Lompat ke isi

Agama adalah candu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Agama adalah candu atau aslinya ditulis dalam Bahasa Jerman, Die Religion ... ist das Opium des Volkes (terjemahan langsung: "Agama... adalah opium bagi masyarakat"), adalah kutipan terkenal sepotong-sepotong dari tulisan Karl Marx yang sering disalah artikan. Kutipan ini sering digunakan untuk menyerang komunisme, seolah inti ajaran komunisme adalah memusuhi agama.

Kutipan ini berasal dari karya Marx berjudul "A Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right" yang mulai ditulis pada tahun 1843 namun tidak diterbitkan hingga waktu kematiannya. Pengenalan karya ini dimulai terpisah-pisah sejak 1844, dalam jurnal Marx Deutsch–Französische Jahrbücher, berkolaborasi dengan Arnold Ruge.

Salah kaprah

Lebih jauh, kutipan ini kadang dipelesetkan menjadi "Tuhan adalah candu", padahal yang dimaksud Karl Marx bukanlah Tuhan sendiri, namun agama.

Kutipan ini sendiri terpotong, yang sebenarnya membuatnya melenceng jauh dari tulisan lengkapnya:

"Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless world, and the soul of soulless conditions. It is the opium of the people."[1]

atau diterjemahkan

"Agama adalah hembusan napas pelepasan dari makhluk yang tertekan, hati dari dunia yang tak punya hati, dan jiwa dari kondisi yang tak berjiwa. Ia adalah opium bagi masyarakat."

Jelas bahwa Karl Marx justru menganggap agama sebagai opium yang maksudnya sarana meringankan beban bagi manusia, alih-alih menuduhnya sebagai sebagai candu yang menyesatkan. Konteks opium adalah sebagai obat peringan beban pikiran. Namun kutipan lengkap ini dirasa kurang kontroversial dibanding jika menyajikannya sepotong-sepotong.

Versi lebih lengkap

Jika menyajikan keseluruhan konteksnya, kalimat Karl Marx harusnya ditulis sebagai berikut:

The foundation of irreligious criticism is: Man makes religion, religion does not make man. Religion is, indeed, the self-consciousness and self-esteem of man who has either not yet won through to himself, or has already lost himself again. But man is no abstract being squatting outside the world. Man is the world of man – state, society. This state and this society produce religion, which is an inverted consciousness of the world, because they are an inverted world. Religion is the general theory of this world, its encyclopaedic compendium, its logic in popular form, its spiritual point d’honneur, its enthusiasm, its moral sanction, its solemn complement, and its universal basis of consolation and justification. It is the fantastic realization of the human essence since the human essence has not acquired any true reality. The struggle against religion is, therefore, indirectly the struggle against that world whose spiritual aroma is religion.

Religious suffering is, at one and the same time, the expression of real suffering and a protest against real suffering. Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless world, and the soul of soulless conditions. It is the opium of the people.

The abolition of religion as the illusory happiness of the people is the demand for their real happiness. To call on them to give up their illusions about their condition is to call on them to give up a condition that requires illusions. The criticism of religion is, therefore, in embryo, the criticism of that vale of tears of which religion is the halo.[2]

atau diterjemahkan:

Pondasi dari kritisisme irelijius adalah: Manusia menciptakan agama, agama tidak menciptakan manusia. Agama, tentu saja, adalah kesadaran diri sendiri dan kepercayaan diri dari seorang manusia yang bisa belum memenangkan dirinya sendiri, atau sudah kalah terlebih dahulu. Tapi manusia bukanlah makhluk abstrak yang dijongkokkan di luar dunia. Manusia adalah dunia dari manusia, - negara, masyarakat. Negara dan masyarakat ini menciptakan agama, yang merupakan kebalikan dari kesadaran akan dunia, karena mereka adalah dunia yang terbalik. Agama adalah teori umum atas dunia ini, sebuah kompendium ensiklopedis, logikanya dalam bentuk populer, aspek spiritual d'honneurya, antusiasmenya, sanksi moralnya, kesempurnaannya yang datar, dan basis universal dari penghiburan dan pengadilan. Perjuangan melawan agama, dengan demikian, adalah secara tidak langsung adalah perjuangan melawan dunia yang aroma spiritualnya adalah agama.

Penderitaan relijius adalah, pada satu dan saat yang sama, ekspresi dari penderitaan yang nyata dan protes melawan penderitaan yang nyata. Agama adalah ungkapan napas pelepasan beban (sigh) dari makhluk yang tertekan, hati dari dunia yang tak punya hati, jiwa dari kondisi yang tak berjiwa. Agama adalah opium bagi masyarakat.

Penghapusan dari agama sebagaimana ilusi kebahagiaan dari orang-orang adalah tuntutan atas kebahagiaan yang nyata. Untuk meminta mereka menyerahkan ilusi atas kondisi mereka sama saja meminta mereka menyerah atas kondisi yang butuh ilusi. Kritisisme atas agam adalah, dengan demikian, dalam bentuk embrio, sebuah kritisime atas lembah airmata yang agama merupakan lingkaran cahaya (halo)nya. [3]

  1. ^ McKinnon, AM. (2005). 'Reading ‘Opium of the People’: Expression, Protest and the Dialectics of Religion'. Critical Sociology, vol 31, no. 1-2, pp. 15-38. [1]
  2. ^ Marx, K. 1976. Introduction to A Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right. Collected Works, v. 3. New York.
  3. ^ Marx, K. 1976. Introduction to A Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right. Collected Works, v. 3. New York.