Patikraja, Patikraja, Banyumas
Desa Patikraja
Desa Patikraja adalah sebuah Desa di Indonesia,di Provinsi Jawa Tengah,di Kabupaten Banyumas,di bawah pemerintahan Kecamatan Patikraja. Lokasi Patikraja 80 Km sebelah selatan Gunung Slamet,tepatnya 8KM kearah selatan Kota Purwokerto lokasi Desa Patikraja : Lintang (Derajat desimal): -7,48333 Garis bujur (Derajat desimal): 109.217 Latitude DMS (Derajat, menit et secondes): -72900 Bujur DMS (Derajat, menit et secondes): 1091300
Geografis
Keadaan geografis wilayah Desa Patikraja seperti di tengah sebuah mangkuk,artinya wilayah Desa Patikraja hampir dikelilingi oleh perbukitan.Wilayah Desa Patikraja juga berada diantara dua aliran sungai besar yaitu Sungai Logawa Patikraja dan Sungai Serayu dalam istilah mesir bisa disebut juga daerah Mesopotamia artinya wilayah diantara dua aliran sungai.Menurut karakteeistik muka tanah,Desa Patikraja terbagi dalam 3 jenis wilayah. 1. Wilayah tanah basah/pesawahan. 2. Wilayah tanah kering/daratan/pemukiman 3. Wilayah tanah ladang/kebun Iklim udara dan cuaca Desa Patikraja termasuk jenis daerah kering,artinya wilayah Desa Patikraja bisa berbeda dengan wilayah lainnya jika terjadi hujan.Situasi ini mengakibatkan hujan di Desa Patikraja turun lebih akhir/terlambat dibanding wilayah lainnya.
Batas Wilayah Desa Patikraja :
- -Sebelah Utara : Kedungrandu, Kecamatan Patikraja
- -Sebelah Selatan : Mandirancan, Kecamatan Kebasen
- - Sebelah Timur : Pegalongan, Kecamatan Patikraja
- - Sebelah Barat : Notog, Kecamatan Patikraja
Keadaan Biogeofisik Desa Patikraja terletak pada ketinggian lebih kurang 75 meter dari permukaan air laut. Orbitasi (jarak dari Pemerintah Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan Pemerintah Pusat) adalah sebagai berikut :
- - Ke Kecamatan___________ : ± 1,5 Km
- - Ke Kabupaten____________ : ± 9 Km
- - Ke Propinsi_______________ : ± 194 Km
- - Ke Pemerintahan Pusat___ : ± 375 Km
Keadaan umum tanah berupa dataran rendah dengan suhu masih dalam batas normal. Areal persawahan tidak begitu mendominasi keadaan / fungsi tanah di Desa Patikraja pada umumnya, mengingat jumlah penduduk yang tergolong padat sehingga banyak lahan di manfaatkan untuk perumahan / pemukiman penduduk dan sarana pendidikan serta perkantoran.Iklim Desa Patikraja :
- -Curah Hujan : 350,00 mm
- -Jumlah Bulan Hujan : 6,00 bulan
- - Kelembapan : 55,00
- - Suhu rata-rata harian : 36,00 0C
- - Tinggi tempat dari permukaan laut : 500,00 mdl Jenis dan Kesuburan Tanah Desa Patikraja :
Warna Tanah (Sebagian Besar) : Hitam
- - Tekstur Tanah : Pasiran
- - Tingkat Kemiringan Tanah : 55,00 derajat
- - Lahan Kritis : 0,00 Ha
- - Lahan Terlantar : 0,00 Ha
Karakteristik Penduduk
Desa Patikraja termasuk desa ber-ekonomi mapan,dengan bukti tingkat pendidikan masyarakat Patikraja rata-rata lulusan Perguruan tinggi dan SLTA. Tingkat pendidikan di Desa Patikraja tergolong cukup baik, hal ini di dukung oleh adanya berbagai fasilitas pendidikan yaitu :
- a. 2 (dua) PAUD (Pendidikan Anak UsiaDini/Playgroup),
- b. 3 (tiga) Taman Kanak-kanak,
- c. 4 (empat) Sekolah Dasar 2 Negeri dan 2 lagi swasta termasuk yang sederajat,
- d. 3 (tiga) Sekolah Menengah Pertama termasuk yang sederajat,dan
- e. 1 (satu) Sekolah Menengah Atas.
