Lompat ke isi

Fotosintesis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 20 Desember 2017 02.04 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Penggantian teks otomatis (-Nampak, +Tampak; -nampak, +tampak; -Nampaknya, +Tampaknya; -nampaknya, +tampaknya))
Daun, tempat berlangsungnya fotosintesis pada tumbuhan.

Fotosintesis (dari bahasa Yunani φώτο- [fó̱to-], "cahaya," dan σύνθεσις [sýnthesis], "menggabungkan", "penggabungan") adalah suatu proses biokimia pembentukan zat makanan seperti karbohidrat yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil. Selain tumbuhan berkalori tinggi, makhluk hidup non-klorofil lain yang berfotosintesis adalah alga dan beberapa jenis bakteri. Organisme ini berfotosintesis dengan menggunakan zat hara, karbon dioksida, dan air serta bantuan energi cahaya matahari.[1]

Organisme fotosintesis disebut fotoautotrof karena mereka dapat membuat makanannya sendiri. Pada tanaman, alga, dan cyanobacteria, fotosintesis dilakukan dengan memanfaatkan karbondioksida dan air serta menghasilkan produk buangan oksigen. Fotosintesis sangat penting bagi semua kehidupan aerobik di Bumi karena selain untuk menjaga tingkat normal oksigen di atmosfer, fotosintesis juga merupakan sumber energi bagi hampir semua kehidupan di Bumi, baik secara langsung (melalui produksi primer) maupun tidak langsung (sebagai sumber utama energi dalam makanan mereka),[2] kecuali pada organisme kemoautotrof yang hidup di bebatuan atau di lubang angin hidrotermal di laut yang dalam. Tingkat penyerapan energi oleh fotosintesis sangat tinggi, yaitu sekitar 100 terawatt,[3] atau kira-kira enam kali lebih besar daripada konsumsi energi peradaban manusia.[4] Selain energi, fotosintesis juga menjadi sumber karbon bagi semua senyawa organik dalam tubuh organisme. Fotosintesis mengubah sekitar 100–115 petagram karbon menjadi biomassa setiap tahunnya.[5][6]

Meskipun fotosintesis dapat berlangsung dalam berbagai cara pada berbagai spesies, beberapa cirinya selalu sama. Misalnya, prosesnya selalu dimulai dengan energi cahaya diserap oleh protein berklorofil yang disebut pusat reaksi fotosintesis. Pada tumbuhan, protein ini tersimpan di dalam organel yang disebut kloroplas, sedangkan pada bakteri, protein ini tersimpan pada membran plasma. Sebagian dari energi cahaya yang dikumpulkan oleh klorofil disimpan dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP). Sisa energinya digunakan untuk memisahkan elektron dari zat seperti air. Elektron ini digunakan dalam reaksi yang mengubah karbondioksia menjadi senyawa organik.

Pada tumbuhan, alga, dan cyanobacteria, dilakukan dalam suatu rangkaian reaksi yang disebut siklus Calvin, namun rangkaian reaksi yang berbeda ditemukan pada beberapa bakteri, misalnya siklus Krebs terbalik pada Chlorobium. Banyak organisme fotosintesis memiliki adaptasi yang mengonsentrasikan atau menyimpan karbondioksida. Ini membantu mengurangi proses boros yang disebut fotorespirasi yang dapat menghabiskan sebagian dari gula yang dihasilkan selama fotosintesis.

Organisme fotosintesis pertama kemungkinan berevolusi sekitar 3.500 juta tahun silam, pada masa awal sejarah evolusi kehidupan ketika semua bentuk kehidupan di Bumi merupakan mikroorganisme dan atmosfer memiliki sejumlah besar karbondioksida. Makhluk hidup ketika itu sangat mungkin memanfaatkan hidrogen atau hidrogen sulfida—bukan air—sebagai sumber elektron.[7] Cyanobacteria muncul kemudian, sekitar 3.000 juta tahun silam, dan secara drastis mengubah Bumi ketika mereka mulai mengoksigenkan atmosfer pada sekitar 2.400 juta tahun silam.[8] Atmosfer baru ini memungkinkan evolusi kehidupan kompleks seperi protista. Pada akhirnya, tidak kurang dari satu miliar tahun silam, salah satu protista membentuk hubungan simbiosis dengan satu cyanobacteria dan menghasilkan nenek moyang dari seluruh tumbuhan dan alga.[9] Kloroplas pada Tumbuhan modern merupakan keturunan dari cyanobacteria yang bersimbiosis ini.[10]

Sejarah penemuan

Meskipun masih ada langkah-langkah dalam fotosintesis yang belum dipahami, persamaan umum fotosintesis telah diketahui sejak tahun 1800-an.[11]

Pada awal tahun 1600-an, seorang dokter dan ahli kimia, Jan van Helmont, seorang Flandria (sekarang bagian dari Belgia), melakukan percobaan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan massa tumbuhan bertambah dari waktu ke waktu.[11]

Dari penelitiannya, Helmont menyimpulkan bahwa massa tumbuhan bertambah hanya karena pemberian air.[11] Namun, pada tahun 1727, ahli botani Inggris, Stephen Hales berhipotesis bahwa pasti ada faktor lain selain air yang berperan. Ia mengemukakan bahwa sebagian makanan tumbuhan berasal dari atmosfer dan cahaya yang terlibat dalam proses tertentu.[11] Pada saat itu belum diketahui bahwa udara mengandung unsur gas yang berlainan.[1]

Pada tahun 1771, Joseph Priestley, seorang ahli kimia dan pendeta berkebangsaan Inggris, menemukan bahwa ketika ia menutupi sebuah lilin menyala dengan sebuah toples terbalik, nyalanya akan mati sebelum lilinnya habis terbakar.[12] Ia kemudian menemukan bila ia meletakkan tikus dalam toples terbalik bersama lilin, tikus itu akan mati lemas. Dari kedua percobaan itu, Priestley menyimpulkan bahwa nyala lilin telah "merusak" udara dalam toples itu dan menyebabkan matinya tikus.[12] Ia kemudian menunjukkan bahwa udara yang telah “dirusak” oleh lilin tersebut dapat “dipulihkan” oleh tumbuhan.[12] Ia juga menunjukkan bahwa tikus dapat tetap hidup dalam toples tertutup asalkan di dalamnya juga terdapat tumbuhan.[12]

Pada tahun 1778, Jan Ingenhousz, dokter kerajaan Austria, mengulangi eksperimen Priestley.[13] Ia memperlihatkan bahwa cahaya Matahari berpengaruh pada tumbuhan sehingga dapat "memulihkan" udara yang "rusak".[14] Ia juga menemukan bahwa tumbuhan juga 'mengotori udara' pada keadaan gelap sehingga ia lalu menyarankan agar tumbuhan dikeluarkan dari rumah pada malam hari untuk mencegah kemungkinan meracuni penghuninya.[14]

Akhirnya pada tahun 1782, Jean Senebier, seorang pastor Perancis, menunjukkan bahwa udara yang "dipulihkan" dan "merusak" itu adalah karbon dioksida yang diserap oleh tumbuhan dalam fotosintesis.[1] Tidak lama kemudian, Theodore de Saussure berhasil menunjukkan hubungan antara hipotesis Stephen Hale dengan percobaan-percobaan "pemulihan" udara.[1] Ia menemukan bahwa peningkatan massa tumbuhan bukan hanya karena penyerapan karbon dioksida, tetapi juga oleh pemberian air.[1] Melalui serangkaian eksperimen inilah akhirnya para ahli berhasil menggambarkan persamaan umum dari fotosintesis yang menghasilkan makanan (seperti glukosa).

Cornelis Van Niel menghasilkan penemuan penting yang menjelaskan proses kimia fotosintesis. Dengan mempelajari bakteri sulfur ungu dan bakteri hijau, dia menjadi ilmuwan pertama yang menunukkan bahwa fotosintesis merupakan reaksi redoks yang bergantung pada cahaya, yang mana hidrogen mengurangi karbondioksida.

