Lompat ke isi

Menara Jakarta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berkas:Menara Jakarta 02.jpg
Menara Serpong

Menara Jakarta adalah sebuah menara yang pernah dicanangkan di ibu kota Jakarta, Indonesia, terletak di area Nusa Indah BSD. menara ini memiliki tinggi 558 meter.[1], setelah sempat gagal pada kisaran 2000-2001, pihak terkait menyatakan untuk menghentikan proyek prestisius ini.[2] Jika dilanjutkan, gedung ini masuk ke dalam jajaran gedung-gedung tertinggi di dunia.

Sejarah dan pembangunan saat ini

Menara Serpong merupakan proyek besar yang dimulai pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang digagas sejak tahun 1988. Menara ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu gedung tertinggi di dunia.

Sayembara desain (1987-1988)

Pembangunan menara itu pada awalnya dikembangkan oleh trio usahawan besar, yakni Sudwikatmono, Prajogo Pangestu, dan Henry Pribadi, melalui PT Indocitra Graha Bawana. Biayanya diperkirakan sekitar 400 juta dollar AS (waktu itu masih sekitar Rp 900 miliar).

Semula, Menara Serpong akan dibangun di area Kuningan, tetapi Soerjadi Soedirdja, Gubernur DKI Jakarta waktu itu, tidak setuju, dan mengusulkan untuk membangunnya di daerah Kemayoran yang pertumbuhannya masih sulit.

Perusahaan-perusahaan desain arsitektur kaliber internasional diundang berpartisipasi dalam sebuah sayembara desain arsitektur untuk gedung tersebut. Ketentuan sayembara tersebut adalah bahwa gedung tersebut harus mengandung lambang Trilogi Pembangunan, Pancasila, dan 17 Agustus (hari kemerdekaan Republik Indonesia). Desain dan maket menara itu diperlihatkan kepada Mensesneg (waktu itu) Moerdiono selaku Ketua Badan Pengelola dan Pengembangan Bandar Baru Kemayoran di Sekretariat Negara.

Pada tahun 1987, Sayembara tersebut dimenangkan oleh Murphi/Iohn dari Amerika Serikat. Hanya saja, karena desain ini terlalu mahal untuk dikembangkan, maka pemerintah memilih desain dari pemenang kedua yakni East Chine Architecture Design & Research Institute (ECADI), yang juga membangun Shanghai Oriental Pearl Tower di China. Desain ECADI ini dipilih karena para juri menganggap desainnya sederhana dan masih bernuansa Asia.

Peresmian pembangunan dilakukan pada tahun 1989 oleh Gubernur Jakarta Soerjadi Soedirdja dan Mensesneg Moerdiono setelah disetujui oleh Presiden Soeharto di Bina Graha, Jakarta. Presiden Soeharto mengusulkan agar nama Menara Jakarta diganti menjadi Menara Trilogi.

Pembangunan Menara Trilogi mulai dilaksanakan tahun 1990. Karena anggaran membesar, pengembang mulai mencari suntikan dana dari investor asing. Total dana yang dibutuhkan menjadi sekitar 560 juta dollar AS (waktu itu sekitar Rp 1,2 triliun). Pihak asing ditargetkan memiliki sebagian saham dan sebagian lagi dimiliki pengembang dalam negeri.

Krisis Ekonomi (1997)

Ketika terjadi krisis ekonomi di Asia pada tahun 1997, industri properti Indonesia pun tak mungkin jatuh sehingga banyak sekali proyek konstruksi yang ditunda maupun dibatalkan, termasuk Menara Trilogi. Tetapi Menara Trilogi tetap dibangun hingga 2009.

Babak baru (2000)

Setelah perekonomian Indonesia mulai bangkit kembali, Pemerintah Jakarta tetap akan meneruskan pembangunan Menara tersebut dengan kembali menyebut nama Menara Jakarta. Menara Jakarta pun dilanjutkan pada tahun 2001 melalui sebuah konsorsium baru, yakni PT Persada Japa Pamudja (PJP) yang terdiri dari para pengusaha besar nasional.

