Nama Tionghoa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 15 Desember 2005 06.11 oleh Rintojiang (bicara | kontrib)

Nama Tionghoa adalah nama yang diekspresikan dengan karakter Han (Hanzi). Nama ini digunakan secara luas oleh warga negara Republik Rakyat Tiongkok, Republik China, Hong Kong, Makau dan keturunan Tionghoa di negara-negara lainnya.

Nama Tionghoa biasanya terdiri dari 2 karakter sampai 4 karakter, walaupun ada yang lebih dari 4 karakter, namun umumnya nama seperti itu adalah mengambil terjemahan dari bahasa lain sehingga tidak dianggap sebagai nama Tionghoa.

Nama Tionghoa mengandung marga dan nama. Marga Tionghoa diletakkan di depan nama, biasanya 1 sampai 2 karakter, nama mengikuti marga.

Evolusi nama Tionghoa

Di zaman dahulu, menurut catatan literatur kuno ada peraturan bahwa nama seorang anak biasanya baru akan ditetapkan 3 bulan setelah kelahirannya. Namun pada prakteknya, banyak yang memberikan nama sebulan setelah kelahiran sang anak, bahkan ada yang baru diberikan setahun setelahnya. Juga ada yang telah menetapkan nama terlebih dahulu sebelum kelahiran sang anak.

Di zaman Dinasti Shang, orang-orang masih menggunakan nama dengan 1 karakter. Ini dikarenakan mereka belum mengenal marga dan juga karena jumlah penduduk yang tidak banyak.

Sebelum zaman Dinasti Han, biasanya nama Tionghoa hanya terdiri dari 2 karakter yang terdiri dari 1 karakter marga dan 1 karakter nama. Namun setelah Dinasti Han, orang-orang mulai memiliki sebuah nama lengkap yang terdiri dari 3 karakter (1 karakter marga dan 2 karakter nama) selain daripada nama resmi mereka yang 2 karakter itu.

Di zaman Dinasti Jin (265-420), orang-orang baru memakai nama dengan 3 karakter seperti yang kita kenal sekarang.

Nama menjadi sebuah hal yang penting bagi seseorang dipengaruhi oleh pemikiran Konfusius tentang pentingnya penamaan bagi penonjolan karakter seseorang.

Nama generasi

Di dalam nama dengan 3 karakter, biasanya kita mengenal adanya nama generasi. Nama yang mengandung nama generasi adalah 1 karakter marga, 1 karakter generasi dan 1 karakter marga. Pada tingkatan generasi yang sama dalam satu keluarga besar biasanya memiliki nama generasi yang sama.

Nama generasi ditetapkan oleh leluhur dengan mengambil sebuah puisi atau bait di dalamnya untuk penamaan generasi turun-temurun. Biasanya sebuah puisi berisikan 16, 20 atau bahkan 24 karakter buat 16, 20 atau 24 generasi ke bawah. Sampai generasi ke-17, 21 atau 25, nama generasi akan dimulai kembali dari karakter generasi pertama.

Nama generasi ini tidak lazim digunakan di semua keluarga karena biasanya hal seperti ini merupakan monopoli orang terpelajar. Karena pendidikan tidak umum bagi rakyat biasa di zaman dulu di Tiongkok, maka banyak pula keluarga yang tidak menggunakan nama generasi dalam pemberian nama.

Nama Tionghoa di Indonesia

Suku Tionghoa-Indonesia sebelum zaman Orde Baru rata-rata masih memiliki nama Tionghoa dengan 3 karakter. Walaupun seseorang Tionghoa di Indonesia tidak mengenal karakter Han, namun biasanya nama Tionghoa di Indonesia tetap diberikan dengan cara romanisasi. Karena mayoritas orang Tionghoa di Indonesia adalah pendatang dari Hokkian, maka nama-nama Tionghoa berdialek Hokkian lebih lazim daripada dialek-dialek lainnya.

Di zaman Orba, di bawah pemerintahan Suharto, warganegara Indonesia keturunan Tionghoa dianjurkan untuk meng-Indonesia-kan nama Tionghoa mereka dalam arti mengambil sebuah nama Indonesia secara resmi. Misalnya Liem Sioe Liong diubah menjadi Sudono Salim. Walaupun demikian, di dalam acara kekeluargaan, nama Tionghoa masih sering digunakan; sedangkan nama Indonesia digunakan untuk keperluan surat-menyurat resmi.

Namun sebenarnya, ini tidak diharuskan karena tidak pernah ditetapkan sebagai undang-undang dan peraturan yang mengikat. Hanya tarik-menarik antara pendukung teori asimilasi dan teori integrasi wajar di kalangan Tionghoa sendiri yang menjadikan anjuran ini dipolitisir sedemikian rupa. Anjuran ganti nama tersebut muncul karena ketegangan hubungan Republik Rakyat Tiongkok dengan Indonesia setelah peristiwa G30S. Tahun 1966, Ketua Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa (LPKB), Kristoforus Sindhunata menyerukan penggantian nama orang-orang Tionghoa demi pembangunan karakter dan nasionalisme bangsa.

Seruan ini mendapat kecaman dari kalangan orang Tionghoa sendiri dan cemoohan dari kalangan anti-Cina. Yap Thiam Hien secara terbuka menyatakan bahwa nama tidak dapat menjadi ukuran nasionalisme seseorang dan ini juga yang menyebabkan nasionalis terkemuka Indonesia itu tidak mengubah namanya sampai akhir hayatnya. Cemoohan datang dari KAMI dan KAPPI yang pada waktu itu mengumandangkan nada-nada anti-Cina yang menyatakan bahwa ganti nama tidak akan mengganti otak orang Cina serta menyerukan pemulangan seluruh orang Tionghoa berkewarganegaraan RRC di Indonesia ke negara leluhurnya.

Ganti nama ini memang merupakan satu kontroversi karena tidak ada kaitan antara pembangunan karakter dan nasionalisme bangsa dengan nama seseorang, juga karena tidak ada sebuah nama yang merupakan nama Indonesia asli.

Nama Korea dan Jepang

Nama orang Korea dan Jepang juga mendapat pengaruh besar dari nama Tionghoa. Sampai sekarang nama orang Korea masih terdiri dari 3 karakter suku-kata walau ditulis dalam karakter Hangul. Marga orang Korea adalah bersumber dari marga Tionghoa.

Orang Jepang menggunakan nama yang ditulis dengan karakter Han, namun mayoritas dengan 4 karakter, 2 karakter marga dan 2 karakter nama.

Lihat pula

Pranala luar