Lompat ke isi

Paul Soetopo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 25 Desember 2005 08.06 oleh 222.124.48.180 (bicara) (Paul Sutopo divonis hukuman penjara 2,5 tahun)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Sabtu, 05 April 2003

Mantan Direktur BI Paul Soetopo Divonis Penjara 2,5 Tahun


Jakarta, Kompas - Satu lagi mantan Direktur Bank Indonesia (BI), yaitu Paul Soetopo Tjokronegoro (63), divonis hukuman penjara 2,5 tahun dan denda Rp 20 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (4/4).

Paul Sutopo dinyatakan terbukti menyalahgunakan wewenang, dengan ikut menyetujui pemberian fasilitas saldo debet atau dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 2,02 trilyun lebih, kepada lima bank yang kalah kliring-Bank Harapan Sentosa, Bank Nusa Internasional, Bank Umum Nasional, Bank Anriko, dan Bank Upindo.

Sebelumnya, Jaksa Heru Chairuddin menuntut hukuman penjara lima tahun subsider tiga bulan kurungan, denda Rp 20 juta, dan mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 2,02 trilyun, atau sebesar dana yang disalurkan kepada 5 bank itu.

Faktor yang memberatkan Paul, menurut majelis, adalah karena Paul melakukan tindakan yang merugikan negara justru saat negara tengah dilanda krisis moneter. Faktor yang meringankan, Paul telah menjadi pegawai negeri sipil selama 32 tahun tanpa cacat.

Hal lain yang meringankan, Paul belum pernah terlibat perkara pidana, berlaku sopan selama di pengadilan, sudah berusia lanjut dan sama sekali tidak menerima fasilitas saldo debet.

Hakim menilai, meski Paul sebagai salah satu anggota Direksi BI tidak secara langsung ikut mengambil keputusan memberi fasilitas saldo debet, tetapi Paul membiarkan keputusan tersebut dilaksanakan.

"Seandainya terdakwa tidak berwenang menghentikan kliring, terdakwa bisa menolak pemberian fasilitas saldo debet. Sebab, keputusan direksi bertentangan dengan peraturan perundangan," ujar Ketua Majelis Hakim Panusunan Harahap.

Bukan instrumen BI

Majelis menyesalkan tindakan direksi BI menciptakan dan menggunakan fasilitas saldo debet yang bukan instrumen resmi BI. Apalagi bila fasilitas itu diberikan kepada sejumlah bank yang kalah kliring.

Jumlahnya pun diberikan tanpa batas dan tanpa jaminan. "Inilah yang membuat posisi BI menjadi lemah," ujar Harahap.

Paul bersama dua terdakwa mantan Direktur BI Hendrobudiyanto dan Heru Supraptomo, berdasarkan rapat direksi 15 Agustus 1997, memutuskan untuk memberikan fasilitas saldo debet dan kelonggaran sejumlah bank mengikuti kliring, meski beberapa bank tersebut bersaldo debet.

BI mengenal antara lain instrumen fasilitas Diskonto Satu dan fasilitas Diskonto Satu. Fasilitas Diskonto Satu bertujuan memperlancar dana bank sehari-hari, sedang fasilitas Diskonto Dua diberikan kepada bank yang mengalami masalah keuangan akibat mismatch. Mismatch terjadi antara lain karena adanya penggunaan dana jangka pendek untuk kredit jangka panjang.

Majelis mengemukakan, seharusnya BI bertindak tegas terhadap bank yang bermasalah. "Harus ambil keputusan tegas, akuisisi atau likuidasi," tegas Harahap.

Dia tidak sependapat dengan Paul yang mengatakan bahwa kebijakan direksi BI sesuai petunjuk presiden. "Presiden tidak pernah melarang direksi menghentikan kliring kepada bank yang kalah kliring. Apalagi memberi izin dispensasi kliring. Jadi, keputusan mengenai hal ini murni kebijakan direksi BI," lanjut Harahap.

Sebelumnya, dalam perkara yang sama, Hendrobudiyanto dan Heru Supraptomo telah divonis masing-masing tiga tahun penjara. Keduanya naik banding, sementara Paul dalam sidang kemarin masih belum mengambil keputusan.

Kedua rekan Paul menyatakan banding, karena merasa putusan hakim tidak adil. Sebab, dalam perkara ini, yang diadili sebenarnya kebijakan pemerintah. Direksi BI cuma menjalankan kebijakan pemerintah yang dihasilkan dari rapat dewan moneter dan dilakukan atas petunjuk presiden.

BI merasa prihatin

Rangkaian keputusan terhadap direksi BI ini menimbulkan reaksi dari pihak BI. Dalam siaran persnya yang ditandatangani Kepala Biro Komunikasi BI Rusli Simanjuntak, Jumat (4/4), BI menyatakan prihatin dengan putusan pengadilan terhadap tiga mantan Direktur BI, dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ketiga mantan Direktur BI itu adalah Hendrobudiyanto, Heru Supraptomo, dan Paul Sutopo.

Disebutkan, Dewan Gubernur BI memahami masing-masing vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim kepada ketiga mantan Direktur BI itu lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Kendati demikian, Dewan Gubernur BI, sebagaimana dinyatakan Gubernur BI Syahril Sabirin, tetap berpendapat BLBI merupakan kebijakan pemerintah guna menyelamatkan dana masyarakat dan menjaga kelangsungan sistem perbankan dari hantaman krisis multidimensi tahun 1997.

Meskipun putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut itu memberatkan, BI tetap menghormatinya.

Mengingat putusan pengadilan belum merupakan putusan final yang memiliki kekuatan tetap, dan berdasarkan sistem hukum yang berlaku, maka ketiga terhukum berhak mengajukan upaya hukum banding dan kasasi.

Dewan Gubernur BI akan mendukung sepenuhnya apabila ketiga mantan Direksi tersebut mengajukan upaya banding ke pengadilan tinggi.

Upaya ini dilakukan mengingat bahwa materi yang didakwakan terhadap mereka semata-mata terkait dengan tugasnya sebagai pelaksana kebijakan pemerintah oleh BI di masa krisis. (*/fey/win)