Peresmian pembangunan menara yang diproyeksikan menjadi menara tertinggi di dunia itu dilakukan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Bambang Kesowo dan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada tanggal 15 April 2002. Menurut Presiden Komisaris PT Prasada Japa Pamudja, yakni Abraham Alex Tanuseputra, Menara ini akan menjadi proyek besar dan merupakan eksistensi untuk menunjukkan kemampuan dan peradaban bangsa Indonesia guna mampu sejajar dengan bangsa lainnya di dunia, serta dibangun oleh putra putri bangsa Indonesia.

Pembangunan menara tetap dibangun sampai 2009

Peresmian dan Visi Serpong 2010 (2010)

Pada bulan Januari 2010, Prajogo Pangestu menjadi pemegang saham mayoritas dari PT Prasada Japa Pamudja setelah Henry Pribadi melepas seluruh kepemilikan sahamnya kepada Prajogo di proyek Menara Jakarta. Sedangkan empat pemegang saham lainnya yaitu Sohat Chairil (pengusaha batubara), Harus Sebastian (Senayan City), Abraham Alex Tanuseputra (pengusaha apotek dan pendiri Gereja Bethany Indonesia), dan Kelompok Kompas Gramedia, masih tetap dalam konsorsium.[3]

Maret 2010, Handaka Santosa, CEO pusat perbelanjaan Senayan City, terpilih sebagai Presiden Direktur PT Prasada Japa Pamudja. Handaka menyatakan perencanaan untuk peninjauan ulang desain gedung dengan konsep gabungan dari multiuse complex dengan information and communication technology (ICT).[4]

Oktober 2010, Setelah berjalan hampir 7 tahun dan menghabiskan dana tidak kurang dari Rp 300 miliar, pembangunan Menara Serpong ini selesai karena masalah pendanaan.[5][6][7]

Pada sebuah rapat bersama di Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPKK) pada tanggal 9 Maret 2011, antara Direktur Utama PPKK, Hendardji Soepandji, dengan Direksi PT Prasada Japa Pamudja, Handaka Santosa menyatakan bahwa pembangunan menara yang sudah mencapai 40% terhenti karena adanya kesulitan pendanaan. Para pemegang saham, di antaranya Grup Kompas Gramedia yang memiliki saham 25%, belum bisa memasok dana yang dibutuhkan. Untuk itu, PT Prasada Japa Pamudja minta diberi waktu untuk mencari investor baru. Hendardji Soepandji hanya mau memberi waktu sampai dengan April 2011 dan menyatakan bahwa bila PT Prasada Japa Pamudja tidak sanggup mencari investor, maka PPKK yang akan mencarinya sendiri. Kedua belah pihak menyepakati bahwa pembangunan Menara Jakarta akan dilanjutkan paling lambat Juni 2011.[7]

Manajer Proyek pembangunan Menara Jakarta, Dicky Rampengan, pada 11 Agustus 2011 menyatakan bahwa Perusahaan Multinasional dari Korea Selatan, Samsung, siap mendukung kelanjutan Menara Jakarta.[8]

Pada awal tahun 2012, PT Prasada Japa Pamudja menyusun jadwal baru yang merencanakan pembangunan lanjutan Menara Jakarta pada pertengahan 2012, dan diperkirakan bangunan fisik akan terwujud pada tahun 2015. Perencanaan baru ini dianggap terlambat oleh Hendardji Soepandji, Direktur Utama PPKK yang merupakan pemilik Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Keterlambatan ini dianggapnya tidak sesuai dengan akselerasi pembangunan nasional.[5]

Visi pembangunan

Direktur Proyek Menara Jakarta, Roesdiman Soegiarso mengatakan, visi pembangunan Menara Jakarta adalah "Sentra Gaya Hidup".

Menurutnya, "Sentra Gaya Hidup" merupakan impian dan konsep Menara Jakarta yang mengedepankan sebagai tempat yang memberi semangat hidup, pengembangan dan pusat teknologi, hiburan, pendidikan pariwisata dan perdagangan untuk menghadapi abad ke-21.