Robert Emerson menemukan dua reaksi cahaya dengan menguji produktivitas Tumbuhan menggunakan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Dengan hanya cahaya merah, reaksi cahayanya dapat ditekan. Ketika cahaya biru dan merah digabungkan, hasilnya menjadi lebih banyak. Dengan demikian, ada dua protosistem, yang satu menyerap sampai panjang gelombang 600 nm, yang lainnya sampai 700 nm. Yang pertama dikenal sebagai PSII, yang kedua PSI. PSI hanya mengandung klorofil a, PAII mengandung terutama klorofil a dan klorofil b, di antara pigmen lainnya. Ini meliputi fikobilin, yang merupakan pigmen merah dan biru pada alga merah dan biru, serta fukoksantol untuk alga coklat dan diatom. Proses ini paling produktif ketika penyerapan kuantanya seimbang untuk PSII dan PSI, menjamin bahwa masukan energi dari kompleks antena terbagi antara sistem PSI dan PSII, yang pada gilirannya menggerakan fotosintesis.[6]

Robert Hill berpikir bahwa suatu kompleks reaksi terdiri atas perantara ke kitokrom b6 (kini plastokinon), yang lainnya dari kitokrom f ke satu tahap dalam mekanisme penghasilan karbohidrat. Semua itu dihubungkan oleh plastokinon, yang memerlukan energi untuk mengurangi kitokrom f karena itu merupakan reduktan yang baik.

Percobaan lebih lanjut yang membuktikan bahwa oksigen berkembang pada fotosintesis Tumbuhan hijau dilakukan oleh Hill pada tahun 1937 dan 1939. Dia menunjukkan bahwa kloroplas terisolasi melepaskan oksigen ketika memperleh agen pengurang tak alami seperti besi oksalat, ferisianida atau benzokinon setelah sebelumnya diterangi oleh cahaya. Reaksi Hill adalah sebagai berikut:

6 H2O + 6 CO2 + (cahaya, kloroplas) → C6H12O6 + 6O2

yang mana A adalah penerima elektron. Dengan demikian, dalam penerangan, penerima elektron terkurangi dan oksigen berkembang.

Samuel Ruben dan Martin Kamen menggunakan isotop radioaktif untuk menunjukkan bahwa oksigen yang dilepaskan dalam fotosintesis berasal dari air.

Melvin Calvin dan Andrew Benson, bersama dengan James Bassham, menjelaskan jalur asimilasi karbon (siklus reduksi karbon fotosintesis) pada Tumbuhan. Siklus reduksi karbon kini dikenal sebagai siklus Calvin, yang mengabaikan kontribusi oleh Bassham dan Benson. Banyak ilmuwan menyebut siklus ini sebagai Siklus Calvin-Benson, Benson-Calvin, dan beberapa bahkan menyebutnya Siklus Calvin-Benson-Bassham (atau CBB).

Ilmuwan pemenang Hadiah Nobel, Rudolph A. Marcus, berhasil menemukan fungsi dan manfaat dari rantai pengangkutan elektron.

Otto Heinrich Warburg dan Dean Burk menemukan reaksi fotosintesis I-kuantum yang membagi CO2, diaktifkan oleh respirasi.[15]

Louis N.M. Duysens dan Jan Amesz menemukan bahwa klorofil a menyerap satu cahaya, mengoksidasi kitokrom f, klorofil a (dan pigmen lainnya) akan menyerap cahaya lainnya, namun akan mengurangi kitokrom sama yang telah teroksidasi, menunjukkan bahwa dua reaksi cahaya itu ada dalam satu rangkaian.

Perangkat fotosintesis

Struktur kloroplas:
1. membran luar
2. ruang antar membran
3. membran dalam (1+2+3: bagian amplop)
4. stroma
5. lumen tilakoid (inside of thylakoid)
6. membran tilakoid
7. granum (kumpulan tilakoid)
8. tilakoid (lamella)
9. pati
10. ribosom
11. DNA plastida
12. plastoglobula

Pigmen

Proses fotosintesis tidak dapat berlangsung pada setiap sel, tetapi hanya pada sel yang mengandung pigmen fotosintetik.[16] Sel yang tidak mempunyai pigmen fotosintetik ini tidak mampu melakukan proses fotosintesis.[16] Pada percobaan Jan Ingenhousz, dapat diketahui bahwa intensitas cahaya memengaruhi laju fotosintesis pada tumbuhan.[14] Hal ini dapat terjadi karena perbedaan energi yang dihasilkan oleh setiap spektrum cahaya.[14] Di samping adanya perbedaan energi tersebut, faktor lain yang menjadi pembeda adalah kemampuan daun dalam menyerap berbagai spektrum cahaya yang berbeda tersebut.[14] Perbedaan kemampuan daun dalam menyerap berbagai spektrum cahaya tersebut disebabkan adanya perbedaan jenis pigmen yang terkandung pada jaringan daun.[14]

Di dalam daun terdapat mesofil yang terdiri atas jaringan bunga karang dan jaringan pagar.[17] Pada kedua jaringan ini, terdapat kloroplas yang mengandung pigmen hijau klorofil.[17] Pigmen ini merupakan salah satu dari pigmen fotosintesis yang berperan penting dalam menyerap energi matahari.[17]

Dari semua radiasi Matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang tertentu yang dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fotosintesis, yaitu panjang gelombang yang berada pada kisaran cahaya tampak (380-700 nm).[18] Cahaya tampak terbagi atas cahaya merah (610 - 700 nm), hijau kuning (510 - 600 nm), biru (410 - 500 nm), dan violet (< 400 nm).[19]

Masing-masing jenis cahaya berbeda pengaruhnya terhadap fotosintesis.[19] Hal ini terkait pada sifat pigmen penangkap cahaya yang bekerja dalam fotosintesis.[19] Pigmen yang terdapat pada membran grana menyerap cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu.[19] Pigmen yang berbeda menyerap cahaya pada panjang gelombang yang berbeda.[19] Kloroplas mengandung beberapa pigmen. Sebagai contoh, klorofil a terutama menyerap cahaya biru-violet dan merah, sementara klorofil b menyerap cahaya biru dan oranye dan memantulkan cahaya kuning-hijau. Klorofil a berperan langsung dalam reaksi terang, sedangkan klorofil b tidak secara langsung berperan dalam reaksi terang.[19] Proses absorpsi energi cahaya menyebabkan lepasnya elektron berenergi tinggi dari klorofil a yang selanjutnya akan disalurkan dan ditangkap oleh akseptor elektron.[20] Proses ini merupakan awal dari rangkaian panjang reaksi fotosintesis.

Kloroplas

Hasil mikroskop elektron dari kloroplas

Kloroplas terdapat pada semua bagian tumbuhan yang berwarna hijau, termasuk batang dan buah yang belum matang.[21] Di dalam kloroplas terdapat pigmen klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis.[22] Kloroplas mempunyai bentuk seperti cakram dengan ruang yang disebut stroma.[21] Stroma ini dibungkus oleh dua lapisan membran.[21] Membran stroma ini disebut tilakoid, yang di dalamnya terdapat ruang-ruang antar membran yang disebut lokuli.[21]

Di dalam stroma juga terdapat lamela-lamela yang bertumpuk-tumpuk membentuk grana (kumpulan granum).[21] Granum sendiri terdiri atas membran tilakoid yang merupakan tempat terjadinya reaksi terang dan ruang tilakoid yang merupakan ruang di antara membran tilakoid.[21] Bila sebuah granum disayat maka akan dijumpai beberapa komponen seperti protein, klorofil a, klorofil b, karetonoid, dan lipid.[23]

Secara keseluruhan, stroma berisi protein, enzim, DNA, RNA, gula fosfat, ribosom, vitamin-vitamin, dan juga ion-ion logam seperti mangan (Mn), besi (Fe), maupun tembaga (Cu).[17] Pigmen fotosintetik terdapat pada membran tilakoid.[17] Sedangkan, pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia berlangsung dalam tilakoid dengan produk akhir berupa glukosa yang dibentuk di dalam stroma.[17] Klorofil sendiri sebenarnya hanya merupakan sebagian dari perangkat dalam fotosintesis yang dikenal sebagai fotosistem.[17]

Fotosistem

Fotosistem adalah suatu unit yang mampu menangkap energi cahaya Matahari yang terdiri dari klorofil a, kompleks antena, dan akseptor elektron.[17] Di dalam kloroplas terdapat beberapa macam klorofil dan pigmen lain, seperti klorofil a yang berwarna hijau muda, klorofil b berwarna hijau tua, dan karoten yang berwarna kuning sampai jingga.[17] Pigmen-pigmen tersebut mengelompok dalam membran tilakoid dan membentuk perangkat pigmen yang berperan penting dalam fotosintesis.[24]

Klorofil a berada dalam bagian pusat reaksi.[20] Klorofil ini berperan dalam menyalurkan elektron yang berenergi tinggi ke akseptor utama elektron.[20] Elektron ini selanjutnya masuk ke sistem siklus elektron.[20] Elektron yang dilepaskan klorofil a mempunyai energi tinggi sebab memperoleh energi dari cahaya yang berasal dari molekul perangkat pigmen yang dikenal dengan kompleks antena.[24]

