Basilika Santo Petrus Lama
Basilika Santo Petrus Basilica Sancti Petri | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Katolik |
Ecclesiastical or organizational status | Basilika Mayor |
Diberkati | sekitar tahun 360 |
Lokasi | |
Lokasi | Kota Vatikan |
Arsitektur | |
Gaya arsitektur | Romawi Kuno |
Peletakan batu pertama | 326-333 |
Rampung | ca.360 |
Basilika Santo Petrus Lama adalah bangunan yang berdiri sejak abad ke-4 sampai abad ke-16 di lokasi yang kini ditempati oleh Basilika Santo Petrus di Kota Vatikan. Basilika ini dibangun pada masa pemerintahan Kaisar Konstantinus I di atas sebuah situs bersejarah, yakni lahan yang pernah ditempati bangunan Sirkus Nero. Nama "Basilika Santo Petrus Lama" sudah digunakan semenjak dimulainya pembangunan Basilika Santo Petrus yang baru guna membedakan keduanya.[1]
Sejarah
Pembangunan basilika dimulai atas perintah Kaisar Romawi Konstantinus I antara 326 dan 333, dan baru rampung sekitar 30 tahun kemudian. Rancangannya adalah rancangan yang lazim untuk sebuah basilika.[2] Dalam kurun waktu dua belas abad selanjutnya, gedung Gereja ini lama-kelamaan menjadi bangunan penting, dan bahkan menjadi sebuah lokasi tujuan ziarah di Roma.
Penobatan Paus mulai dilaksanakan di sini, dan pada 800 dalam gedung Gereja ini, Karel Agung dinobatkan menjadi kaisar atas Kekaisaran Romawi Suci.
Namun bangunan ini mulai runtuh pada abad ke-15, dan pembicaraan mengenai pemugarannya dimulai sejak kembalinya Sri Paus dari Avignon. Dua orang yang terlibat dalam pemugaran tersebut adalah Leone Battista Alberti dan Bernardo Rossellino, yang memperbaiki apsis dan menambahkan loggia pemberkatan pada bagian depan atrium yang tersendat-sendat pengerjaannya sampai dimulainya pembangunan basilika yang baru. Awalnya Paus Julius II sangat berniat mempertahankan bangunan lama, tapi kemudian memutuskan untuk merubuhkan seluruhnya dan membangun yang baru. Banyak orang pada masa itu yang terguncang oleh keputusannya, karena bangunan tersebut mewakili kesinambungan kepausan mulai dari St. Petrus sendiri. Altar aslinya sendiri tetap dipertahankan dalam bangunan baru.
Makam
Sejak penyaliban dan penguburan Santo Petrus pada 64 Masehi, lokasi ini diduga merupakan lokasi Makam Santo Petrus, yang bertempat dalam sebuah bangunan suci kecil. Sejalan dengan peningkatan prestisenya, gedung ini diperkaya hiasan patung-patung, perabotan dan tempat-tempat lilin berukir, serta makam-makam dan altar-altar samping yang terus-menerus bertambah.[1]
Bangunan ini penuh dengan makam dan jenazah orang-orang kudus dan paus-paus. Tulang-belulang terus-menerus ditemukan di dalamnya sampai Februari 1544. Akhirnya rancangan basilika yang baru diusahakan untuk menampung kembali sebanyak mungkin sisa-sisa jenazah tersebut.[3]
Rancangan
Bangunan ini memiliki lima lajur, satu panti umat yang lebar beserta dua sayap bangunan di tiap sisinya, tiap lajur dipisahkan oleh 21 pilar marmer yang berasal dari bangunan-bangunan pagan sebelumnya.[4] Panjangnya 350 kaki (110 m) lebih, dibangun menyerupai bentuk salib Latin. Atap miring kembarnya dilapisi timah pada bagian dalamnya dan tingginya 100 kaki (30 m) lebih di tengah bangunan. Sebuah atrium, yang dikenal sebagai Taman Firdaus, terdapat di pintu masuk dan dan memiliki lima pintu masuk ke dalam gedung, namun sebenarnya baru ditambahkan pada abad ke-5.
Mosaik Navicella yang indah (1305-1313) di atrium dinisbatkan kepada Giotto di Bondone. Mosaik raksasa yang dikerjakan atas permintaan Kardinal Jacopo Stefaneschi itu menutupi seluruh dinding di atas pintu lengkung yang menghadap halaman. Mosaik ini melukiskan St. Petrus tengah berjalan di atas air. Karya luar biasa ini sebagian besar hancur selama pembangunan basilika baru pada abad ke-16, namun fragmen-fragmennya masih tersimpan. Navicella berarti "kapal kecil" yang mengacu pada kapal besar yang mendominasi mosaik itu, layarnya menggelembung dihembus badai ke arah cakrawala. Representasi pemandangan laut yang sedemikian alami hanya diketahui dari karya-karya seni rupa kuno.
Panti umat berujung pada sebuah ceruk yang dihiasi sebuah mosaik Konstantinus dan Santo Petrus yang sedang mempersembahkan sebuah miniatur gereja kepada Kristus. Masing-masing dindingnya yang memiliki 11 jendela itu dihiasi fresko tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.[5]
Fragmen dari sebuah mosaik abad ke-8, Epifani adalah satu dari sedikit remah hiasan abad pertengahan yang tersisa dari basilika lama. Fragmen tak ternilai itu kini disimpan dalam sakristi Santa Maria in Cosmedin. Fragmen ini membuktikan tingginya kualitas artistik dari mosaik-mosaik yang sudah musnah. Fragmen yang lain adalah madonna yang sedang berdiri, kini ditempatkan di sebuah altar samping dalam Basilika San Marco di Firenze
Akan tetapi eksteriornya, tidak seperti kuil-kuil pagan, tidaklah dipenuhi hiasan.[1]
Altar basilika lama menggunakan beberapa pilar Salomo. Menurut tradisi, Konstantinus mengambil pilar-pilar ini dari Haikal Sulaiman dan memberikannya untuk digunakan dalam basilika; namun kemungkinan besar pilar-pilar ini berasal dari sebuah gedung Gereja Timur. Ketika Gian Lorenzo Bernini membuat baldachino yang memayungi altar basilika baru, dia meniru pilar-pilar tersebut. Delapan dari pilar asli dipindahkan ke serambi basilika baru.
Catatan
- ^ a b c Boorsch, Suzanne (Winter 1982–1983). "The Building of the Vatican: The Papacy and Architecture" [Pembangunan Vatikan: Kepausan dan Arsitektur]. The Metropolitan Museum of Art Bulletin. 40 (3): 4–8.
- ^ Sobocinski, Melanie Grunow (2005). Detroit and Rome. The Regents of the Univ of Michigan. hlm. 77. ISBN 0-933691-09-2.
- ^ Hersey, George L (1993). High Renaissance Art in St. Peter's and the Vatican: An Interpretive Guide. University of Chicago Press. hlm. 73–4. ISBN 0226327825.
- ^ Garder, Helen; et al. (March 17, 2004). Gardner's Art Through the Ages With Infotrac. Thomas Wadsworth. hlm. 619. ISBN 0-15-505090-7.
- ^ "Old Saint Peter's Basilica." Encyclopædia Britannica. 2006.
Lihat pula
Pranala luar
Media tentang Old Saint Peter's Basilica di Wikimedia Commons
- Basilika Konstantin Artikel oleh Jose Ruysschaert
- Makam St. Petrus Buku karya Margherita Guarducci