Lompat ke isi

Sumatera Thawalib

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sumatera Thawalib merupakan sekolah Islam modern pertama di Indonesia. Sumatera Thawalib, yang berarti Pelajar Sumatera, berdiri pada tanggal 15 Januari 1919 dari hasil pertemuan antara pelajar Sumatera Thawalib (Padang Panjang) dengan pelajar Parabek. Hasil pertemuan ini adalah dibentuknya sebuah persatuan antara kedua pelajar lembaga pendidikan itu, yang dinamai "Sumatera Thawalib (Siswa-Siswa Dari Sumatera)", dengan tujuan memperdalam ilmu dan mengembangkan agama Islam.

Sejarah

Masa Awal

Sistem pendidikan Islam melalui surau telah menjadi bagian budaya dalam masyarakat Minangkabau. Sistem pendidikan ini masih tetap bertahan hingga awal abad ke-20, walaupun telah terjadi pembaharuan dalam pendidikan Islam. Namun terdapat beberapa surau yang tidak mau ketinggalan dengan perkembangan madrasah. Surau pertama yang telah memakai sistem kelas dengan mempergunakan meja, kursi, papan tulis dan alat bantu pelajaran adalah surau Jembatan Besi di Padang Panjang.

Surau Jembatan Besi didirikan pada tahun 1914 oleh Abdullah Ahmad dan Abdul Karim Amrullah atau yang dikenal dengan Haji Rasul. Setelah Abdullah Ahmad pindah ke Padang, Haji Rasul menggantikannya sebagai pimpinan surau Jembatan Besi yang membawa banyak perubahan atau pembaruan. Pada tahun 1915, didirikan Koperasi Pelajar atas inisiatif Haji Habib, dan setahun kemudian koperasi itu diperluas lagi oleh Haji Hasyim. Dengan didirikannya sebuah koperasi pada surau Jembatan Besi, kelihatanlah bahwa surau tersebut mempunyai sifat terbuka dan mau menerima sesuatu yang baru, karena pengaturan koperasi sudah dipengaruhi oleh pengetahuan Barat.

Pada tahun 1913, Zainuddin Labay El Yunusy kembali ke Padang Panjang setelah menuntut ilmu dengan Abbas Abdullah di Padang Japang, Payakumbuh. Zainuddin Labai sebagai guru pada surau tersebut dan tahun 1915 mendirikan Sekolah Diniyah. Terpengaruh oleh sistem pendidikan pada sekolah Diniyah, Zainuddin Labai mengajak para pelajar surau Jembatan Besi membentuk suatu perkumpulan yang dinamakan Makaraful Ichwan, untuk memperdalam pengetahuan tentang Islam dan berusaha menyelesaikan masalah Agama secara ilmiah serta persahabatan antara sesama penganut agama Islam.

Pada tahun 1918 Zainuddin Labai Al-Yunusi, Jalaluddin Thaib dan Inyiak Mandua Basa mengubah nama Koperasi Pelajar Jembatan Besi dengan nama "Sumatera Thawalib" dengan memperluas ruang lingkup kegiatannya. Perubahan nama ini sekaligus mengubah nama surau Jembatan Besi menjadi nama Sumatera Thawalib. Perubahan nama tersebut diilhami oleh organisasi pemuda Jong Sumatranen Bond yang waktu itu sudah membuka cabangnya di Bukittinggi dan Padang.

Setelah surau Jembatan Besi mengalami banyak perubahan dan pembaharuan, maka pada tahun 1918 Haji Rasul memperkenalkan sistem kelas pada Sumatera Thawalib dan semenjak itu sistem pendidikan surau yang selama ini dianut oleh surau Jembatan Besi sudah berubah menjadi Sumatera Thawalib yang mempergunakan sistem sekolah. Sesudah sistem pendidikannya berubah, maka Haji Rasul menyusun kembali kurikulum, metode mengajar, dan buku yang akan dipergunakan pada Sumatera Thawalib dengan memasukkan mata pelajaran umum.

Sementara itu surau Parabek yang didirikan oleh Syekh Ibrahim Musa, bergerak ke arah pembaruan dalam bidang pendidikannya yang di ikuti pula oleh beberapa surau lainnya.

Pertemuan Parabek

Parabek Yang Awalnya Bernama Muzakaratul Ikhwan (Jamiatul Ikhwan)  Sebuah Halaqoh Di Masjid Jami' Parabek Yang Didirikan Oleh Syekh Ibrahim Musa (Inyiak Parabek) Pada Tanggal 20 September 1910. Pada tanggal 15 Januari 1919, dengan mengambil tempat di surau Muhammad Jamil Jambek di Bukittinggi, diadakan pertemuan antara pelajar Sumatera Thawalib dengan pelajar Parabek. Hasil pertemuan ini adalah dibentuknya sebuah persatuan antara kedua pelajar lembaga pendidikan itu, yang dinamai "Sumatera Thawalib", dengan tujuan memperdalam ilmu dan mengembangkan agama Islam.