Fotosistem sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fotosistem I dan fotosistem II.[24] Pada fotosistem I ini penyerapan energi cahaya dilakukan oleh klorofil a yang sensitif terhadap cahaya dengan panjang gelombang 700 nm sehingga klorofil a disebut juga P700.[25] Energi yang diperoleh P700 ditransfer dari kompleks antena.[25] Pada fotosistem II penyerapan energi cahaya dilakukan oleh klorofil a yang sensitif terhadap panjang gelombang 680 nm sehingga disebut P680.[26] P680 yang teroksidasi merupakan agen pengoksidasi yang lebih kuat daripada P700.[26] Dengan potensial redoks yang lebih besar, akan cukup elektron negatif untuk memperoleh elektron dari molekul-molekul air.[17]

Membran dan organel fotosintesis

Protein yang mengumpulkan cahaya untuk fotosintesis dilengkapi dengan membran sel. Cara yang paling sederhana terdapat pada bakteri, yang mana protein-protein ini tersimpan di dalam mebran plasma.[27] Akan tetapi, membran ini dapat terlipat dengan rapat menjadi lembaran silinder yang disebut tilakoid,[28] atau terkumpul menjadi vesikel yang disebut membran intrakitoplasma.[29] Struktur ini dapat mengisi sebagian besar bagian dalam sel, menjadikan membran itu memiliki area permukaan yang luas dan dengan demikian meningkatkan jumlah cahaya yang dapat diserap oleh bakteri.[28]

Pada Tumbuhan dan alga, fotosintesis terjadi di organel yang disebut kloroplas. Satu sel tumbuhan biasanya memiliki sekitar 10 sampai 100 kloroplas. Kloroplas ditutupi oleh suatu membran. Membran ini tersusun oleh membran dalam fosfolipid, membran luar fosfolipid, dan membran antara kedua membran itu. Di dalam membran terdapat cairan yang disebut stroma. Stroma mengandung tumpukan (grana) tilakoid, yang merupakan tempat berlangsungnya fotosintesis. Tilakoid berbentuk cakram datar, dilapisi oleh membran dengan lumen atau ruang tilakoid di dalamnya. Tempat terjadinya fotosintesis adalah membran tilakoid, yang mengandung kompleks membran integral dan kompleks membran periferal, termasuk membran yang menyerap energi cahaya, yang membentuk fotosistem.

Tumbuhan menyerap cahaya menggunakan pigmen klorofil, yang merupakan alasan kenapa sebagian besar tumbuhan memiliki warna hijau. Selain klorofil, tumbuhan juga menggunakan pigmen seperi karoten dan xantofil.[30] Alga juga menggunakan klorofil, namun memiliki beragam pigmen lainnya, misalnya fikosianin, karoten, dan xantofil pada alga hijau, fikoeritrin pada alga merah (rhodophyta) dan fukoksantin pada alga cokelat dan diatom yang menghasilkan warna yang beragam pula.

Pigmen-pigmen ini terdapat pada tumbuhan dan alga pada protein antena khusus. Pada protein tersebut semua pigmen bekerja bersama-sama secara teratur. Protein semacam itu disebut kompleks panen cahaya.

Walaupun semua sel pada bagian hijau pada tumbuhan memiliki kloroplas, sebagian besar energinya diserap di dalam daun. Sel pada jaringan dalam daun, disebut mesofil, dapat mengandung antara 450.000 sampai 800.000 kloroplas pada setiap milimeter persegi pada daun. Permukaan daun secara sergam tertutupi oleh kutikula lilin yang tahan air yang melindungi daun dari penguapan yang berlebihan dan mengurangi penyerapan sinar biru atau ultraviolet untuk mengurangi pemanasan. Lapisan epidermis yang tembus pandang memungkinkan cahaya untuk masuk melalui sel mesofil palisade tempat sebagian besar fotosintesis berlangsung.

Fotosintesis pada tumbuhan

Tumbuhan bersifat autotrof.[13] Autotrof artinya dapat mensintesis makanan langsung dari senyawa anorganik.[13] Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis. Berikut ini adalah persamaan reaksi fotosintesis yang menghasilkan glukosa:

6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2


Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar.[13] Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan.[13] Secara umum reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan di atas.[13] Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia.[13]

Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil.[13] Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam organel yang disebut kloroplas.[13] klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis.[13] Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun.[13] Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta kloroplas setiap milimeter perseginya.[13] Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis.[13] Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar Matahari ataupun penguapan air yang berlebihan.[13]

Fotosintesis pada alga dan bakteri

Alga terdiri dari alga multiseluler seperti ganggang hingga alga mikroskopik yang hanya terdiri dari satu sel.[31] Meskipun alga tidak memiliki struktur sekompleks tumbuhan darat, fotosintesis pada keduanya terjadi dengan cara yang sama.[31] Hanya saja karena alga memiliki berbagai jenis pigmen dalam kloroplasnya, maka panjang gelombang cahaya yang diserapnya pun lebih bervariasi.[31] Semua alga menghasilkan oksigen dan kebanyakan bersifat autotrof.[31] Hanya sebagian kecil saja yang bersifat heterotrof yang berarti bergantung pada materi yang dihasilkan oleh organisme lain.[31] Ada sejumlah bakteri yang melakukan fotosintesis contohnya Rhodobacter sphaeroides. Bakteri berfotosintesis menggunakan klorosom. Klorosom adalah struktur yang berada tepat di bawah membran plasma dan mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis.[butuh rujukan]

Proses

Fotosintesis terdiri dari dua tahap yang disebut reaksi terang, yang membutuhkan cahaya dan melibatkan pemecahan air serta pelepasan oksigen, dan reaksi gelap atau siklus Calvin, yang mengubah karbon dioksida menjadi gula.

Hingga sekarang fotosintesis masih terus dipelajari karena masih ada sejumlah tahap yang belum bisa dijelaskan, meskipun sudah sangat banyak yang diketahui tentang proses vital ini.[32] Proses fotosintesis sangat kompleks karena melibatkan semua cabang ilmu pengetahuan alam utama, seperti fisika, kimia, maupun biologi sendiri.[32]

Pada tumbuhan, organ utama tempat berlangsungnya fotosintesis adalah daun.[32] Namun secara umum, semua sel yang memiliki kloroplas berpotensi untuk melangsungkan reaksi ini.[33] Di organel inilah tempat berlangsungnya fotosintesis, tepatnya pada bagian stroma.[32] Hasil fotosintesis (disebut fotosintat) biasanya dikirim ke jaringan-jaringan terdekat terlebih dahulu.[32]

Pada dasarnya, rangkaian reaksi fotosintesis dapat dibagi menjadi dua bagian utama: reaksi terang (karena memerlukan cahaya) dan reaksi gelap (tidak memerlukan cahaya tetapi memerlukan karbon dioksida).[18] Reaksi terang terjadi pada grana (tunggal: granum), sedangkan reaksi gelap terjadi di dalam stroma.[18] Dalam reaksi terang, terjadi konversi energi cahaya menjadi energi kimia dan menghasilkan oksigen (O2).[18] Sedangkan dalam reaksi gelap terjadi seri reaksi siklik yang membentuk gula dari bahan dasar CO2 dan energi (ATP dan NADPH).[18] Energi yang digunakan dalam reaksi gelap ini diperoleh dari reaksi terang.[18] Pada proses reaksi gelap tidak dibutuhkan cahaya Matahari. Reaksi gelap bertujuan untuk mengubah senyawa yang mengandung atom karbon menjadi molekul gula.[18]

Organisme fotosintesis itu autotrof, yang berarti bahwa mereka menyimpan energi, mereka dapat menyintesis makanan langsung ari karbondioksida, air, dan menggunakan energi dari cahaya. Mereka menumbuhkannya sebagai bagian dari energi potensial mereka. Akan tetapi, tidak semua organisme menggunakan cahaya sebagai sumber energi untuk melaksanakan fotosintesis, karena fotoheterotrof menggunakan senyawa organik, dan bukan karbondioksida, sebagai sumber energi.[2] Pada tumbuhan, alga, dan cyanobacteria, fotosintesis menghasilkan oksigen. Ini disebut fotosintesis oksigen. Walaupun ada beberapa perbedaan antara fotosintesis oksigen pada tumbuhan, alga, dan cyanobacteria, secara umum prosesnya cukup mirip pada organisme-organisme tersebut. Akan tetapi, ada beberapa jenis bakteri yang melakukan fotosintesis anoksigen, yang menyerap karbondioksida namun tidak menghasilkan oksigen.

