Jeong Duwon
Jeong Duwon | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Nama Korea | |||||||
Hangul: | 정두원 | ||||||
Hanja: | 鄭斗源 | ||||||
|
Jeong Duwon (b. 1581), juga dikenal sebagai Chong Tuwon,[1] adalah seorang mandarin dan diplomat Korea. Kesempatannya bertemu dengan seorang anggota misi Tiongkok Yesuit yang murah hati sangat memperluas pengetahuan bangsa Korea mengenai ilmu pengetahuan barat, teknologi, pengetahuan geografi, dan budaya berabad-abad sebelum Korea membuka perbatasannya bagi pengunjung sebenarnya dari luar negeri.
Kehidupan
Semasa misi diplomatik ke Ming di Beijing pada awal tahun 1631,[2] Jeong singgah di Dengzhou (kini Penglai) di pantai utara Shandong.[a] Rute normala adalah melalui darat, namun orang-orang Korea diwajibkan untuk melakukan perjalanan secara langsung menyeberangi Laut Kuning karena zona perang utara dibentuk oleh fase awal penaklukan Ming oleh Qing.[4] Di sana, dia bertemu dengan gubernur Kristen provinsi tersebut di bawah Ming, Ignatius Sun, yang memperkenalkannya kepada penerjemah Yesuit, João Rodrigues. Rodrigues bekerja dengan Gonçalo Teixeira-Correa untuk melatih pasukan Sun dalam penggunaan meriam bergaya Eropa. Dia memberikan sebuah kado pribadi berupa teleskopnya untuk Jeong,[1] yang menjadi alat serupa pertama yang dikenal di Korea.[5]
Dia juga memuatkan naskah-naskah Yesuit kepada Jeong mengenai astronomi dan sains lainnya[1] termasuk Catatan tentang Negeri-Negeri Asing karya Alenio (bahasa Korea: 직방외기, Chikpang Oegi);[6][7] sebuah risalah mengenai artileri dan penggunaannya; dan sebuah panduan mengenai kebiasaan dan tata krama orang Eropa, serta karya-karya mengenai Kekristenan. Meskipun juga menerima beberapa senjata api Eropa,[b] Jeong praised the telescope most highly, as he understood its importance for warfare.[1] He also had his assistants Yi Yeonghu (이영후, 李栄後) and Colonel Jeong Hyogil (정효길, 鄭孝吉) speak with Rodrigues in greater detail, Yi about geography and Col. Jeong about Western firearms and cannon.[4] A record survives of Yi's conversation. He was most curious about whether or not China—whose native name Zhōngguó (中國) literally means "The Central Realm"—did in fact occupy the middle of the earth. Rodrigues replied that, since the earth was a sphere, every country could truthfully claim their land as its center.[9]
Lihat juga
Catatan
Referensi
Kutipan
- ^ a b c d e Needham & al. (1986), hlm. 176.
- ^ Needham & al. (1986), hlm. 175.
- ^ a b c Hulbert (1905), hlm. 88.
- ^ a b Park (2000b), hlm. 33.
- ^ Park (2000a).
- ^ Choi (1981).
- ^ Choi (1989), hlm. 4.
- ^ Park (2000b), hlm. 32.
- ^ Park (2000), hlm. 33.
Bibliografi
- Choi, Chongko (1981), "On the Reception of Western Law in Korea", Korean Journal of Comparative Law, Vol. 141.
- Choi, Chongko (1989), "Traditional Korean Law and Its Modernization", Transactions of the Royal Asiatic Society, Korea Branch, Vol. 64, hlm. 1–17.
- Huh, Nam-jin (December 2001), "Two Aspects of Practical Learning:... Hong Tae-yong's Case", Seoul Journal of Korean Studies, Vol. 14, hlm. 203–31.
- Hulbert, Homer B. (1905), The History of Korea, Vol. II, Seoul: Methodist Publishing House.
- Needham, Joseph; et al. (1986), The Hall of Heavenly Records: Korean Astronomical Instruments and Clocks 1380–1780, Cambridge: Cambridge University Press.
- Park, Seongrae (2000a), "History of Astronomy in Korea", Astronomy Across Cultures, Science Across Cultures, Vol. I, Springer, hlm. 409–421.
- Park, Seongrae (2000b), "The Introduction of Western Science in Korea: A Comparative View with the Cases of China and Japan" (PDF), Northeast Asian Studies, Vol. 4, hlm. 31–43.