Lompat ke isi

Dyah Tulodong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 26 Januari 2017 03.25 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Sri Maharaja Rakai Layang Dyah Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa adalah raja Medang periode Jawa Tengah (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno), yang memerintah sekitar tahun 919924.

Asal-Usul

Dyah Tulodong dianggap naik takhta menggantikan Mpu Daksa. Dalam prasasti Ritihang yang dikeluarkan oleh Mpu Daksa terdapat tokoh Rakryan Layang namun nama aslinya tidak terbaca. Ditinjau dari ciri-cirinya, tokoh Rakryan Layang ini seorang wanita berkedudukan tinggi, jadi tidak mungkin sama dengan Dyah Tulodhong.

Mungkin Rakryan Layang adalah anak perempuan Mpu Daksa. Dyah Tulodong berhasil menikahinya sehingga ia pun ikut mendapatkan gelar Rakai Layang, bahkan naik takhta menggantikan mertuanya, yaitu Mpu Daksa.

Dalam prasasti Lintakan Dyah Tulodong disebut sebagai putri dari seseorang yang dimakamkan di Turu Mangambil.

Riwayat Pemerintahan

Prasasti Lintakan tanggal 12 Juli 919 adalah prasasti tertua yang pernah ditemukan dengan menyebut Tulodong sebagai raja. Dalam pemerintahannya, yang menduduki jabatan Rakryan Mapatih Hino bernama Mpu Ketuwijaya yang juga bergelar Sri Ketudhara Manimantaprabha Prabhusakti, sedangkan yang menjabat Rakryan Halu adalah Mpu Sindok.

Prasasti Harinjing tanggal 19 September 921 berisi pengukuhan anugerah untuk anak-anak Bhagawanta Bhari yang berjumlah 12 orang dan tersebar di mana-mana. Bhagawanta Bhari adalah tokoh yang berjasa membangun bendungan pencegah banjir. Ia sendiri telah mendapat anugerah dari raja sebelumnya.

Prasasti untuk anak-anak Bhagawanta Bhari diperbaharui lagi pada tanggal 7 Maret 927, di mana mereka mendapatkan Desa Culanggi sebagai sima swatantra (daerah bebas pajak). Pembaharuan tersebut dilakukan oleh Rakai Hino Mpu Ketuwijaya, atas saran dari Rakai Sumba yang menjabat sebagai Sang Pamgat Momahumah.

Akhir Pemerintahan

Prasasti Sangguran tanggal 2 Agustus 928 menyebut adanya raja baru bernama Rakai Sumba Dyah Wawa. Ia diyakini sebagai raja pengganti Dyah Tulodong.

Seperti diketahui, Rakai Sumba sebelumnya adalah menjabat sebagai Sang Pamgat Momahumah, semacam pegawai pengadilan. Ia sendiri mengaku sebagai putra dari Kryan Landhayan, yaitu tokoh penculikan anak dan istri Rakai Kayuwangi dalam peristiwa Wuatan Tija.

Sejarawan Boechari berpendapat bahwa Dyah Wawa telah melakukan kudeta merebut takhta Kerajaan Medang dengan cara menyingkirkan Dyah Tulodong dan Mpu Ketuwijaya. Ada dugaan, kudeta ini dibantu oleh Mpu Sindok yang semula menjabat sebagai Rakai Halu, dan kemudian naik pangkat menjadi Rakai Hino.

Pranala luar

Kepustakaan

  • Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS


Didahului oleh:
Mpu Daksa
Raja Kerajaan Medang (periode Jawa Tengah)
919?–927?
Diteruskan oleh:
Dyah Wawa