Lompat ke isi

Abdis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Eufemia Szaniawska, Abdis Biara Benediktin di Nieśwież, memegang tongkat gembala, ca. 1768, Museum Nasional di Warsawa

Dalam agama Kristen, Abdis (bahasa Latin: Abbatissa, bentuk feminin dari Abas) adalah superior perempuan dari paguyuban biarawati dalam biara keabasan (bahasa Latin: Abbatia).[1] "Abdis" adalah sebuah kata serapan dari bahasa Belanda.[2].

Deskripsi

Dalam biara-biara keabasan Gereja Katolik (Latin maupun Timur), Ortodoks Timur, Koptik, dan Anglikan, cara memilih, kedudukan, hak, dan kewenangan seorang abdis pada umumnya setara dengan cara memilih, kedudukan, hak, dan kewenangan seorang abas.[3] Seorang abdis sekurang-kurangnya harus berumur 40 tahun dan telah menjadi biarawati selama 10 tahun.[4] Dalam Gereja Katolik, syarat umur minimum berubah-ubah dari waktu ke waktu, berkisar dari 30 sampai 60 tahun. Gereja Katolik juga hanya mensyaratkan seorang abdis untuk sekurang-kurangnya telah menjadi biarawati selama 8 tahun. Bilamana sama sekali tidak ada biarawati yang memenuhi syarat-syarat itu, maka batasannya diturunkan menjadi sekurang-kurangnya berumur 30 tahun dan telah menjadi biarawati selama 5 tahun bagi mereka yang dinilai "berkelakuan baik" oleh superiornya.[1] Seorang perempuan yang lahir di luar nikah, bukan perawan, pernah menjalani laku silih yang tidak sehat di muka umum, seorang janda, serta tunanetra atau tunarungu, biasanya tidak dicalonkan menjadi seorang abdis, kecuali atas izin Takhta Suci.[1] Jabatan abdis bersifat elektif, dipilih melalui pemungutan suara secara tertutup oleh para biarawati dalam komunitas yang bersangkutan.[5] Sama seperti abas, bilamana sudah menerima surat pengukuhan dari Takhta Suci, seorang abdis secara khidmat dilantik menduduki jabatannya dalam sebuah upacara pemberkatan resmi. Pemberkatan resmi ini dilakukan oleh uskup dari keuskupan tempat biaranya berlokasi, namun dapat pula dilakukan oleh seorang abas atau uskup lain atas izin khusus. Tidak seperti abas, seorang abdis tidak menerima mitra ketika dilantik. Abdis hanya menerima cincin, tongkat gembala, serta salinan peraturan tarekatnya.[1][6] Menurut tradisi, abdis juga mengenakan salib dada di atas seragam biaranya sebagai lambang jabatan, namun tetap mengenakan suatu bentuk modifikasi dari seragam biaranya, dan karena tidak ditahbiskan—perempuan tidak dapat ditahbiskan—maka ia tidak dapat mengenakan vestimentum atau seragam ibadat dalam peribadatan.[1] Seorang abdis menjabat untuk seumur hidup, kecuali di Italia dan beberapa pulau di sekitarnya.[1]

Tugas dan tanggung jawab

Putri Maria Theresia Isabella dari Austria, seorang abdis ningrat dengan tongkat gembalanya.

Sama seperti abas, seorang abdis tergolong superior utama berdasarkan hukum kanon, setara dengan abas atau uskup (kaum pria tertahbis dalam hirarki Gereja yang memiliki, berdasarkan hak jabatannya, jurisdiksi eksekutif atas suatu bangunan, atau suatu wilayah keuskupan, atau sekelompok orang yang hidup berguyub maupun tidak berguyub, yakni entitas-entitas yuridis menurut hukum Gereja). Abdis menerima kaul para biarawati di biaranya; menerima calon-calon biarawati ke dalam novisiat tarekatnya; mengirim para biarawati untuk belajar; mengutus mereka untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pembinaan umat atau karya misi, atau untuk melaksanakan pekerjaan atau membantu—sejauh yang diizinkan oleh hukum kanon dan hukum sipil—administrasi dan pelayanan sebuah paroki atau keuskupan (tempat pelaksanaan kegiatan-kegiatan ini dapat berada di dalam maupun di luar wilayah paguyuban mereka). Abdis memiliki wewenang penuh dalam administrasi biaranya. Meskipun demikian, ada beberapa batasan penting. Abdis tidak boleh melayani sakramen, yakni tugas yang dikhususkan bagi uskup, imam, dan diakon (klerus), yakni kaum tertahbis (bahasa Latin: Sacri Ordines). Abdis boleh mengatur agar seorang klerus tertahbis dapat membantu melatih dan menerima beberapa biarawati, bilamana diperlukan, sebagai pelayan altar, pelayan tak lazim komuni suci, atau lektor, yakni semua pelayanan yang kini terbuka bagi kaum tak tertahbis. Abdis tidak boleh menjadi saksi nikah kecuali atas reskrip khusus. Abdis tidak boleh melayani sakramen rekonsiliasi, mengurapi orang sakit, atau melaksanakan tugas seorang selebran atau konselebran Misa yang tertahbis (atas dasar jabatan dan pelatihan dan institution, abdis boleh, bilamana diperlukan, bertugas sebagai pelayan altar, lektor, penjaga pintu, portir, atau pelayan tak lazim Komuni Suci, dan bilamana diperlukan, sebagai pewara).[1] Abdis boleh memimpin ibadat harian yang wajib diamalkan dalam paguyubannya, memberi wejangan tentang Kitab Suci bagi paguyubannya, dan memberi berkat tertentu yang tidak dikhususkan untuk dilakukan oleh klerus. Di lain pihak, abdis tidak boleh secara tetap menyampaikan homili atau mewartakan Injil dalam Misa. Karena tidak menerima tahbisan uskup dalam Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, dan Gereja Ortodoks Oriental, maka abdis tidak dapat menahbiskan orang lain, tidak pula dapat bertindak sesuai kewenangan jabatannya menurut hukum kanon atas wilayah-wilayah di luar biara dan wilayah biaranya.

Lihat pula

Catatan

  1. ^ a b c d e f g Oestreich 1907
  2. ^ Arti kata "Abdis" dalam bahasa Belanda
  3. ^  Satu atau lebih kalimat sebelum ini menyertakan teks dari suatu terbitan yang sekarang berada pada ranah publikChisholm, Hugh, ed. (1911). "Abbess". Encyclopædia Britannica. 1 (edisi ke-11). Cambridge University Press. hlm. 11. 
  4. ^ Hoiberg 2010, hlm. 11
  5. ^ Chisholm 1911.
  6. ^ Henneberry 1997, hlm. 8

Rujukan