Karbondioksida diubah menjadi gula dalam suatu proses yang disebut fiksasi karbon. Fiksasi karbon adalah reaksi redoks, jadi fotosintesis memerlukan sumber energi untuk melakukan proses ini, dan elektron yang diperlukan untuk mengubah karbondioksida menjadi karbohidrat, yang merupaan reaksi reduksi. Secara umum, fotosintesis adalah kebalikan dari respirasi sel, yang mana glukosa dan senyawa lainnya teroksidasi untuk menghasilkan karbondioksia, air, dan menghasilkan energi kimia. Namun, dua proses itu berlangsung melalui rangkaian reaksi kimia yang berbeda dan pada kompartemen sel yang berbeda.

Persamaan umum untuk fotosintesis adalah sebagai berikut:

2n CO2 + 2n DH2 + foton2(CH2O)n + 2n DO

Karbondioksida + donor elektron + energi cahaya → karbohidrat + donor elektron teroksidasi

Pada fotosintesis okesigen air adalah donor elektron dan, karena merupakan hidrolisis melepaskan oksigen, persamaan untuk proses ini adalah:

2n CO2 + 4n H2O + foton2(CH2O)n + 2n O2 + 2n H2O
karbondioksida + air + energi cahaya → karbohidrat + oksigen + air

Seringkali 2n molekul air dibatalkan pada kedua pihak, sehingga menghasilkan:

2n CO2 + 2n H2O + foton2(CH2O)n + 2n O2
karbondioksida + air + energi cahaya → karbohidrat + oksigen

Proses lainnya menggantikan senyawa lainnya (Seperti arsenit) dengan air pada peran suplai-elektron; mikroba menggunakan cahaya matahari untuk mengoksidasi arsenit menjadi arsenat:[34] Persamaan untuk reaksinya adalah sebagai berikut:

CO2 + (AsO33–) + foton → (AsO43–) + CO [35]
karbondioksida + arsenit + energi cahaya → arsenat + karbonmonoksida (digunakan untuk membuat senyawa lainnya dalam reaksi berikutnya)

Fotosintesis terjadi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, reaksi terang atau reaksi cahaya menyerap energi cahaya dan menggunakannya untuk menghasilkan molekul penyimpan energi ATP dan NADPH. Pada tahap kedua, reaksi gelap menggunakan produk ini untuk menyerap dan mengurangi karondioksida.

Sebagian besar organisme yang melakukan fotosintesis untuk menghasilkan oksigen menggunakan cahaya tampak untuk melakukannya, meskipun setidaknya tiga menggunakan radiasi inframerah.[36]

Reaksi terang

Reaksi terang fotosintesis pada membran tilakoid

Reaksi terang adalah proses untuk menghasilkan ATP dan reduksi NADPH2.[37] Reaksi ini memerlukan molekul air dan cahaya Matahari. Proses diawali dengan penangkapan foton oleh pigmen sebagai antena.[37]

Reaksi terang melibatkan dua fotosistem yang saling bekerja sama, yaitu fotosistem I dan II.[38] Fotosistem I (PS I) berisi pusat reaksi P700, yang berarti bahwa fotosistem ini optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 700 nm, sedangkan fotosistem II (PS II) berisi pusat reaksi P680 dan optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 680 nm.[38]

Mekanisme reaksi terang diawali dengan tahap di mana fotosistem II menyerap cahaya Matahari sehingga elektron klorofil pada PS II tereksitasi dan menyebabkan muatan menjadi tidak stabil.[38] Untuk menstabilkan kembali, PS II akan mengambil elektron dari molekul H2O yang ada disekitarnya. Molekul air akan dipecahkan oleh ion mangan (Mn) yang bertindak sebagai enzim.[38] Hal ini akan mengakibatkan pelepasan H+ di lumen tilakoid.

Dengan menggunakan elektron dari air, selanjutnya PS II akan mereduksi plastokuinon (PQ) membentuk PQH2.[38] Plastokuinon merupakan molekul kuinon yang terdapat pada membran lipid bilayer tilakoid. Plastokuinon ini akan mengirimkan elektron dari PS II ke suatu pompa H+ yang disebut sitokrom b6-f kompleks.[37] Reaksi keseluruhan yang terjadi di PS II adalah[38]:

2H2O + 4 foton + 2PQ + 4H- → 4H+ + O2 + 2PQH2


Sitokrom b6-f kompleks berfungsi untuk membawa elektron dari PS II ke PS I dengan mengoksidasi PQH2 dan mereduksi protein kecil yang sangat mudah bergerak dan mengandung tembaga, yang dinamakan plastosianin (PC).[38] Kejadian ini juga menyebabkan terjadinya pompa H+ dari stroma ke membran tilakoid.[38] Reaksi yang terjadi pada sitokrom b6-f kompleks adalah[38]:

2PQH2 + 4PC(Cu2+) → 2PQ + 4PC(Cu+) + 4 H+ (lumen)


Elektron dari sitokrom b6-f kompleks akan diterima oleh fotosistem I.[38] Fotosistem ini menyerap energi cahaya terpisah dari PS II, tetapi mengandung kompleks inti terpisahkan, yang menerima elektron yang berasal dari H2O melalui kompleks inti PS II lebih dahulu.[38] Sebagai sistem yang bergantung pada cahaya, PS I berfungsi mengoksidasi plastosianin tereduksi dan memindahkan elektron ke protein Fe-S larut yang disebut feredoksin.[38] Reaksi keseluruhan pada PS I adalah[38]:

Cahaya + 4PC(Cu+) + 4Fd(Fe3+) → 4PC(Cu2+) + 4Fd(Fe2+)


Selanjutnya elektron dari feredoksin digunakan dalam tahap akhir pengangkutan elektron untuk mereduksi NADP+ dan membentuk NADPH.[38] Reaksi ini dikatalisis dalam stroma oleh enzim feredoksin-NADP+ reduktase.[38] Reaksinya adalah[38]:

4Fd (Fe2+) + 2NADP+ + 2H+ → 4Fd (Fe3+) + 2NADPH


Ion H+ yang telah dipompa ke dalam membran tilakoid akan masuk ke dalam ATP sintase.[1] ATP sintase akan menggandengkan pembentukan ATP dengan pengangkutan elektron dan H+ melintasi membran tilakoid.[1] Masuknya H+ pada ATP sintase akan membuat ATP sintase bekerja mengubah ADP dan fosfat anorganik (Pi) menjadi ATP.[1] Reaksi keseluruhan yang terjadi pada reaksi terang adalah sebagai berikut[1]:

Sinar + ADP + Pi + NADP+ + 2H2O → ATP + NADPH + 3H+ + O2

Skema Z

Pada tanaman, reaksi terang terjadi pada membran tilakoid di kloroplas dan menggunakan energi cahaya untuk menyintesis ATP dan NADPH. Reaksi terang memiliki dua bentuk: siklus dan nonsiklus. Pada reaksi nonsiklus, foton diserap pada kompleks antena fotosistem II penyerap cahaya oleh klorofil dan pigmen aksesoris lainnya. Ketika molekul klorofil pada inti pusat reaksi fotosistem II memperoleh energi eksitasi yang cukup dari pigmen antena yang berdekatan dengannya, satu elektron akan dipindahkan ke molekul penerima elektron, yaitu feopftin, melalui sebuah proses yang disebut pemisahan tenaga terfotoinduksi. Elektron ini dipindahkan melalui rangkaian transport elektron, yang disebut skema Z, yang pada awalnya berfungsi untuk menghasilkan potensi kemiosmosis di sepanjang membran.

Satu enzim sintase ATP menggunakan potensi kemisomosis untuk menghasilkan ATP selama fotofosforilasi, sedangkan NADPH adalah produk dari reaksi redoks terminal pada skema Z. Elektron masuk ke molekul klorofil pada fofosistem II. Elektron ini tereksitasi karena cahaya yang diserap oleh fotosistem. Pembawa elektron kedua menerima elektron, yang lagi-lagi dilewatkan untuk menurunkan energi penerim elektron. Energi yang dihasilkan oleh penerima elektron digunakan untuk menggerakan ion hidrogen di sepanjang membran tilakoid sampai ke dalam lumen.

Elektron digunakan untuk mereduksi koenzim NADP, yang memiliki fungsi pada reaksi terang. Reaksi siklus mirip dengan nonsiklus, namun berbeda pada bentuknya karena hanya menghasilkan ATP, dan tidak ada NADP (NADPH) tereduksi yang dihasilkan. Reaksi siklus hanya berlangsung pada fotosistem I. Setelah elektron dipindahkan dari fotosistem, elektron digerakkan melewati molekul penerima elektron dan dikembalikan ke fotosistem I, yang dari sanalah awalnya elektron dikeluarkan, sehingga reaksi ini diberi nama reaksi siklus.

