Lompat ke isi

Tohjaya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 7 Februari 2008 11.24 oleh Antapurwa (bicara | kontrib)

Panji Tohjaya adalah putra Ken Arok (pendiri Kerajaan Tumapel atau Singhasari) yang lahir dari selir bernama Ken Umang. Menurut Pararaton ia menjadi raja Tumapel tahun 1249. Namun menurut Nagarakretagama ia sama sekali tidak pernah menjadi raja Tumapel.

Kisah Tohjaya dalam Pararaton

Pararaton mengisahkan, setelah membunuh ayah tirinya, yaitu Ken Arok pada tahun 1247, Anusapati menjadi raja Tumapel. Pemerintahannnya selalu dilanda kekhawatiran akan balas dendam dari putra-putra Ken Arok.

Meskipun Anusapati memperketat pengawalan dirinya, namun Tohjaya mampu memanfaatkan kelemahannya. Suatu hari Tohjaya mengajak Anusapati menyabung ayam. Anusapati menuruti tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat Anusapati asyik memperhatikan ayam aduan yang sedang bertarung, Tohjaya segera membunuhnya dengan menggunakan keris Mpu Gandring. Peristiwa itu terjadi antara tahun 1248 atau 1249.

Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya menjadi raja Tumapel. Karena hasutan pembantunya, ia kemudian berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu Ranggawuni (putra Anusapati), dan Mahisa Campaka (putra Mahisa Wunga Teleng). Namun kedua keponakannya justru mendapat dukungan kuat dari tentara Tumapel. Maka terjadilah pemberontakan terhadap Tohjaya yang dilancarkan oleh kedua keponakannya itu. Tohjaya tertusuk tombak namun berhasil melarikan diri. Karena lukanya parah, ia akhirnya meninggal di desa Katang Lumbang. Peristiwa itu terjadi tahun 1250.

Bukti Sejarah Keberadaan Tokoh Tohjaya

Uraian kisah hidup Panji Tohjaya hanya terdapat dalam Pararaton. Namun naskah ini ditulis ratusan tahun sesudah zaman Tumapel sehingga kebenaran sejarahnya cukup meragukan. Naskah Nagarakretagama yang ditulis tepat pada pertengahan zaman Majapahit (1365) ternyata sama sekali tidak menyebutkan adanya nama Tohjaya.

Nama Tohjaya kemudian ditemukan dalam prasasti Mula Malurung. Prasasti ini diterbitkan oleh Kertanagara atas perintah Raja Wisnuwardhana tahun 1255 sehingga kebenaran datanya tentang keadaan Tumapel saat itu dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, terbukti sudah kalau Tohjaya adalah benar-benar tokoh sejarah, bukan sekadar tokoh dongengan ciptaan Pararaton.

Akan tetapi dalam prasasti tersebut ditulis bahwa Tohjaya bukan raja Tumapel atau Singhasari, melainkan raja Kadiri yang menggantikan adiknya, yaitu Guningbhaya. Adapun Guningbhaya menjadi raja setelah menggantikan kakaknya yang bernama Bhatara Parameswara. Ketiga raja Kadiri tersebut adalah paman dari Raja Wisnuwardhana.

Selain itu tertulis pula dalam prasasti tersebut nama pendiri Kerajaan Tumapel yaitu Bhatara Siwa, kakek dari Wisnuwardhana.

Tohjaya adalah Raja Kadiri, bukan Raja Tumapel-Singhasari

Slamet Muljana dalam bukunya, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979) mencoba menafsirkan kembali sejarah Tohjaya berdasarkan prasasti Mula Malurung. Kisahnya adalah sebagai berikut.

Kerajaan Kadiri runtuh tahun 1222 akibat pemberontakan Bhatara Siwa (dalam Pararaton disebut Ken Arok). Ia kemudian mendirikan Kerajaan Tumapel di mana Kadiri menjadi negeri bawahan. Kadiri lalu diserahkan kepada putranya yang bernama Bhatara Parameswara. Selanjutnya Bhatara Parameswara digantikan adiknya yang bernama Guningbhaya dan Guningbhaya lalu digantikan Tohjaya, yang memerintah Kadiri sampai tahun 1250.

Ketiga raja Kadiri berturut-turut tersebut adalah paman Wisnuwardhana. Jika dibandingkan dengan Pararaton, maka Bhatara Parameswara kiranya sama dengan Mahisa Wunga Teleng, sedangkan Guningbhaya sama dengan Agnibhaya. Keduanya adalah putra Ken Arok yang lahir dari Ken Dedes. Sedangkan Tohjaya lahir dari Ken Umang.

Biasanya takhta jatuh kepada yang lebih muda. Namun dalam prasasti itu disebutkan kalau Guningbhaya digantikan kakaknya (Tohjaya). Kemungkinan besar berita dalam Pararaton benar. Tohjaya memang tidak mempunyai hak atas takhta karena ia hanyalah putra selir . Jadi ia harus melakukan kudeta untuk merebut takhta, dan itu ditujukan terhadap Guningbhaya, bukan terhadap Anusapati.

Di dalam Nagarakretagama disebutkan kalau Anusapati meninggal secara wajar tahun 1248 dan digantikan putranya (Wisnuwardhana). Hal ini memperkuat hipotesis kalau Tohjaya mungkin tidak pernah membunuh Anusapati, tapi membunuh Guningbhaya.

Selanjutnya Pararaton menyebutkan kalau Tohjaya berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu Wisnuwardhana dan Mahisa Campaka. Keduanya memang memiliki hak atas takhta Kadiri, karena keduanya masing-masing adalah menantu dan putra Bhatara Parameswara alias Mahisa Wunga Teleng.

Meskipun uraian dalam Pararaton sulit dipercaya, namun beberapa bagian jika dibandingkan dengan prasasti Mula Malurung dan Nagarakretagama ternyata cukup mendekati kebenaran.

Pengganti Tohjaya

Menurut Pararaton pengganti Tohjaya sebagai raja Tumapel sejak tahun 1250 adalah Wisnuwardhana. Namun Nagarakretagama menyebutkan Wisnuwardhana menjadi raja Tumapel sejak 1248 menggantikan Anusapati. Lagi pula prasasti membuktikan kalau Tohjaya adalah raja Kadiri.

Prasasti Mula Malurung diterbitkan tahun 1255 oleh Kertanagara sebagai raja muda di Kadiri atas perintah dari Wisnuwardhana (ayahnya di Tumapel). Kertanagara mendapat hak atas takhta Kadiri karena ibunya adalah Waning Hyun putri Bhatara Parameswara.

Mahisa Campaka alias Narasinghamurti putra Mahisa Wunga Teleng (Bhatara Parameswara) memang tidak terdapat dalam prasasti. Yang ada adalah nama Narajaya sepupu Wisnuwardhana yang menjadi raja bawahan di Hering. Hal ini membuktikan kalau Mahisa Campaka tidak memiliki hak atas takhta Kadiri karena mungkin ia hanyalah putra bungsu, atau mungkin ia lahir dari selir Bhatara Parameswara. Karena pada kenyataannya takhta Kadiri jatuh pada Kertanagara putra Wisnuwardhana dan Waning Hyun.

Didahului oleh:
Guningbhaya
Raja Kadiri bawahan Singhasari
? - 1250
Diteruskan oleh:
Kertanagara