Lompat ke isi

Ho Kim Ngo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 20 Mei 2018 07.20 oleh Deefriday (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'Ho Kim Ngo, atau biasa dipanggil dengan sebutan ‘Akim’, merupakan ibunda dari salah satu korban Peristiwa Semanggi II, Yap Yun Hap<ref>{{Cite news|url=http://www.r...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Ho Kim Ngo, atau biasa dipanggil dengan sebutan ‘Akim’, merupakan ibunda dari salah satu korban Peristiwa Semanggi II, Yap Yun Hap[1]. Ho Kim Ngo lahir pada tanggal 19 September 1951 (66 Tahun) di wilayah Muntok, provinsi Bangka Belitung. Ho Kim Ngo menikah dengan Yap Pit Sing dan memiliki tiga orang anak, yakni Yap Yun Hap, Yap Yun Yie, serta Yap Ling Ling.[2]

Masa Kecil

Ho Kim Ngo merupakan anak bungsu dari 2 bersaudara, walaupun kakaknya wafat ketika dilahirkan. Ho Kim Ngo besar di kampung Muntok, Bangka Belitung. Ho Kim Ngo dan keluarga harus pindah dari kampungnya ke kota Pangkal Pinang ketika Ho berusia 11 tahun dikarenakan desa tempat tinggalnya dijadikan lahan untuk PELTIM. Masa kecil Ho lebih banyak dihabiskan dengan bermain dengan sepupu-sepupunya, karena Ho tidak memiliki saudara kandung untuk berkomunikasi. Ketika Sekolah Dasar, Ho Kim Ngo menempuh studi di sekolah Tionghoa, yang kini gedung sekolah tersebut telah beralih fungsi menjadi sarang burung walet, dikarenakan pada masa Orde Baru banyak sekali sekolah etnis tionghoa yang ditutup paksa oleh pemerintah. Pada tahun 1985, Ho Kim Ngo beserta keluarga pindah ke Jakarta.

Peristiwa Semanggi II

* Kronologis Peristiwa Pra Penembakan

Tanggal 24 September 1999, ribuan mahasiswa dan rakyat melakukan aksi menentang UU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB), karena dianggap akan mengembalikan militerisme di Indonesia. Pertempuran antara mahasiswa dan rakyat dengan aparat keamananpun akhirnya pecah. Di Jakarta, 11 orang gugur tertembak dan 217 luka-luka. Di antara yang gugur adalah Yap Yun Hap, mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia, yang meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma Jaya.[3] Menurut kesaksian Ho Kim Ngo, sewaktu di Tri Sakti, Yun Hap sudah ikut melakukan demonstrasi di sana. Pihak keamanan pada saat itu menggunakan peluru tajam dan dia melihat selongsong peluru tajamnya. Ho Kim Ngo membantah pernyataan dari pihak militer jika pada saat itu militer hanya menggunakan peluru hampa.[4] Ketika peristiwa Semanggi I, Yun Hap tidak mau ikut berdemonstrasi karena ada peraturan bahwa jika ingin menurunkan presiden, maka akan digantikan oleh wakil presidennya. Dia beranggapan, kalau mau menurunkan wakil presidennya juga sangat beresiko, oleh karena itu dia tidak ikut dalam aksi tersebut. Mahasiswa pada saat itu, termasuk Yun Hap, tidak terima adanya kepanjangan tangan rezim Orba dan apabila pemerintahan harus diganti, maka mereka harus diganti secara keseluruhan.[5] Menurut Ho Kim Ngo, hal yang mendasari anak sulungnya untuk terus berdemonstasi adalah karena kepeduliannya akan rakyat kecil. “Saya sekolah di UI, rakyat yang membiayai, yang mensubsidi. Maka saya harus berjuang untuk rakyat”, ujar Yap Yun Hap ketika saat itu[6].