Fotolisis air

NADPH adalah agen pereduksi utama dalam kloroplas, menyediakan sumber elektron enerjik kepada reaksi lainnya. Produksinya meninggalkan klorofil dengan defisit elektron (teroksidasi), yang harus diperoleh dari beberapa agen pereduksi lainnya. Elektron yang hilang dari klorofil pada fotosistem I ini digantikan dari rangkaian transport elektron oleh plastosianin. Akan tetapi, karena fotosistem II meliputi tahap pertama dari skema Z, sumber elektron eksternal siperlukan untuk mereduksi molekuk klorofil a-nya yang telah teroksidasi. Sumber elektron pada tanaman hijau dan fotosintesis cyanobacteria adalah air.

Dua molekul air teroksidasi oleh oleh empat reaksi pemisahan-tenaga berturut-turut oleh fotosistem II untuk menghasilkan satu molekul oksigen diatom dan empat ion hidrogen; elektron yang dihasilkan pada tiap tahap dipindahkan ke residu tirosin redoks-aktif yang kemudian mereduksi spesies klorofil a yang berpasangan yang telah terfotooksidasi yang disebut P680 yang berguna sebagai donor elektron primer (digerakkan oleh cahaya) pada pusat reaksi fotosistem II.

Oksidasi air terkatalisasi pada fotosistem oleh fotosistem II oleh suatu struktur redoks-aktif yang mengandung empat ion mangan dan satu ion kalsium; kompleks evolusi oksigen ini mengikat dua molekul air dan menyimpan empat padanannya yang telah teroksidasi yang diperlukan untuk melakukan reaksi oksidasi air.

Fotosistem II adalah satu-satunya enzim biologi yang diketahui melaksanakan oksidasi air ini. Ion hidrogen berkontribusi terhadap potensi kemiosmosis transmembran yang berujung pada sintesis ATP. Oksigen adalah produk ampas dari reaksi cahaya, namun sebagian besar organisme di Bumi menggunakan oksigen untuk respirasi sel, termasuk organisme fotosintesis.[39][40]

Reaksi gelap

Reaksi gelap pada tumbuhan dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu siklus Calvin-Benson dan jalur Hatch-Slack.[41] Pada siklus Calvin-Benson tumbuhan mengubah senyawa ribulosa-1,5-bisfosfat (RuBP, senyawa dengan lima atom C) dan molekul karbondioksida menjadi dua senyawa 3-fosfogliserat (PGA)[41]: Oleh karena PGA memiliki tiga atom karbon tumbuhan yang menjalankan reaksi gelap melalui jalur ini dinamakan tumbuhan C3[41]. Penambatan CO2 sebagai sumber karbon pada tumbuhan ini dibantu oleh enzim Rubisco[41], yang merupakan enzim alami yang paling melimpah di bumi. Tumbuhan yang reaksi gelapnya mengikuti jalur Hatch-Slack disebut tumbuhan C4 karena senyawa pertama yang terbentuk setelah penambatan CO2 adalah asam oksaloasetat yang memiliki empat atom karbon. Enzim yang berperan adalah fosfoenolpiruvat karboksilase[41].

Siklus Calvin-Benson

Siklus Calvin-Benson

Mekanisme siklus Calvin-Benson dimulai dengan fiksasi CO2 oleh ribulosa difosfat karboksilase (RuBP) membentuk 3-fosfogliserat.[41] RuBP merupakan enzim alosetrik yang distimulasi oleh tiga jenis perubahan yang dihasilkan dari pencahayaan kloroplas. Pertama, reaksi dari enzim ini distimulasi oleh peningkatan pH.[41] Jika kloroplas diberi cahaya, ion H+ ditranspor dari stroma ke dalam tilakoid menghasilkan peningkatan pH stroma yang menstimulasi enzim karboksilase, terletak di permukaan luar membran tilakoid.[41] Kedua, reaksi ini distimulasi oleh Mg2+, yang memasuki stroma daun sebagai ion H+, jika kloroplas diberi cahaya.[41] Ketiga, reaksi ini distimulasi oleh NADPH, yang dihasilkan oleh fotosistem I selama pemberian cahaya.[41]

Fiksasi CO2 ini merupakan reaksi gelap yang distimulasi oleh pencahayaan kloroplas.[20] Fikasasi CO2 melewati proses karboksilasi, reduksi, dan regenerasi.[42] Karboksilasi melibatkan penambahan CO2 dan H2O ke RuBP membentuk dua molekul 3-fosfogliserat(3-PGA).[42] Kemudian pada fase reduksi, gugus karboksil dalam 3-PGA direduksi menjadi 1 gugus aldehida dalam 3-fosforgliseradehida (3-Pgaldehida).[42]

Reduksi ini tidak terjadi secara langsung, tetapi gugus karboksil dari 3-PGA pertama-tama diubah menjadi ester jenis anhidrida asam pada asam 1,3-bifosfogliserat (1,3-bisPGA) dengan penambahan gugus fosfat terakhir dari ATP.[42] ATP ini timbul dari fotofosforilasi dan ADP yang dilepas ketika 1,3-bisPGA terbentuk, yang diubah kembali dengan cepat menjadi ATP oleh reaksi fotofosforilasi tambahan.[42] Bahan pereduksi yang sebenarnya adalah NADPH, yang menyumbang 2 elektron.[42] Secara bersamaan, Pi dilepas dan digunakan kembali untuk mengubah ADP menjadi ATP.[42]

Pada fase regenerasi, yang diregenerasi adalah RuBP yang diperlukan untuk bereaksi dengan CO2 tambahan yang berdifusi secara konstan ke dalam dan melalui stomata.[43] Pada akhir reaksi Calvin, ATP ketiga yang diperlukan bagi tiap molekul CO2 yang ditambat, digunakan untuk mengubah ribulosa-5-fosfat menjadi RuBP, kemudian daur dimulai lagi.[43]

Tiga putaran daur akan menambatkan 3 molekul CO2 dan produk akhirnya adalah 1,3-Pgaldehida.[20] Sebagian digunakan kloroplas untuk membentuk pati, sebagian lainnya dibawa keluar.[20] Sistem ini membuat jumlah total fosfat menjadi konstan di kloroplas, tetapi menyebabkan munculnya triosafosfat di sitosol.[20] Triosa fosfat digunakan sitosol untuk membentuk sukrosa.[20][43]

Siklus Hatch-Slack

Siklus Hatch-Slack

Berdasarkan cara memproduksi glukosa, tumbuhan dapat dibedakan menjadi tumbuhan C3 dan C4.[44] Tumbuhan C3 merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah subtropis.[44] Tumbuhan ini menghasilkan glukosa dengan pengolahan CO2 melalui siklus Calvin, yang melibatkan enzim Rubisco sebagai penambat CO2.[44]

Tumbuhan C3 memerlukan 3 ATP untuk menghasilkan molekul glukosa.[44] Namun, ATP ini dapat terpakai sia-sia tanpa dihasilkannya glukosa.[45] Hal ini dapat terjadi jika ada fotorespirasi, di mana enzim Rubisco tidak menambat CO2 tetapi menambat O2.[45] Tumbuhan C4 adalah tumbuhan yang umumnya ditemukan di daerah tropis.[45] Tumbuhan ini melibatkan dua enzim di dalam pengolahan CO2 menjadi glukosa.[45]

Enzim phosphophenol pyruvat carboxilase (PEPco) adalah enzim yang akan mengikat CO2 dari udara dan kemudian akan menjadi oksaloasetat.[45] Oksaloasetat akan diubah menjadi malat.[45] Malat akan terkarboksilasi menjadi piruvat dan CO2.[45] Piruvat akan kembali menjadi PEPco, sedangkan CO2 akan masuk ke dalam siklus Calvin yang berlangsung di sel bundle sheath dan melibatkan enzim RuBP.[45] Proses ini dinamakan siklus Hatch Slack, yang terjadi di sel mesofil.[46] Dalam keseluruhan proses ini, digunakan 5 ATP.[46]

Urutan dan kinetika

Proses forosintesis terjadi melalui empat tahap:[6]

Tahap Penjelasan Skala waktu
1 Perpindahan energi pada klorofil antena (membran tilakoid) femtodetik sampai pikodetik
2 Perpindahan elektorn pada reaksi fotokimia (membran tilakoid) pikodetik sampai nanodetik
3 Rantai perpindahan elektron dan sintesis ATP (membran tilakoid) mikrodetik sampai millidetik
4 Fiksasi karbon dan ekspor produk stabil millidetik sampai detik

Efisiensi

Tumbuhan biasanya mengubah cahaya menjadi energi kimia dengan efisiensi fotosintesis sekitar 3–6%.[47] Efisiensi fotosintesis yang sebenarnya, beragam tergantung pada frekuensi cahaya yang diserap, suhu dan jumlah karbondioksida di atmosfer, dan dapat bervariasi mulai dari 0.1% sampai 8%.[48] Sebagai perbadningan, panel surya mengubah cahaya menjadi energi listrik dengan efisiensi ekitar 6-20 % untuk panel yang diproduksi massal, dan di atas 40% untuk panel laboratoium.

