujiahui, waktu itu sebuah daerah pinggiran kota Shanghai, China. Zhang menjadi yatim piatu saat masih kecil sehingga ia terpaksa dibesarkan di sebuah panti asuhan. Pada usia tujuh tahun ia masuk Sekolah Seni Tushanwan, sebuah institusi religius Perancis, dimana ia belajar Bahasa Perancis, menggambar dan diindoktrinasi secara sistematis akan kesenian Barat. Ia lulus sekolah di tahun 1928, kemudian bekerja di bagian seni perancangan untuk industri film dan surat kabar lokal. Di tahun 1931 ia meninggalkan China untuk kuliah di Académie des Beaux-Arts di Brussels, Belgia.

Pengaruhnya Pada Hergé

Dalam buku-buku komik pertama Tintin, Hergé sangatlah tergantung pada unsur stereotip untuk efek komedi. Beberapa diantarnya seperti kaum Bolshevik Rusia yang kejam, orang Afrika berkulit hitam yang malas dan bodoh, dan dunia Amerika yang hanya berisikan gangster, koboi dan Indian.

Ketika pemuatan serial bersambung Cerutu Sang Faraoh di surat kabar akan berakhir, Hergé menyatakan bahwa petualangan Tintin berikutnya (Lotus Biru) akan membawa tokoh tersebut ke China. Romo Gosset, rohaniwan Katolik bagi siswa/i China di Univeritas Leuven, menulis pada Hergé memaksanya untuk bersikap sensitif terhadap apa yang ditulisnya tentang China. Hergé setuju, dan di musim semi tahun 1934 Romo Gosset memperkenalkan Hergé pada Zhang Chongren.

Kedua seniman muda ini secara cepat menjadi teman dekat, dan Zhang memperkenalkan Hergé pada sejarah, kebudayaan, dan teknik seni China. Sebagai hasil dari pengalaman ini Hergé selanjutnya selalu berusaha keras, dalam Lotus Biru dan cerita-cerita petualangan Tintin selanjutnya, untuk menulis tentang tempat-tempat yang dikunjungi Tintin dengan seakurat mungkin.

Contohnya, Cerutu Sang Faraoh mengambil tempat di negeri India yang ideal dimana para Maharaja dan pejabat Inggris hidup berdampingan dengan damai, sementara Lotus Biru menampilkan pemandangan dan perasaan China di tahun 1930an yang hancur berantakan akibat penjajahan tentara Jepang dan pengaruh budaya Barat di Shanghai, termasuk di dalamnya adanya para pengusaha dan polisi yang "kotor".

Sebagai sebuah tanda terima-kasih, Hergé menciptakan tokoh Chang Chong Chen (Tchang dalam penulisan di versi Bahasa Perancis) dalam Lotus Biru, seorang bocah yatim-piatu China yang bertemu dan berteman dengan Tintin. Hergé mengolok-olok sifat naif-nya di tengah-tengah buku tersebut ketika ia menggambarkan Tintin menjelaskan Chang bahwa pandangan bocah itu terhadap 'Setan Kulit Putih' hanyalah prasangka yang keliru. Hergé sebaliknya juga menggambarkan Tintin bercerita mengenai beberapa pandangan stereotip orang Barat terhadap orang China yang menyebabkan Chang tertawa terbahak-bahak. Tokoh Chang ini nantinya akan muncul kembali dalam buku Tintin di Tibet.

Sebagai hasil lainnya dari persahabatannya dengan Zhang, Hergé menjadi semakin tahu mengenai persoalan-persoalan kolonialisme, terutama serbuan tentara Kekaisaran Jepang ke China, dan institusi International Settlement of Shanghai yang penuh korupsi dan mengeksploitasi China. Lotus Biru menyampaikan pesan anti-imperialisme yang keras, sangat berlawanan dengan pandangan dunia Barat saat itu yang sangat bersimpati pada Jepang dan perusahaan-perusahaan kolonial. Akibatnya, buku ini mendapatkan kritik yang keras dari berbagai pihak, termasuk protes keras dari diplomat Jepang pada Kantor Kementerian Luar Negeri Belgia.