Tari Maku-Maku
Tari Maku-Maku adalah seni pertunjukan yang berasal dari Maluku, Indonesia.[1] Tarian ini bersifat sosial karena memiliki tujuan untuk mempererat keakraban anggota masyarakat Maluku. Tari maku-maku diciptakan sebagai tari pergaulan yang melambangkan persekutuan anak-anak Maluku.[2] Umumnya, tarian tradisional ini tersebar di Provinsi Maluku.
Asal usul
Tari maku-maku merupakan hasil karya leluhur Maluku ketika tinggal di Nunusaku. Tempat itu diyakini sebagai asal tempat orang Maluku sebelum berpencar ke Pulau Seram dan sekitarnya.
Pada zaman dahulu, tarian ini dipertunjukkan sebagai penutup acara-acara adat, antara lain tanda syukur acara inisiasi masuk persekutuan Kakehan (sebuah ritual yang dilakukan terhadap anak lelaki suku Nuaulu yang beranjak dewasa), pembangunan Baileo atau rumah raja, dan upacara pengangkatan raja negeri.
Asal mula tari maku-maku ini menjadi bagian dari cerita rakyat tentang putri Hanuele. Nunusaku merupakan kerajaan tertua di Pulau Seram yang dipimpin oleh kapitan Elake yang memiliki seorang putri bernama Hanuele. Putri Hanuele adalah putri yang tercantik di kerajaan tersebut dan menjadi rebutan para lelaki. Ketika sang putri beranjak dewasa diadakanlah upacara adat Pinamou (ritual terhadap anak perempuan yang memasuki usia dewasa) dan ditutup dengan pesta yang berlangsung selama sembilan hari dan malam. Pesta ini dimeriahkan dengan tari Maku-maku.
Saat itu seluruh pemuda dan pemudi di Nunusaku mengambil bagian dari tarian tersebut sehingga terbentuklah lingkaran yang sangat besar, yakni sembilan lapisan lingkaran. Dalam tarian ini, para pemuda memperebutkan putri Hanuele sehingga terjadi perlawanan. Karena tak ada seorang pun yang mendapatkan sang putri, para pemuda ini melakukan gerakan toti yang merupakan gerakan dalam tempo cepat dan mulai menginjak-injak sang putri hingga terbunuh dan darahnya tertutupi oleh tanah yang telah menjadi timbunan oleh gerakan-gerakan lincah sang penari.
Peristiwa inilah yang menjadi latar belakang pecahnya perang di Nunusaku, yakni antara kelompok Patasiwa dan Patalima. Akhirnya, para leluhur kemudian menyebar dari Nunusaku melalui tiga batang air Eti, Tala dan Sapalewa.
Walaupun bagian dari kisah putri Hanuele, tari Maku-maku justru mempunyai tujuan merekatkan persekutuan. Namun, saat itu tarian maku-maku justru dipakai sebagai alat untuk maksud jahat para pemuda.
Pertunjukan
Tari maku-maku bersifat terbuka bagi siapa saja untuk ikut berpartisipasi, baik perempuan maupun laki-laki. Tidak ada batasan dalam jumlah penari. Semakin banyak penari yang bergabung maka semakin banyak variasi lapisan lingkaran dalam tarian ini. Tarian pun akan menjadi semarak dengan kehadiran partisipan yang menari bersama. Gerakan tariannya pun sederhana.
Personel tari maku-maku terdiri atas Kapitan, Mamiri, penari Maku dan penabuh tifa, peniup tahuri serta pelantun kapata. Kapitan ini bertugas mengarahkan penari, menyemangati, serta memberi komando terhadap penari dengan teriakan-teriakannya yang khas. Posisi kapitan dalam formasi tarian adalah di depan. Seiring dengan berjalannya tarian, kapitan akan berlari mengelilingi penari sambil berteriak-teriak.
