Lompat ke isi

Standar Hitam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 19 Desember 2017 11.21 oleh Abdurrohim (bicara | kontrib) (Asal kata: Liwa dan Rayah yang benar.)

Ar-Rayah dan Al-Liwa adalah salah satu dari sekian banyak variasi bendera dan panji dalam Islam. Cirinya adalah warna dasar putih dan hitam. Panji penanda pasukan Muhammad dinamai Rayat Al-Uqab atau Panji Elang dan warnanya polos. Namun kemudian seluruh panji hitam dari pasukan islam juga dinamai Al-Uqab.

Bendera hitam seperti Al-Rayah diriwayatkan akan mengiringi kemunculan Imam Mahdi di akhir zaman. [1]

Pengertian Al-Liwa dan Ar-Rayah

Ar-Rayah berasal dari kata Rayah yang berarti panji, sementara Al-Liwa berasal dari kata Liwa yang berarti bendera.

Panji ( اللِّوَاءُ ) adalah sesuatu (kain) yang diikat dan dibelitkan di ujung tombak saat perang. Adapun, bendera ( الرَّايَةُ ) adalah, kain yang diikatkan di ujung tombak saat perang, maupun yang diikat diujung tiang di luar perang. Panji berfungsi untuk menunjukkan posisi pemimpin pasukan, sedang bendera dibawa oleh pasukan perang. (ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, 2001, vol. 6, hlm. 147).

Yang dimaksud warna hitam bukan berarti bendera Nabi saw. benar-benar berwarna hitam, melainkan kain yang dipakai didominasi warna hitam, sehingga saat dilihat dari kejauhan tampak berwarna hitam (putih kehitam-hitaman). Yang demikian, karena kain yang digunakan berbahan baku wol ( نَمِرَةٌ ) yang biasa dipakai orang Arab, yang mana kain tersebut dibuat menggunakan benang hitam dan putih. (al-Mubarakfuri, Tuhaftul Ahwazi, tt., vol. 5, hlm. 328).

Terkait warna bendera Nabi saw. ada tiga versi: pertama, bendera Nabi saw. disebut Uqab ( الْعُقَابُ ), berwarna hitam, berbentuk bujur sangkar; kedua, bendera Nabi saw. disebut bendera putih ( الرَّايَةُ الْبَيْضَاءُ ); ketiga, bendera Nabi saw. berwarna merah ( الْحَمْرَاءُ ). (ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, 2001, vol. 6, hlm. 147; al-Iraqi, Turhut Tasrib, tt., vol. 7, hlm. 221).

Dalil

Penjelasan Al-Liwa sebagai bendera negara Islam dan Ar-Rayah sebagai panji perang dijelaskan oleh beberapa hadis[2]:

كَانَتْ رَايَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوْدَاءَ، وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ

“Rayah Rasulullah Saw berwarna hitam dan Liwa beliau berwarna putih.” (HR Imam Tirmidzi dan Imam Ibn Majah dari Ibn Abbas)

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «دَخَلَ مَكَّةَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضُ

“Bahwa Nabi Saw masuk ke Mekah dan Liwa’ beliau berwarna putih.” (HR Imam An-Nasai dan At Tirmidzi)

كَانَ لِوَاءُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْيَضَ

“Liwa Rasulullah Saw berwarna putih.” (HR Ibn Abiy Syaibah)

Berdasarkan hadits-hadits diatas, Al-Liwa' dan Ar-Rayah warnanya polos.

Perang Siffin

Perang Siffin memperlihatkan penggunaan yang unik dari Ar-Rayah dan Al-Liwa. Ali menggunakan warna Al-Liwa (putih) yang mewakili Muhammad. Sementara lawannya menggunakan warna Ar-Rayah (hitam). [3]

Demonstrasi di Indonesia

HTI sering berdemonstrasi mengklaim membawa Al-Liwa' dan Ar-Rayah bertuliskan kalimat Syahadat. Mereka berargumen bahwa bendera hitam dan putih bertulis kalimat Syahadat tersebut representasi Nabi Muhammad dan wajib digunakan umat Islam. Namun, hadits-hadits yang menjelaskan tentang Al-Liwa' dan Ar-Rayah tidak terdapat kalimat Syahadat melainkan putih polos dan hitam (bercampur benang putih).

Referensi