Lompat ke isi

Pelacuran

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pelacur di Jerman.

Pelacuran atau prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan.[1] Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK) atau wanita tunasusila (WTS).

Dalam pengertian yang lebih luas, seseorang yang menjual jasanya untuk hal yang dianggap tak berharga juga disebut melacurkan dirinya sendiri, misalnya seorang musisi yang bertalenta tinggi namun lebih banyak memainkan lagu-lagu komersial. Di Indonesia pelacur sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Risiko yang dipaparkan pelacuran antara lain adalah keresahan masyarakat dan penyebaran penyakit menular seksual, seperti AIDS yang merupakan risiko umum seks bebas tanpa pengaman seperti kondom.

Pelacur

Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk pelayanan seks.

Pandangan terhadap pelacuran

  Prostitusi dilegalkan dan diatur
  Prostitusi (transaksi seks untuk uang) dilegalkan, tetapi pelacuran adalah ilegal, prostitusi tidak diatur
  Prostitusi ilegal
  Tidak ada data

Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat.

Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik.

Salah seorang yang mengemukakan pandangan seperti itu adalah Augustinus dari Hippo (354-430), seorang bapak gereja. Ia mengatakan bahwa pelacuran itu ibarat "selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya."

Pandangan yang negatif terhadap pelacur seringkali didasarkan pada standar ganda, karena umumnya para pelanggannya tidak dikenai stigma demikian.

Pelacuran dalam sastra

Karya sastra yang menggambarkan tentang pelacuran.

Penyair W.S. Rendra pernah menulis dua buah puisi tentang pelacur yang lebih netral dalam "Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta!" Bahkan lebih dari itu, dalam puisinya "Nyanyian Angsa", Rendra melukiskan Maria Zaitun, seorang pelacur, yang justru menjadi kekasih Tuhan, yang dikontraskannya dengan kaum agamawan yang menjauhkan diri daripadanya.

Istilah lain untuk pelacur

Istilah pelacur sering diperhalus dengan pekerja seks komersial, wanita tunasusila, istilah lain yang juga mengacu kepada layanan seks komersial.

Lihat pula

Pranala luar

  1. ^ Kamus Besar Bahasa Indonesia: Prostitusi