Sebagian penduduk Desa Patikraja adalah tamatan SLTA yaitu sekitar 1.615orang. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Pendapatan masyarakat Patikraja dan status sosial terdiri dari pegawai negeri,swasta,pengusaha/wiraswasta,dagang,dan bertani.Banyak juga tokoh masyarakat tingkat kecamatan maupun kabupaten,penduduk Desa Patikraja juga banyak yang menjadi anggota TNI dan Polri.Sebagian penduduknya merantau ke luar daerah Jakarta,Bekasi,Karawang,Kalimantan dan kota-kota lainnya.
Fasilitas Publik
1. Pasar Tradisional Patikraja.
Pasar Tradisional Patikraja merupakan pusat kegiatan perekonomian di Desa Patikraja,tempat ini sebagai pusat perputaran uang dan jasa yang menjadi sarana income ekonomi masyarakat Desa Patikraja.
2. Lapangan Desa Patikraja.
Lapangan Desa Patikraja adalah tanah lapang berumput sebagai tempat kegiatan dan konsentrasi masa,baik kegiatan olahraga,rapat umum bagi masyarakat,tempat penyelenggaraan upacara peringatan hari nasional.
3. Taman Kota Patikraja.
Taman Kota Patikraja adalah ruang terbuka hijau yang dibangun oleh Pemerintah Desa Patikraja swbagai ruang publik bagi masyarakat untuk melaksanakan kegiatan olah-raga ringan,bersantai,juga sebagai sarana rekreasi dari kegiatan rutin sehari-hari.
4. Balai Desa Patikraja/Kantor PemDes Patikraja.
Balai Desa Patikraja adalah adalah pusat kegiatan pemerintah Desa Patikraja,sebagai identitas desa yang paling menonjol.Pusat informasi Desa Patikraja secara resmi dalam hubungan kegiatan pemerintahan.Sebagai tempat layanan yang berhubungan dengan Desa Patikraja.Merupakan kantor kerja kepala Desa Patikraja berserta para pembantunya dalam struktur Organisasi Pemerintahan Desa Patikraja.↵Alamat Balai Desa Patikraja : ↵Jln Raya Patikraja-Purwokerto No 81
Asal-usul Nama Desa Patikraja.
Bahwa pada tahun 1648, terjadi peristiwa menyedihkan di Kraton Mataram (masa pemerintahan Susuhunan Amangkurat I) perselisihan keluarga yang menyebabkan jatuh korban anggota keluarga kerajaan Mataram, yaitu:[4]
Pangeran Cakraningrat I (Raden Praseno) sehingga disebut Pangeran Siding Magiri (Sidho Hing Magiri). Raden Ario Atmojonegoro putra pertama Pangeran Cakraningrat I. Pangeran Ario atau Pangeran Alit, adik Susuhunan Amangkurat I dan Raden Demang Mloyo Kusumo, ayah Pangeran Trunojoyo. Terjadi perubahan kekuasan di Madura Raden Undakan putra ke-2 Pangeran Cakraningrat I dinaikkan tahta kerajaan dengan gelar: “Pangeran Cakraningrat II” (1648 – 1707).
Pangeran Cakraningrat II dalam melaksanakan pemerintah kerajaannya ternyata tidak sebijaksana ayahandanya, Pangeran Cakraningrat I. Kekuasaan pemerintahan Madura pada waktu itu hanya diserahkan kepada bawahan-bawahannya yang ternyata hanya melakukan penekanan-penekanan kepada rakyat yang dipimpinnya, sementara Raja Cakraningrat II, terlalu sering berada di Kraton Mataram.
