Seraung
Seraung adalah topi lebar khas Suku Dayak.[1] Topi ini menjadi pelindung sehari-hari yang digunakan masyarakat Suku Dayak yang ada di Kalimantan.[2] Memiliki ukuran yang lebar dan sekilas mirip dengan topi caping yang ada di pulau jawa.[3] Seraung topi khas Suku Dayak yang banyak kita temui di kawasan Kalimantan khususnya Dayak Kenyah yang tinggal di Lekaq Kidau, Kalimantan Timur.[3]
Seraung terbuat dari daun biru atau orang dayak bilang daun sang, sejenis daun palem lebar yang tumbuh di hutan-hutan Kalimantan.[4] Daun sang sendiri saat ini sangat susah di dapatkan. Orang Dayak Kenyah di Datah Bilang Hilir harus menempuh 2,5 jam perjalanan menggunakan perahu ketinting, dan dilanjutkan berjalan kaki sekitar 2 jam untuk mencari daun sang yang pohonnya tumbuh di hutan.[4] Mereka kini mengganti bahan dasar seraung dengan sejenis pohon pandan atau kajang yang lebih mudah diperoleh.[4]
Seraung biasa dipakai ketika pergi ke luar rumah, terutama ketika beraktivitas di hutan.[1] Pada umumnya yang menggunakan seraung adalah kaum wanita suku Dayak. Para wanita mengenakan seraung untuk menutupi kepala mereka dari teriknya sinar matahari dan sekaligus sebagai pelindung mereka dari hewan buas yang ada dihutan.[5] Selain itu seraung juga sering dikenakan dalam upacara-upacara adat.[6] Kini, seraung yang berwarna-warni cantik itu juga sering dipakai sebagai hiasan dinding. Bahkan, sebagai souvenir, dibuat juga seraung kecil-kecil yang memang khusus untuk hiasan.[6]
Proses Pembuatan
Pembuatan seraung diawali dengan menyiapkan bahan dasar berupa beberapa puluh bilah daun sang yang dijemur sekitar seminggu, kemudian dicuci hingga bersih sekitar lima menit untuk memudahkan proses pembukaan daun.[4] Daun yang telah terbuka diluruskan dengan cara digulung-gulungkan di tangan, lalu disimpan di bawah tikar agar lurus dan rata selama sekitar seminggu.[4] Daun sang yang sudah lurus dan rata inilah yang kemudian dianyam melingkar seperti kerucut.[4] Biasanya, daun-daun ini akan dilapis dengan kain yang berwarna cerah, lalu dihias dengan manik-manik atau sulaman.[1] Sementara itu bagian dalam topi seraung terbuat dari anyaman daun kering yang kemudian dijahit dengan tangan.[7] Lingkaran topi diperkokoh dengan lidi dari daun kelapa.[7] Bagian permukaan topi kemudian dilapisi potongan kain warna-warni sebelum diperindah dengan hiasan manik-manik.[7] Manik-manik biasanya dirangkai menjadi motif-motif sulur khas Dayak.[7]
Karena terbuat dari daun yang ringan dan mudah sobek, tutup kepala jenis seraung hanya bertahan sekitar satu sampai dua tahun.[4] Namun karena bahan dasarnya sulit didapat dan proses pembuatannya cukup rumit, seraung harganya cukup mahal.[4] Orang Dayak Kenyah di Datah Bilang Hilir menjual seraung berukuran besar (sekitar 60 sentimeter) seharga Rp. 70.000,- sedang yang lebih kecil (sekitar 40 sentimeter) Rp. 50.000.[4]
Referensi
- ^ a b c "Berlindung Dibali Seraung". Kitnesia.com. Diakses tanggal 18 Maret 2015.
- ^ Kutaikartanegara.com Laman Seni Kriya (Kerajinan Tangan) Diakses 18 Maret 2015.
- ^ a b IndonesiaKaya.com Laman Seraung, Pelindung Kepala Khas Kalimantan Diakses 18 Maret 2015.
- ^ a b c d e f g h i PT.Kaltim Pasifik Amoniak, (2013). Warisan Teknologi Kampung,Masyarakat Dayak Kalimantan Timur. Bontang: PT.Kaltim Pasifik Amoniak. Hal. 162
- ^ Indonesia Global Portal Laman Seraung: A Beautiful Dayak Artifact Diakses 18 Maret 2015.
- ^ a b BelindoMag.com Laman 5 Ragam Topi Khas Indonesia Diakses 18 Maret 2015.
- ^ a b c d Topi.Dayak.sampai.Patung.Asmat "Topi Dayak Sampai Patung Asmat" Periksa nilai
|url=
(bantuan). Kompas.com. Diakses tanggal 13 Maret 2015.