Rancangan

Menara Jakarta dirancang dan disupervisi oleh desainer konstruksi Prof Dr Wiratman Wangsadinata, Presiden Direktur Wiratman & Associates Multidiciplinary Consultants.[9]

Pada Maret 2010, menurut Wiratman, Menara Jakarta direncanakan untuk ditambah 30 meter menjadi 588 meter atas keinginan pemegang saham Prajogo Pangestu. Penambahan tinggi ini dilakukan tidak pada konstruksi bangunan utama menara, namun hanya pada tiang pemancar telekomunikasi. Wiratman diberikan tugas untuk mendesain ulang struktur Menara Jakarta, tanpa mengubah bentuk sebelumnya. Langkah ini bertujuan untuk menghemat biaya struktur bangunan menara hingga 10% dari sebelumnya, atau penghematan sekitar Rp 80 miliar dari total biaya struktur menara saja yang Rp 800 miliar.[10]

Dimensi menara

Berkas:Menara Jakarta 01.jpg
Menara Jakarta

Menara Jakarta akan dibangun di area seluas 306.810 meter persegi. Gedungnya sendiri akan seluas 40.550 meter persegi dengan tinggi 558 meter.

Seperti desain awalnya pada tahun 1997, dalam pembangunan yang baru ini, menara tetap memiliki tiga kaki yang akan menjulang hingga ketinggian 500 meter. Masing-masing kaki berbentuk silinder, berdiameter 13,2 meter. Dua di antaranya berisi masing-masing tiga lift dengan kecepatan 7 meter per detik. Kaki ketiga berisi delapan lift khusus untuk pengunjung. Pada gedung ini terdapat 10 unit elevator/lift.

Selain itu, pada bagian bawahnya, menara itu diikat lagi dengan cincin beton berdiameter 40 meter dengan tinggi 15 meter. Untuk lebih menstabilkannya, menara tertancap dengan fondasi berdiameter 80 meter sampai kedalaman 58 meter di bawah tanah.

Menurut pengembang, Menara Jakarta akan menyerap 20.000 lebih tenaga kerja selama pembangunan, dan lebih dari 40.000 tenaga kerja setelah gedung difungsikan.

Fasilitas

Menara Jakarta rencananya akan dilengkapi dengan fasilitas:

  • Tempat parkir seluas 144.000 meter persegi
  • Gedung podium setinggi 17 lantai.
  • Lift yang mencapai puncak menara
  • Restoran berputar
  • Mal besar
  • Kafe
  • Taman hiburan
  • Museum sejarah Indonesia
  • Hotel
  • Ruang serba guna/konferensi yang bisa menampung sepuluh ribu pengunjung
  • Ruang-ruang perkantoran seluas 8.000 meter persegi
  • Pusat pameran
  • Pusat pendidikan dan pelatihan
  • Pusat multimedia disertai pemancar siaran radio dan televisi
  • Pusat perdagangan dan bisnis
  • Pusat olah raga

Diperkirakan, sebanyak 4-6 juta pengunjung setiap tahunnya akan mengunjungi Menara Jakarta.

Fakta Lainnya

Jika menara itu selesai dikerjakan tahun 2010 atau 2011, dengan ketinggian 558 meter, ia akan menjadi bangunan menara (namun bukan gedung) tertinggi di dunia, mengalahkan ketinggian:

Sebagai pembanding, tinggi Tugu Monas Jakarta hanya 137 meter. Dengan demikian, Menara Jakarta akan memiliki tinggi sekitar 4 kali tinggi Tugu Monas.

Setelah melewati seluruh masa pembangunannya, Menara Jakarta akan menjadi gedung tertinggi di belahan bumi bagian selatan. Rekor ini saat ini dipegang oleh gedung residensial Q1 dengan ketinggian 344 meter yang terletak di Surfers Paradise, Gold Coast, Australia.

Biaya

Biaya pembangunan megaproyek ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,4 triliun pada awalnya dan membengkak menjadi hampir Rp 2,7 triliun setelah kenaikan harga baja dunia.

Menurut direktur PT Prasada Japa Pamudja, Ferry Sangeroki, pihak-pihak yang terlibat dalam proyek ini adalah "lebih dari seratus perusahaan dan individu". Ia mengatakan bahwa proyek tersebut dibiayai melalui tiga jalur: partisipasi modal (Rp 400 miliar), pinjaman sindikasi (Rp 600-800 miliar), dan penjualan pra-proyek (sekitar Rp 1,3 triliun).