Pangeran Trunojoyo yang waktu itu hidup di lingkungan keraton Mataram tumbuh sebagai seorang pemuda yang taat kepada agamanya (Islam) dan tidak suka melihat ketidak-adilan yang terjadi baik di Madura ataupun di Jawa.
Beliau segera kembali ke Madura dimana pengaruh kekuasaan Pangeran Cakraningrat II (pamannya) semakin tidak mendapat simpati dari rakyat.Justeru akhirnya setelah Trunojoyo berada di Madura seluruh Madura,seluruh masyarakat Madura mengakui kepemimpinan Pangeran Trunojoyo dari Bangkalan sampai dengan Sumenep dan bergelar: “Panembahan Madura”.
Dengan diidampingi Macan Wulung menantu dari Panembahan Sumenep, Pangeran Trunojoyo mulai menyusun perlawanan melawan kompeni Belanda yang dinamakan “Perang Trunojoyo” berlangsung dari tahun 1677 – 1680.
Pasukan Pangeran Trunojoyo bergabung dengan pelaut-pelaut Makassar dibawah pimpinan Karaèng Galesung (yang pada akhirnya menjadi menantu Pangeran Trunojoyo). Bantuan dari Panembahan Giri merupakan satu kekuatan yang sangat ditakuti oleh kompeni Belanda.
Tanggal 13 Oktober 1676, terjadi pertempuran sengit di Gegodok antara pasukan Pangeran Trunojoyo dan pasukan Mataram yang dipimpin oleh Adipati Anom. Dalam perang dahsyat ini telah gugur pimpinan pasukan Mataram, yaitu: Pangeran Purboyo.
Satu demi satu daerah kekuasaan kerajaan Mataram berhasil ditaklukkan pasukan Pangeran Trunojoyo.
Sementara itu Susuhunan Amangkurat I sangat bersedih atas kekalahan itu, pasukan Mataram yang dipimpin calon Putra Mahkota Kerajaan Mataram tak berdaya menghadapi pasukan Pangeran Trunojoyo.
Kompeni Belanda mulai turun tangan mencampuri urusan karena kalau kerajaan Mataram ditaklukkan Pangeran Trunojoyo berarti kompeni Belanda tidak akan punya pengaruh lagi di tanah Jawa.
Cornelis Speelman, pada tanggal 29 Desember 1676 berangkat dari Betawi dengan 5 kapal perang dan 1.900 orang pasukan gabungan dari Jepara menyerbu Surabaya. Perang terjadi antara pasukan Pangeran Trunojoyo dan pasukan kompeni Belanda, walaupun akhirnya Pangeran Trunojoyo harus mundur ke Kediri. Sementara pasukan kompeni Belanda terus mendesak ke Madura ke pusat cadangan pasukan Pangeran Trunojoyo, kompeni Belanda berhasil menaklukkan pasukan cadangan Pangeran Trunojoyo di Madura, tapi pada lain pihak pasukan Pangeran Trunojoyo berhasil menduduki Kraton Kartasura.
Jatuhnya ibu kota Mataram, karena tidak ada dukungan sama sekali kepada Susuhunan Amangkurat I, bahkan dari para Pangeran dan Bangsawan Kraton Kartasura.
Dalam keadaan sakit, Susuhunan Amangkurat I terpaksa harus mengungsi dari Istana didampingi putranya Adipati Anom
*Nama Patikraja :
Amangkurat I beserta pengiringnya melarikan diri ke arah barat menuju Banyumas. Setelah perjalanan yang amat melelahkan rombongan Amangkurat I berhasil menyeberangi Sungai Serayu. Maka Raja Mataram yang malang itu merasa lega. Lebih-lebih karena mereka mendapat sambutan yang amat ramah dari penduduk setempat yang secara tradisional memang amat setia kepada Kerajaan Mataram.