Mamiri bertugas membimbing para penari. Dalam formasi tarian, mamiri berjalan di samping penari untuk mengiringi penari dengan gerakan tangan yang melambai-lambai. Penabuh tifa terbagi dua berdasarkan jenis tifa yang ditabuh, yakni tifa kecil yang disebut Ihaanairo dan tifa besar yang disebut Ihahinandalo. Jumlah personel penabuh tifa sama juga seperti penari, yaitu tidak terbatas. Salah satu penabuh tifa sering kali juga bertugas meniup tahuri pada awal dan akhir tarian untuk menandakan dimulai dan berakhirnya tarian maku-maku. Pelantun kapata terkadang juga adalah orang yang menabuh tifa. Formasi mereka dalam tarian ini adalah di depan barisan. Namun, apabila barisan telah bertambah banyak, mereka akan duduk di tengah-tengah lingkaran.
Baik penari pria maupun wanita saat menarikan maku-maku tidak menggunakan alas kaki.
Gerak tari maku-maku
Tari maku-maku ini terdiri atas dua macam gerak dasar, yaitu:
- Gerak lambat yang disebut Maru-maru
Pada awalnya, tarian dimulai dengan tempo alunan tifa yang lambat sehingga gerakan para penari juga perlahan-lahan, inilah yang disebut sebagai maru-maru. Bila tempo dan gerakan agak meningkat, terjadi suatu variasi gerakan yang disebut rapu-rapu (agak cepat). Gerakan ini melambangkan awal dari suatu persekutuan yang dimulai dengan pengenalan hingga penyesuaian dengan karakter dalam hubungan persahabatan.
- Gerak cepat yang disebut Toti atau Amatoti
Pada pertengahan waktu, tempo tifa akan semakin cepat sehingga gerakan para penari juga harus semakin cepat. Inilah yang disebut Toti atau Amatoti. Gerakan yang cepat ini bersifat ceria atau gembira. Gerakan ini melambangkan telah terjalinnya keakraban dalam persekutuan antarkelompok ini.
Selain itu, arah gerak dasar sebagai berikut ini.
- Gerak maju
Dalam gerakan ini, posisi penari tetap berdiri sambil mengambil langkah maju.
- Gerak mundur
Sikap tubuh para penari agak membungkuk sambil bergandengan tangan (baku kele), bergerak maju kemudian mundur. Gerakan membungkuk atau jongkok terjadi pada saat gerak langkah semakin cepat yang disebut toti atau amatoti.
Pola tari maku-maku berbentuk lingkaran. Para penari bergerak dari arah kiri ke kanan mengelilingi pemain musik. Lingkaran ini dapat digandakan bergantung pada jumlah peserta dan luas tempat pelaksanaannya.
Dalam mengiringi tari maku-maku dilantunkan kapata. Kapata adalah bentuk lagu tradisional Maluku yang dibawakan dalam bahasa tanah. Kapata biasanya bercerita tentang sejarah leluhur orang Maluku. Sebelum tari Maku-maku dilakukan, terlebih dahulu ada suatu ritual yang dinamakan Manuru, yakni ritual untuk memanggil orang-orang untuk turut berpartisipasi dalam tari maku-maku. Manuru dilakukan oleh para penabuh tifa dan orang yang berkapata.
Selain iringan musik tifa juga di lengkapi dengan lagu–lagu khas tradisional yang memiliki syair bermakna historis dan diluangkan dalam bentuk nyanyian, puisi, dan pantun yang disebut Kapata.
Kapata menceritakan, antara lain, peperangan di Nunusaku dan aktivitas para leluhur sehari-hari, seperti memancing atau berkebun. Salah satu contoh kapata yang sering digunakan adalah kapata Maku.
Maku
Uru patasiwa uru siwa rima o..
Uru siwa rima o..
Uru nusa ina o..
(Manusia Siwalima. Manusia Nusa Ina)
Nunu saku o…
Nunu saku..nunu o…
Nunu nusa ina.
Nunu siwa rima o..
(Cepat ke Nunusaku.Di Nusa Ina)
Sei hale hatu
Hatu lisa pey o..
Sey lesy sou
Sou lesi pey o..
(Siapa balik batu, batu tindis dia. Siapa langgar sumpah, sumpah bunuh dia)
Kapata ini dilantunkan dengan tempo lambat dan cepat untuk mengiringi gerakan penari dalam langkah kaki maru-maru dan amatoti.