Evolusi

Sistem fotosintesis awal, seperti misalnya pada bakteri sulfur hijau dan bakteri sulfur ungu serta baktero nonsulfur hujau dan bakteri nonsulfur ungu, dipercaya sebagai anoksigenik, menggunakan beragam molekul sebagai donor elektron. Bakteri sulfur hijau dan ungu dipercaya menggunakan hidrogen dan sulfur sebagai donor elektron. Bakteri nonsulfur hijau menggunakan beragam asam amino dan asam organik lainnya. Bakteri nonsulfur ungu menggunakan beragam molekuk organik nonrinci. Penggunaan molekuk-molekul ini konsisten dengan bukti geologi bahwa atmosfer sangat terkurangi pada masa itu. [butuh rujukan]

Fosil yang dipercaya sebagai organisme fotosintesis filamen diperirakan berasal dari 3,4 miliar tahun silam.[49][50]

Sumber utama oksigen di atmosfer adalah fotosintesis oksigen, dan kemunculan pertamanya seringkali disebut sebagai katastropi oksigen. Bukti geologis menunjukkan bahwa fotosintesis oksigen, seperti misalnya pada cyanobacteria, menjadi penting selama era Paleoproterozoikum sekitar 2 miliar tahun silam. Fotosintesis modern pada Tumbuhan dan sebagian besar prokariota fotosintesis menghasilkan oksigen. Fotosintesis oksigen menggunakan air sebagai donor elektron, yang teroksidasi menjadi oksigen molekuker (O2) di pusat reaksi fotosintesis.

Simbiosis dan asal mula kloroplas

Beberapa kelompok hewan membentuk hubungan simbiosis dengan alga fotosintesis. Ini banyak terdapat pada koral, spons, dan anemon laut. Diperkirakan bahwa ini adalah akibat dari rangka tubuh mereka yang cukup sederhana dan area permukaan tubuh yang luas dibandingkan volume tubuh mereka.[51] Selain itu, beberapa moluska, yaitu Elysia viridis dan Elysia chlorotica, juga memiliki hubungan simbiosis dengan kloroplas yang mereka ambil dari alga yang mereka makan dan kemudian disimpan di dalam tubuh mereka. Ini memungkinkan moluska bertahan hidup hanya dengan melakukan fotosintesis selama beberapa bulan pada suatu waktu.[52][53] Beberapa gen dari nukleus sel Tumbuhan ini ditransfer ke siput sehingga kloroplas dapat disuplai dengan protein yang mereka gunakan untuk bertahan hidup.[54]

Bentuk simbiosis yang bahkan lebih dekat dapat menjelaskan asal usul kloroplas. Kloroplas mungkin memiliki banyak kesamaaan dengan bakteri fotosintesis, termasuk kromosom bundar, ribosom berjenis prokariota, dan protein serupa di pusat reaksi fotosintesis.[55][56] Teori endosimbiotik menunjukkan bahwa bakteri fotosintesis didapat (melalui endositosis) oleh sel Eukariota untuk membentuk sel Tumbuhan awal. Dengan demikian, kloroplas kemungkinan merupakan bakteri fotosintesis yang beradaptasi untuk hidup di dalam sel Tumbuhan. Seperti mitokondria, kloroplas masih memiliki DNA mereka sendiri, terpisah dari DNA nukleus pada sel inang Tumbuhan mereka dan gen dalam DNA kloroplas ini mirip dengan yang terdapat pada cyanobacteria.[57] DNA di kloroplas menyandi untuk protein redoks seperti pusat reaksi fotosintesis. Hipotesis CoRR mengusulkan bahwa lokasi Co-lokasi ni diperlukan untuk Regulasi Redoks.

Cyanobacteria dan evolusi fotosintesis

Kapasitas biokimia untuk menggunakan air sebagai sumber elektron dalam fotosintesis berevolusi sekali, pada nenek moyang bersama dari cyanobacteria yang masih ada. Catatan geologi mengindikasikan bahwa peristiwa perubahan ini terjadi pada awal sejarah Bumi, setidaknya 2450–2320 juta tahun silam, bahkan diperkirakan jauh lebih awal dari itu.[58]

Bukti yang tersedia dari studi geologi mengenai batu sedimen Arkean (>2500 juta tahun silam) mengindikasikan bahwa kehidupan tersebut ada sekitar 3500 juta tahun lalu, namun pertanyaan mengenai kapan fotosintesis oksigen berevolusi masih belum terjawab. Jendela patologi yang jelas untuk evolusi cyanobacteria terbuka sekitar 200 juta tahun silam, mengungkapkan biota bakteri biru-hijau yang sudah beragam.

Cyanobacteria tetap menjadi produsen primer utama di sepanjang masa Eon Proterozoikum (2500–543 juta tahun silam), sebagian karena struktur redoks di laut lebih memudahkan fotoautotrof yang mampu melakukan fiksasi nitrogen. [butuh rujukan] Alga hijau berada di bawah alga hijau-biru sebagai produsen utama di landas benua dekat dengan akhir masa Proterozoikum, namun hanya dengan radiasi dinoflagelata, kokolitoforid, dan diatom pada masa Mesozoikum (251-65 juta tahun silam) produksi primer pada perairan tonjolan kelautan mulai memiliki bentuk modernnya.

Cyanobacteria tetap menjadi penting bagi ekosistem laut sebagai produsen utama dalam pilin samudra, sebagai agen fiksasi nitrogen biologis, dan, dalam bentuk yang termodifikasi, sebagai plastid alga laut.[59]

Sebuah penelitian pada tahun 2010 oleh para peneliti di Universitas Tel Aviv menemukan bahwa hornet oriental (Vespa orientalis) mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik menggunakan suatu pigmen yang disebut xantopterin. Ini merupakan bukti ilmiah pertama mengenai anggota kerajaan hewan yang melakukan fotosintesis.[60]

Faktor penentu laju fotosintesis

Proses fotosintesis dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor yang dapat memengaruhi secara langsung seperti kondisi lingkungan maupun faktor yang tidak memengaruhi secara langsung seperti terganggunya beberapa fungsi organ yang penting bagi proses fotosintesis.[1] Proses fotosintesis sebenarnya peka terhadap beberapa kondisi lingkungan meliputi kehadiran cahaya Matahari, suhu lingkungan, konsentrasi karbondioksida (CO2).[1] Faktor lingkungan tersebut dikenal juga sebagai faktor pembatas dan berpengaruh secara langsung bagi laju fotosintesis.[61]

Faktor pembatas tersebut dapat mencegah laju fotosintesis mencapai kondisi optimum meskipun kondisi lain untuk fotosintesis telah ditingkatkan, inilah sebabnya faktor-faktor pembatas tersebut sangat memengaruhi laju fotosintesis yaitu dengan mengendalikan laju optimum fotosintesis.[61] Selain itu, faktor-faktor seperti translokasi karbohidrat, umur daun, serta ketersediaan nutrisi memengaruhi fungsi organ yang penting pada fotosintesis sehingga secara tidak langsung ikut memengaruhi laju fotosintesis.[62]

Berikut adalah beberapa faktor utama yang menentukan laju fotosintesis[62]:

  1. Intensitas cahaya. Laju fotosintesis maksimum ketika banyak cahaya.
  2. Konsentrasi karbon dioksida. Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapt digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
  3. Suhu. Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
  4. Kadar air. Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis.
  5. Kadar fotosintat (hasil fotosintesis). Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang.
  6. Tahap pertumbuhan. Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh.

Intensitas cahaya (pancaran), panjang gelombang dan suhu

Pada awal abad ke-120, Frederick Frost Blackman bersama dengan Albert Einstein menyelidiki pengaruh intensitas cahaya (pemancaran) dan suhu terhadap tingkat asimilasi karbon.

  • Pada suhu tetap, tingkat asimilasi karbon beragam dengan pemancaran, pada awalnya meningkat seiring peningkatan pemancaran. Akan tetapi, pada tingkat pemancaran yang lebih tinggi, hubungan ini tidak berlangsung lama dan tingkat asimilasi karbon menjadi konstan.
  • Pada pemancaran tetap, tingkat asimilasi karbon meningkat seiring suhu meningkat pada cakupan terbatas. Pengaruh ini dapat dilihat hanya pada tingkat pemancaran yang tinggi. Pada pemancaran yang rendah, peningkatan suhu hanya memberikan sedikit pengaruh terhadap tingkat asimilasi karbon.