Di sebuah desa di sisi utara Sungai Serayu, Sang Raja memerintahkan rombongan untuk istirahat beberapa hari, sebab dia saat itu sedang dalam keadaan sakit. Demikian pula sejumlah anggota rombongan, ada pula yang sakit. Bahkan salah satu petugas yang biasa merawat kuda Sang Raja, juga sakit, akhirnya meninggal dan dikuburkan di desa itu. Kelak desa itu oleh penduduk setempat diberi nama desa Patikraja. Patik adalah abdi dalem raja yang sudah dianggap saudara oleh Adipati Anom sudah dianggap saudara (dulur) saking akrabnya kedua orang tsb masyarakat sekitar lebih mengenangnya sebagai saudaranya/dulurnya Anom atau Bupati Anom.Hingga makam tsb lebih terkenal dengan lur Anom/dulurnya Anom.
- Nama Patikraja (2)[5]
Amangkurat I saat istirahat di Desa Patikraja (*kini) dalam waktu beberapa hari dan pada saat itu tengah musim panen padi.Ketertarikan waktu itu pada kegiatan masyarakat maka Amangkurat I ikut nimbrung dan ikut memetik padi sebentar dengan ani-ani,Peristiwa ini lebih menegaskan penamaan daerah tersebut dengan peristiwa Petik pari raja hingga akhirnya daerah ini ditegaskan sebagai daerah Patikraja.
Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri Sungai Serayu ke arah timur sampai menempuh jarak 10 km, kemudian rombongan belok kiri ke arah utara, dengan tujuan Tegal. Dari sana akan terus dilanjutkan menuju Batavia, guna meminta bantuan Kompeni, sahabatnya. Tetapi baru menempuh perjalanan sejauh lebih kurang 10 km, Sang Raja jatuh sakit lagi, sehingga rombongan raja itu beristirahat lagi di sebuah desa. Kali ini malah istirahatnya sampai beberapa hari. Putra Mahkota Adipati Anom dan anggota keluarga raja sudah cemas dan khawatir kalau-kalau Sang Raja akan wafat. Tetapi setelah istirahat beberapa hari, ternyata kesehatan Raja berangsur-angsur membaik. Karena itu Putra Mahkota dan segenap rombongan merasa amat gembira. Mereka semua bersuka ria, senang dan gembira. Bahkan Sang Raja sendiri memperlihatkan kegembiraannya dan memerintahkan agar rombongan meneruskan perjalanannya menuju Tegal. Desa tempat Sang Raja merasa senang, suka dan gembira karena bisa sembuh dari sakit, kelak oleh penduduk diberi nama desa Sukaraja. Artinya desa tempat Sang Raja merasa suka, senang dan gembira, karena bisa sembuh. Tapi lama kelamaan nama Sukaraja, berubah mengikuti lidah orang Banyumas, menjadi Sokaraja.
Dari desa Sokaraja, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Tegal dengan menyusuri lereng Gunung Slamet. Tetapi sebelum sampai di Tegal, Sang Raja jatuh sakit lagi dan kali ini tidak tertolong. Amangkurat I mangkat di desa Tegal Arum. Putra Mahkota Adipati Anom ditetapkan sebagai penggantinya dan naik tahta Kerajaan Mataram dengan gelar Amangkurat II ( 1677- 1704 M).
Kepala Desa Patikraja
- 1. Djayawikarta
- 2. H. Siradj periode ......-......
- 3. S Padmodiwiryo periode th 1950 - th 1969
- 4. D Darmowirejo periode th 1971 - th 1988
- 5. Tri Joko Sungkono Periode th 1989 - th 1997
- 6. Radis Hadi Suwarno periode th 1999 - th 2007
- 7. Nugroho Adi Wibowo periode th 2007 - th 2013
- 8. Nugroho Adi Wibowo periode th 2013 - th 2019 (sekarang)