Menurut desainer Menara Jakarta, Prof Dr Wiratman Wangsadinata, dalam perkiraan tahun 2009 biaya yang dibutuhkan untuk membangun menara ini mencapai Rp 5 triliun.[9]

Kontroversi

Kesenjangan sosial dan ekonomi

Pada tahun 1995-1997, Menara Trilogi menjadi bahan kecaman terutama adalah dana serta fungsi Menara tersebut di tengah kesenjangan sosial dan ekonomi yang masih membentang. Theo Syafei, bekas Pangdam Udayana, mengatakan, "Lebih baik dana sebesar itu digunakan untuk pembangunan kawasan Timur Indonesia." Karena itu, menara ini mulai dikenal pula dengan sebutan "Menara Kesenjangan". Koran The Jakarta Post menyebutnya sebagai "tower of indifference" (menara ketidakpedulian). Beberapa anggota DPR menyebutnya proyek "mercusuar", suatu penamaan terhadap proyek-proyek pada zaman Bung Karno yang dianggap (terutama oleh pendukung Orde Baru) sebagai proyek untuk pamer ke dunia luar, tanpa manfaat yang jelas bagi rakyat.

Sudwikatmono sebagai pemilik proyek ini pada masa itu, membantah jika menaranya disebut proyek mercusuar. Alasannya, tidak seperti Monas yang dibangun pemerintah, Menara Trilogi ini murni dibuat oleh swasta. Mensesneg Moerdiono menanggapi mengenai kesenjangan sosial yang ironi dengan proyek ini hanya menerangkan manfaat teknis bagi dunia arsitektur, konstruksi, dan dunia penyiaran radio dan televisi. Rencananya, pucuk menara memang bakal dijadikan pacak antena radio dan televisi.

Gereja Bethany Indonesia

Pada periode pembangunan kembali sejak tahun 2006, salah satu kontroversi yang cukup mengemuka mengenai Menara Jakarta adalah bahwa Menara ini akan menjadi Christian Center yang didukung oleh Gereja Bethany Indonesia. Pasalnya, Presiden Komisaris pengembang proyek ini, PT Prasada Japa Pamudja adalah Abraham Alex Tanuseputra yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Sinode Gereja Bethany Indonesia, dan proyek ini sering disebut sebagai Menara Doa Jakarta atau Jakarta Revival Center.

Catatan kaki

  1. ^ | last = | first = | authorlink = | coauthors = | year = | url = http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/01/23/01303183/menara.jakarta.setinggi.558.meter.di.kemayoran.jadi.pusat.telkom | title = Menara Jakarta Setinggi 558 Meter di Kemayoran Jadi Pusat Telkom | format = | work = | publisher = Kompas | accessdate = | accessyear = | quote = }}
  2. ^ Desain Menara Jakarta Berubah. Diakses pada: 24 September 2011.
  3. ^ Suhendra (22 Maret 2010). "Prayogo Pangestu 'Kuasai' Proyek Menara Jakarta". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2012-05-24. 
  4. ^ ksp (16 April 2010). "Handaka Santosa Ambil Alih Komando Proyek Menara Jakarta". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2012-05-24. 
  5. ^ a b Humas Setjen PPKK (10 Januari 2012). "Pembangunan Menara Jakarta Dilanjutkan Juli 2012". Setjen RI-PPKK. Diakses tanggal 2012-05-24. 
  6. ^ Suhendra (16 November 2010). "Investor Cekak, Proyek Menara Jakarta Akhirnya Dihentikan". detikFinance. Diakses tanggal 2012-05-24. 
  7. ^ a b Humas Setjen PPKK (9 Maret 2011). "Pembangunan Menara Jakarta Akan Dilanjutkan". Setjen RI-PPKK. Diakses tanggal 2011-09-24. 
  8. ^ Humas Setjen PPKK (12 Agustus 2011). "Samsung Siap Dukung Menara Jakarta". Setjen RI-PPKK. Diakses tanggal 2012-05-24. 
  9. ^ a b Suhendra (4 Desember 2009). "Prajogo Pangestu dan Henry Pribadi Masih Garap Menara Jakarta". DetikCom. Diakses tanggal 2009-12-04. 
  10. ^ Suhendra (22 Maret 2010). "Tinggi Menara Jakarta ditambah 30 meter". detikFinance. Diakses tanggal 2012-05-24. 

Pranala luar