Lompat ke isi

Jual beli istri (kebiasaan Inggris)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 21 Januari 2017 21.33 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)
A colour illustration of a market scene. A woman is attached to one of 13 men, who stand on either side of a wooden fence, looking at her with various expressions of glee on their faces. A drummer boy, in military costume, beats a large drum. Two dogs stand in the dirt. One of the men holds what appears to be a mug of ale. The woman stands proudly, one arm bent toward her waist, and has a smirk on her face. To the extreme right, in the back of the scene, another woman appears shocked by the drama before her.
Lukisan Menjual Istri (1812-1814) oleh Thomas Rowlandson. Lukisan ini memberi kesan kepada orang yang melihat bahwa istri adalah pihak yang bersedia untuk dijual, dan sebagai "acara ramah tamah" yang ditandai dengan gelak tawa.[1]

Kebiasaan Inggris untuk menjual istri adalah suatu cara mengakhiri pernikahan yang tidak memuaskan berdasarkan kesepakatan bersama yang kemungkinan dimulai pada akhir abad 17, ketika praktik perceraian adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk semua orang kecuali untuk kalangan kaya raya. Setelah memamerkan istrinya dengan tali di lehernya, lengan, atau pinggang, suami akan melelang istrinya dan menjualnya ke penawar tertinggi. Praktik menjual istri dijadikan latar belakang untuk sebuah novel berjudul The Mayor of Casterbridge karangan Thomas Hardy. Karakter utama dalam novel ini menjual istrinya sendiri pada awal cerita. Perbuatan tersebut menghantui dirinya seumur hidup, dan pada akhirnya menghancurkan dirinya.

Meskipun kebiasaan ini tidak mempunyai dasar hukum yang nyata dan sering berakhir dengan tuntutan hukum, terutama pada pertengahan abad ke-19 dan seterusnya, sikap para aparat berwenang pada waktu itu terkesan samar-samar atau kurang tegas. Namum setidaknya seorang hakim pada awal abad ke-19 dalam sebuah pernyataan tercatat menyatakan bahwa dia tidak yakin dapat menghalangi adanya praktik kebiasaan menjual istri. Pada suatu ketika ada pula kasus-kasus penjualan istri sebagai akibat dari Undang-Undang Komisioner Masyarakat Miskin setempat yang memaksa suami-suami untuk menjual istri mereka daripada menjaga keutuhan keluarganya dan hidup di penampungan tunawisma yang disebut workhouse.

Praktik penjualan istri bertahan di Inggris hingga awal abal ke-20. Menurut seorang saksi dan sejarawan James Bryce yang menulis pada tahun 1901, bahwa praktik penjualan istri masih kadang-kadang dilakukan pada waktu itu. Pada salah satu kasus terakhir praktik penjualan istri yang dilaporkan di Inggris, seorang perempuan memberikan kesaksian di pengadilan kota Leeds pada tahun 1913, mengaku bahwa dia dijual ke salah seorang rekan kerja suaminya seharga £1.

Latar belakang

Penjualan istri adalah suatu bentuk ritual tampaknya berasal dari sebuah "adat yang diciptakan" yang berasal dari kira-kira pada akhir abad ke-17.[2] Meskipun demikian, ada sebuah catatan dari tahun 1302 mengenai seseorang yang "memberikan istrinya kepada pria lain dengan menggunakan sebuah akta".[3] Bersamaan dengan meningkatnya kepopuleran surat kabar, praktik ini makin sering diberitakan pada paruh kedua abad ke-18.[4] Menurut penulis Courtney Kenny dari abad ke-20, tradisi ini adalah "sebuah budaya yang berakar cukup dalam untuk menunjukkan bahwa asal-usulnya bukan baru-baru ini".[5] Ketika menulis pada tahun 1901 tentang penjualan istri, James Bryce mengatakan bahwa "tidak ada jejak sama sekali pada semua hukum kita (hukum Inggris) yang membenarkan ini",[6] tetapi dia mengamati bahwa "semua orang telah mendengar kabar tentang kebiasan aneh menjual istri yang masih kadang-kadang dilakukan di antara kelas menengah bawah di Inggris".[7]

Pernikahan

Hingga disahkannya UU Pernikahan Tahun 1753 (Marriage Act 1753), upacara pernikahan formal di hadapan seorang pendeta bukan merupakan persyaratan hukum di Inggris, dan pencatatan pernikahan juga tidak perlu. Pernikahan hanya butuh persetujuan dari kedua belah pihak yang ingin menikah,[8] selama mereka berdua memenuhi persyaratan umur yang diperbolehkan secara hukum yang membatasi usia minimal untuk menikah, 12 tahun untuk perempuan dan 14 tahun untuk laki-laki.[9] Setelah menikah, wanita akan memiliki kedudukan yang lebih rendah dibandingkan suaminya. Pasangan suami dan istri menjadi suatu satu kesatuan yang diakui, sebuah pengakuan status yang disebut juga dengan kedudukan wanita bersuami (coverture). Seorang hakim terkenal dari Inggris bernama Sir William Blackstone menulis pada tahun 1753 bahwa "substansi dan eksistensi wanita ditangguhkan selama pernikahan, atau setidaknya dikonsolidasikan dan dimasukkan ke dalam hak-hak suaminya yang wajib menjaga dan melindungi, apapun yang wanita butuhkan". Seorang wanita yang menikah tidak memiliki hak untuk memiliki harta properti dan mereka sendiri adalah milik suami mereka.[10]

Perpisahan

Terdapat lima metode yang diketahui untuk memutus keberadaan hubungan pernikahan pada awal masa periode moderen dari sejarah Inggris.

Penjualan

Pertengahan abad ke-19

Tempat

Distribusi dan simbolisme

Mengubah sikap

Referensi

Catatan kaki
Catatan
  1. ^ Vaessen, Rachel Anne (2006), Humour, Halters and Humiliation: Wife Sale as Theatre and Self-divorce (thesis) (PDF), ir.lib.sfu.ca, diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2011-07-06, diakses tanggal 18 December 2009 
  2. ^ Griffiths (1995), hlm. 163
  3. ^ Bryce 1901, hlm. 820
  4. ^ Mansell & Meteyard 2004, hlm. 88
  5. ^ Kenny, Courtney (1929), "Wife-Selling in England", Law Quarterly Review, heinonline.org: 494–497  (perlu berlangganan)
  6. ^ Bryce 1901, hlm. 819–820
  7. ^ Bryce 1901, hlm. 819
  8. ^ Bryce (1901), hlm. 816–817
  9. ^ Leneman, Leah (1999), "The Scottish Case That Led to Hardwicke's Marriage Act", Law and History Review, University of Illinois Press, 17 (1): 161, doi:10.2307/744190, diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-25, diakses tanggal 16 December 2009 
  10. ^ Caine & Sluga 2002, hlm. 12–13
Bibliografi

Pranala luar