Dua eksperimen ini menggambarkan poin penting: Pertama, dari penelitian ini diketahui bahwa, secara umum, reaksi fotokimia tidak dipengaruhi oleh suhu. Akan tetapi, percobaan ini menunjukkan dengan jelas bahwa suhu mempengaruhi tingkat asimilasi karbon, jadi pasti ada dua rangkaian reaksi pada proses lengkap asimilasi karbon. Ini adalah tahap 'fotokimia' bergantung cahaya dan tahap bergantung suhu tetapi tak bergantung udara. Yang kedua, percobaan Blackman menunjukkan konsep faktor pembatas. Faktor pembatas lainnya adalah panjang gelombang cahaya. Cyanobacteria, yang hidup beberapa meter di bawah tanah tidak dapat memperoleh panjang gelombang yang tepat yang diperlukan untuk menghasilkan pemisahan bertenaga fotoinduksi pada pigmen fotosintesis konvensional. Untuk mengatasi permasalahan ini, serangkaian protein dengan pigmen-pigmen berbeda mengelilingi pusat reaksi. Unit ini disebut fikobilisome.

Tingkat karbondioksi dan fotorespirasi

Ketika konsentrasi karbondioksi meningkat, tingkat yang mana gula dihasilkan oleh reaksi bergantung cahaya meningkat hingga dibatasi oleh faktor-faktor lainnya. RuBisCO, enzim yang mengkat karbondioksida pada reaksi gelap, memiliki afinitas pengikatan untuk karbon dan oksigen. Ketika konsentrasi karbondioksida tinggi, RuBisCO akan memfiksasi karbondioksida. Akan tetapi, jika konsentrasi karbondioksida rendah, RuBisCO akan mengikat oksigen dan bukan karbondioksida. Proses ini, yang dsiebut fotorespirasi, menggunakan energi, tetapi tidak menghasilkan gula.

Aktivitas oksigenase RuBisCO tidak menguntungkan bagi Tumbuhan karena beberapa alasan berikut:

  1. Salah satu produk aktivitas oksigenasi adalah fosfoglikolat (2 karbon) dan bukannya 3-fosfogliserat (3 karbon). Fosfoglikolat tidak dapat dimetabolisme oleh siklus Calvin-Benson dan menunjukkan karbon yang hilang dari sklus tersebut. Aktivitas oksigenasi yang tinggi, dengan demikian, menguras gula yang diperlukan untuk mengolah kembali ribulose 5-bisfosfat dan untuk keberlangsungan siklus Calvin-Benson.
  2. Fosfoglikolat dimetabolisme dengan cepat menjadi glikolat yang beracun bagi Tumbuhan pada konsentrasi yang tinggi. Ini menghambat fotosintesis.
  3. Menyimpan Glikolat secara energi merupakan proses yang mahal yang menggunakan jalur glikolat, dan hanya 75% dari karbon yang dikembalikan pada siklus Calvin-Benson sebagai 3-fosfogliserat. Reaksi ini juga menghasilkan ammonia (NH3), yang dapat berdifusi keluar dari Tumbuhan, berujung pada hilangnya nitrogen.
Ringkasan sederhananya adalah sebagai berikut:
2 glikolat + ATP → 3-fosfogliserat + karbondioksida + ADP + NH3