Pada tahun 1921, Syekh Ibrahim Musa memperkenalkan sistem madrasah pada surau Parabek seperti yang dilaksanakan pada Sumatera Thawalib, dan semenjak itu surau Parabek sudah berubah namanya menjadi Sumatera Thawalib Parabek. Selanjutnya surau di Padang Japang, Maninjau, dan Batusangkar juga mengubah nama dengan Sumatera Thawalib seperti yang dilakukan oleh surau Jembatan Besi dan surau Parabek.

Pergerakan Politik

Pengaruh pergerakan politik juga masuk ke Sumatera Thawalib, terutama dengan tersebarnya sekolah Sumatera Thawalib di daerah Sumatera Barat, yang mendorong pelajar untuk membentuk suatu organisasi yang dapat mempersatukan seluruh pelajar. Pada tanggal 22 Januari 1922, atas undangan pelajar Sumatera Thawalib Padang Panjang, diadakan pertemuan antara wakil seluruh sekolah Sumatera Thawalib. Pertemuan itu memutuskan membentuk satu kesatuan organisasi pelajar Sumatera Thawalib di bawah satu Dewan Pusat dengan cabangnya di daerah-daerah. Kesatuan pelajar itupun dinamakan Pesatuan Pelajar Sumatera Thawalib dan pusat kegiatannya terdapat di Padang Panjang. Dengan adanya organisasi pelajar Sumatera Thawalib, maka mulai tahun 1923 terlihat perkembangan baru. Pengaruh Djamaluddin Tamin dan Datuk Batuah yang membawa ajaran komunisme, telah menarik hati para murid Sumatera Thawalib. Gagasan baru ini ditentang habis-habisan oleh pengajar Sumatera Thawalib, terutama Haji Rasul yang saat itu menjadi guru besar sekolah.

Tahun 1930, ulama tradisional yang dimotori para pengajar Sumatera Thawalib mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah untuk mewadahi sekolah Islam tradisional. Sumatera Thawalib yang selama ini hanya bergerak di bidang pendidikan mulai ikut politik yang menyebabkan sekolah ini ditutup pemerintah Hindia Belanda.

Sistem Pendidikan

Para pengajar Sumatera Thawalib seperti Haji Rasul, Zainuddin Labai Al-Yunusi, Haji Hasyim, Haji Habib, Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim, dan lain-lain, bukanlah orang yang fanatik, mereka adalah orang yang terbuka dan suka menerima pembaharuan, serta luas pandangannya. Menurut mereka untuk memperbaiki kehidupan dengan cepat dan tepat adalah melalui pembaharuan pendidikan.

Sistem pendidikan Sumatera Thawalib banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan di Eropa. Murid maupun guru Sumatera Thawalib mendapat dorongan untuk segera mendapat ilmu pengetahuan yang banyak dalam waktu yang singkat untuk disumbangkan kepada pergerakan kebangsaan. Kegiatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan sangat meningkat, sehingga gagasan pembaruan yang masuk ke Sumatera Thawalib mendapat sambutan hangat.

Sekolah Sumatera Thawalib terdiri dari tujuh kelas. Pada kelas I dan II hanya diberikan dua mata pelajaran, di kelas III sudah diberikan enam mata pelajaran. Mulai kelas IV sudah diberikan semua mata pelajaran yang ada pada sekolah itu. Dari semua mata pelajaran, mata pelajaran agama Islam hanya terdapat tujuh buah saja, diajarkan pada setiap kelas tiap tahun dengan memperbaharui buku yang dipelajari. Mata pelajaran fikih yang dipelajari murid sekurangnya harus membaca tujuh buah buku yang berbeda pengarangnya. Sumatera Thawalib memakai buku keluaran Mekkah.

Alumni

Dengan sistem pendidikan tersebut, tamatan Sumatera Thawalib banyak yang menjadi pemimpin Islam yang kuat pendiriannya dan berpegang teguh pada ajaran Islam. Kebanyakan di antaranya diangkat menjadi guru pada sekolah agama yang tersebar di Sumatera Barat. Tahun 1930, Sumatera Thawalib membutuhkan hal yang baru terutama untuk menghadapi Belanda dalam pergerakan kebangsaan.

Pranala luar