Penggunaan jalur untuk produk dari aktivitas oksigenase RuBisCO oxygenase lebih dikenal sebagai fotorespirasi, karena dicirikan dengan konsumsi oksigen bergantung pada cahaya dan pelepasan karbondioksida.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k Salisbury FB, Ross CW. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 2. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hal. 19-38.
  2. ^ a b D.A. Bryant & N.-U. Frigaard (2006). "Prokaryotic photosynthesis and phototrophy illuminated". Trends Microbiol. 14 (11): 488. doi:10.1016/j.tim.2006.09.001. PMID 16997562. 
  3. ^ Nealson KH, Conrad PG (1999). "Life: past, present and future". Philos. Trans. R. Soc. Lond., B, Biol. Sci. 354 (1392): 1923–39. doi:10.1098/rstb.1999.0532. PMC 1692713alt=Dapat diakses gratis. PMID 10670014. 
  4. ^ "World Consumption of Primary Energy by Energy Type and Selected Country Groups, 1980–2004". Energy Information Administration. July 31, 2006. Diarsipkan dari versi asli (XLS) tanggal 2004-11-11. Diakses tanggal 2007-01-20. 
  5. ^ Field CB, Behrenfeld MJ, Randerson JT, Falkowski P (1998). "Primary production of the biosphere: integrating terrestrial and oceanic components". Science. 281 (5374): 237–40. doi:10.1126/science.281.5374.237. PMID 9657713. 
  6. ^ a b c “Photosynthesis,” McGraw-Hill Encyclopedia of Science and Technology, Vol. 13, 2007
  7. ^ Olson JM (2006). "Photosynthesis in the Archean era". Photosyn. Res. 88 (2): 109–17. doi:10.1007/s11120-006-9040-5. PMID 16453059. 
  8. ^ Buick R (2008). "When did oxygenic photosynthesis evolve?". Philos. Trans. R. Soc. Lond., B, Biol. Sci. 363 (1504): 2731–43. doi:10.1098/rstb.2008.0041. PMC 2606769alt=Dapat diakses gratis. PMID 18468984. 
  9. ^ Rodríguez-Ezpeleta, Naiara (2005-07-26). "Monophyly of primary photosynthetic eukaryotes: green plants, red algae, and glaucophytes". Current Biology: CB. 15 (14): 1325–1330. doi:10.1016/j.cub.2005.06.040. ISSN 0960-9822. PMID 16051178. Diakses tanggal 2009-08-26. 
  10. ^ Gould SB, Waller RF, McFadden GI (2008). "Plastid evolution". Annu Rev Plant Biol. 59: 491–517. doi:10.1146/annurev.arplant.59.032607.092915. PMID 18315522. 
  11. ^ a b c d (Inggris)Tyler Lacoma, eHow Contributor. 2010. Discovery of Photosynthesis. [terhubung berkala] http://www.ehow.com/about_5410325_discovery-photosynthesis.html [14 Mei 2010].
  12. ^ a b c d (Inggris) Foyer, Christine H. 1989. Photosynthesis. New York:Chapman and Hall. Hal. 4-9.
  13. ^ a b c d e f g h i j k l m n (Inggris) Hopkins WG, Hϋner NPA. 2004. Introduction to Plant Physiology. Hoboken: John Wiley & Sons. Hal. 17-29.
  14. ^ a b c d e f (Inggris) Gest H. 2000. Bicentenary homage to Dr Jan Ingen-Housz,MD (1730–1799), pioneer of photosynthesis research. Photosynthesis Research 63: 183–190.
  15. ^ Otto Warburg – Biography. Nobelprize.org (1970-08-01). Retrieved on 2011-11-03.
  16. ^ a b (Inggris) Woodward RB, Ayer WA, Beaton JM, Bickelhaupt F, Bonnett R, Buchschacher P, Closs GL, Dutler H, Hannah J, Hauck FP, Itô S, Langemann A, Le Goff E, Leimgruber W, Lwowski W, Sauer J, Valenta Z, Volz H. 1960. The total synthesis of chlorophyll. Journal of the American Chemical Society 82: 3800–3802.
  17. ^ a b c d e f g h i j Prawirohartono S. 2005. Sains Biologi. Jakarta : Bumi Aksara. Hal. 64-71.
  18. ^ a b c d e f g (Inggris) Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology Third Edition. Sunderland: Sinauer Associates. Hal. 17-34.
  19. ^ a b c d e f Institut Pertanian Bogor. 2008. Laju Fotosintesis Pada Berbagai Panjang Gelombang Cahaya. [terhubung berkala] http://web.ipb.ac.id/~tpb/tpb/files/materi/prak_biologi/LAJU%20FOTOSINTESIS%20PADA%20BERBAGAI%20PANJANG%20GELOMBANG%20CAHAYA.pdf [ 30 Mei 2008].
  20. ^ a b c d e f g h i (Inggris) Salisbury FB, Ross CW. 1992. Plant Physiology Fourth Edition. Belmont: Wadswoth Publishing Company. Hal. 15-31.
  21. ^ a b c d e f (Inggris) O'Keefe DP. 1988. Structure and function of the chloroplast bf complex. Photosynthesis Research 17:189-216.
  22. ^ (Inggris) Krause K. 2008. From chloroplasts to cryptic plastids: evolution of plastid genomes in parasitic plants. Curr. Genet. 54 (3): 111–21.
  23. ^ (Inggris) Chin WS, Woo KC. 1986. Simultaneous measurements of steady state chlorophyll a fluorescence and CO2 assimilation in leaves. J Pl Physiol 80:877-883.
  24. ^ a b c (Inggris) Andreasson LE, Vanngard T. 1988. Electron transport in photosystems I and II. Ann Rev of Plant Physiol and Plant Molecu Biol 39:379-411.
  25. ^ a b (Inggris) Reily P, Nelson N. 1988. Photosystem I complex. Photosynthesis Research 19:73-84.
  26. ^ a b (Inggris) Chitnis PR, Thornber JP. 1998. The major light-harvesting complex of photosystem II:Aspect of its molecular and cell biology. Photosynthesis Research 16:41-63.
  27. ^ Tavano CL, Donohue TJ (2006). "Development of the bacterial photosynthetic apparatus". Curr. Opin. Microbiol. 9 (6): 625–31. doi:10.1016/j.mib.2006.10.005. PMC 2765710alt=Dapat diakses gratis. PMID 17055774. 
  28. ^ a b Mullineaux CW (1999). "The thylakoid membranes of cyanobacteria: structure, dynamics and function". Australian Journal of Plant Physiology. 26 (7): 671–677. doi:10.1071/PP99027. 
  29. ^ Sener MK, Olsen JD, Hunter CN, Schulten K (2007). "Atomic-level structural and functional model of a bacterial photosynthetic membrane vesicle". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 104 (40): 15723–8. doi:10.1073/pnas.0706861104. PMC 2000399alt=Dapat diakses gratis. PMID 17895378. 
  30. ^ Campbell, Neil A. (2006). Biology: Exploring Life. Boston, Massachusetts: Pearson Prentice Hall. ISBN 0-13-250882-6. 
  31. ^ a b c d e (Inggris) Bryant DA , Frigaard NU. 2006. Prokaryotic photosynthesis and phototrophy illuminated. Trends Microbiol 14(11): 488.
  32. ^ a b c d e (Inggris) Burnie, David. 1989. Plant. Great Britain:Stoddart. Hal. 17-26.
  33. ^ Staf Lab. Ilmu Tumbuhan. 2007. Hubungan Cahaya dan Tumbuhan. [terhubung berkala] http://www.faperta.ugm.ac.id/buper/download/kuliah/fistan/6_hubungan_cahaya_Tumbuhan.ppt [30 Mei 2008].
  34. ^ Anaerobic Photosynthesis, Chemical & Engineering News, 86, 33, August 18, 2008, p. 36
  35. ^ Kulp TR, Hoeft SE, Asao M, Madigan MT, Hollibaugh JT, Fisher JC, Stolz JF, Culbertson CW, Miller LG, Oremland RS (2008). "Arsenic(III) fuels anoxygenic photosynthesis in hot spring biofilms from Mono Lake, California". Science. 321 (5891): 967–70. doi:10.1126/science.1160799. PMID 18703741. 
  36. ^ "Scientists discover unique microbe in California's largest lake". Diakses tanggal 2009-07-20. 
  37. ^ a b c (Inggris) Alberts et al. 2002. Molecular Biology of The Cell. 4th Edition. New York: Garland Publishing. Hal. 79-86.
  38. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p (Inggris) Raven, Peter H, Ray F. Evert, Susan EE. 2005. Biology of Plants, 7th Edition. New York: W.H. Freeman and Company Publishers. Hal. 119-127.
  39. ^ "Yachandra Group Home page". 
  40. ^ Pushkar Y, Yano J, Sauer K, Boussac A, Yachandra VK (2008). "Structural changes in the Mn4Ca cluster and the mechanism of photosynthetic water splitting". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 105 (6): 1879–84. doi:10.1073/pnas.0707092105. PMC 2542863alt=Dapat diakses gratis. PMID 18250316. 
  41. ^ a b c d e f g h i j Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Hal. 31-40.
  42. ^ a b c d e f g (Inggris) Bassham JA. 1965. Photosynthesis: The path of carbon. Plant biochemistry, Second Edition. New York: Academic Press. Hal. 875-902.
  43. ^ a b c (Inggris) Hawker JS. 1985. Sucrose. Biochemistry of Storeage Carbohydrates in Green Plants. New York: Academic Press. Hal. 48-51.
  44. ^ a b c d (Inggris) Brown RH, Hattersley PW. 1989. Leaf anatomy of C3-C4 species as related to evolution of C4 photosynthesis. Plant Physiol 91:1543-1550.
  45. ^ a b c d e f g h (Inggris) Laetsch WM. 1974. The C-4 syndrome: A structural analysis. Ann Rev of Plan Physiol 25:27-52.
  46. ^ a b (Inggris) Slack CR, Hatch MD. 1967. Comparative Studies on the Activity of Carboxylases and Other Enzymes in Relation to the New Pathway of Photosynthetic Carbon Dioxide Fixation in Tropical Grasses. Biochem. J. 103:660.
  47. ^ Chapter 1 – Biological energy production">Miyamoto K. "Chapter 1 – Biological energy production". Renewable biological systems for alternative sustainable energy production (FAO Agricultural Services Bulletin – 128). Food and Agriculture Organization of the United Nations. Diakses tanggal 2009-01-04. 
  48. ^ Govindjee, What is photosynthesis?
  49. ^ Photosynthesis got a really early start, New Scientist, 2 October 2004
  50. ^ Revealing the dawn of photosynthesis, New Scientist, 19 August 2006
  51. ^ Venn AA, Loram JE, Douglas AE (2008). "Photosynthetic symbioses in animals". J. Exp. Bot. 59 (5): 1069–80. doi:10.1093/jxb/erm328. PMID 18267943. 
  52. ^ Rumpho ME, Summer EJ, Manhart JR (2000). "Solar-Powered Sea Slugs. Mollusc/Algal Chloroplast Symbiosis". Plant Physiol. 123 (1): 29–38. doi:10.1104/pp.123.1.29. PMC 1539252alt=Dapat diakses gratis. PMID 10806222. 
  53. ^ Muscatine L, Greene RW (1973). "Chloroplasts and algae as symbionts in molluscs". Int. Rev. Cytol. 36: 137–69. doi:10.1016/S0074-7696(08)60217-X. PMID 4587388. 
  54. ^ Rumpho ME; Worful JM; Lee J; et al. (2008). "Horizontal gene transfer of the algal nuclear gene psbO to the photosynthetic sea slug Elysia chlorotica". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 105 (46): 17867–17871. doi:10.1073/pnas.0804968105. PMC 2584685alt=Dapat diakses gratis. PMID 19004808. 
  55. ^ Douglas SE (1998). "Plastid evolution: origins, diversity, trends". Curr. Opin. Genet. Dev. 8 (6): 655–61. doi:10.1016/S0959-437X(98)80033-6. PMID 9914199. 
  56. ^ Reyes-Prieto A, Weber AP, Bhattacharya D (2007). "The origin and establishment of the plastid in algae and plants". Annu. Rev. Genet. 41: 147–68. doi:10.1146/annurev.genet.41.110306.130134. PMID 17600460. 
  57. ^ Raven JA, Allen JF (2003). "Genomics and chloroplast evolution: what did cyanobacteria do for plants?". Genome Biol. 4 (3): 209. doi:10.1186/gb-2003-4-3-209. PMC 153454alt=Dapat diakses gratis. PMID 12620099. 
  58. ^ "Cyanobacteria: Fossil Record". Ucmp.berkeley.edu. Diakses tanggal 2010-08-26. 
  59. ^ Herrero A and Flores E (editor). (2008). The Cyanobacteria: Molecular Biology, Genomics and Evolution (edisi ke-1st). Caister Academic Press. ISBN 978-1-904455-15-8. 
  60. ^ DOI:10.1007/s00114-010-0728-1
    Rujukan ini akan diselesaikan secara otomatis dalam beberapa menit. Anda dapat melewati antrian atau membuat secara manual
  61. ^ a b (Inggris) Andrews N R. 2008. The effect and interaction of enhanced nitrogen deposition and reduced light on the growth of woodland ground flora. hzn 11:148-156.
  62. ^ a b (Inggris) [TutorVista.com]. 2008. Factors Affecting Photosynthesis. [terhubung berkala]. http://www.tutorvista.com/content/biology/biology-ii/nutrition/factors-affecting-photosynthesis.php [22 Mei 2008].

Pranala luar