Pada 23 September 1999, sekitar pukul 18.00 sore, Yun Hap menelpon ke rumahnya, minta izin kepada Ho Kim bahwa dia tidak bisa pulang, karena masih ada di Semanggi dan mahasiswa sudah dikepung oleh aparat. Kemudian di tanggal 24 september 1999, sekitar pukul 08.00 pagi, Yun Hap kembali menghubungi rumahnya, dan dia kembali menjawab telepon Yun Hap. Yun Hap mengatakan pada saat itu bahwa dia akan segera pulang ke rumah[7].

* Kronologis Peristiwa Pasca Penembakan

Tidak lama dari komunikasi tersebut, suami Ho Kim Ngo, Yap Pit Sing ditelpon dari kantornya memberitahukan bahwa kantornya telah dijarah massa. Di momen itulah baik Ho Kim dan Pit Sing hilang komunikasi dengan Yun Hap, karena pikiran mereka terbagi dua. Sekitar pukul 23.00 malam, mereka mendapat kabar dari rekan-rekan dosen dan mahasiswa Universitas Indonesia yang bahwa Yun Hap telah tiada dan jenazahnya ada di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Kemudian mereka sekeluarga pergi sekitar jam 00.00 malam menuju RSCM.

Setibanya di RSCM, tangis Ho Kim Ngo dan keluarga tidak dapat dibendung. Di depan rekan-rekan mahasiswa, pers, dosen, serta aktivis dari KontraS, Ho Kim melihat sendiri Yun Hap telah meninggal akibat ditembak dengan peluru tajam. Kemudian, sekitar jam 02.00 pagi, Ho Kim Ngo beserta keluarga terkejut dengan kedatangan beberapa mobil yang dikendarai personil militer yang mau megambil jenazah Yun Hap. “Untung saja kami masih dilindungi, di mana pada saat itu ada Munir, Edi Sasono dan rekan-rekan pers dan mahasiswa. Jadi mayat anak saya tidak jadi diculik atau dihilangkan pada saat itu, yang tujuannya cuma mengaburkan masalah yang ada. Waktu saya bertemu dengan Wiranto pada saat itu di Gedung DPR, Wiranto sendiri mengakui bahwa pembuktian memang sudah ada. Tapi sampai sekarang penegakan hukumnya mana? Penembaknya adalah anggota ABRI, orang Ambon, katanya sudah diadili, tapi mana? Memang anak saya binatang? Tidak jelas”, ujar Ho Kim Ngo.[8]

Setelah dibawa ke rumah duka di Jelambar, Jakarta Barat, jenazah Yap Yun Hap kemudian dikebumikan di Taman Pemakaman Umum Pondok Rangon, Jakarta Timur. Nama Yap Yun Hap juga kemudian dilestarikan menjadi nama salah satu jalan di kawasan Universitas Indonesia, Depok.[9]

Aksi Mencari Keadilan

Ho Kim Ngo dan Yap Pit Sing, senantiasa berjuang mencari keadilan untuk Yap Yun Hap. Di satu kesempatan, Ho Kim dan Pit Sing diundang jamuan makan malam bersama Presiden Republik Indonesia kala itu, Megawati. Presiden wanita pertama RI itu sangat kaget ketika melihat Ho Kim dan Pit Sing duduk satu meja dengan keluarganya, daripada duduk dengan presiden. Ho Kim dan Pit Sing kemudian lepas kontrol dan bertanya kepada Megawati tentang pengungkapan kasus Semanggi II dan siapa yang membunuh Yun Hap. Namun, jawaban presiden kala itu tidak memuaskan “Pak, saya turut prihatin dengan keadaan keluarga bapak. Habis bagaimana lagi, saya apa mesti melawan bapak (Taufik Kiemas), apa saya harus lawan ABRI. Tidak harus begitu setiap permasalahan. Kita cari jalan keluarnya ya Pak”. Mulai dari situ, baik Ho Kim Ngo dan Yap Pit Sing tidak yakin kalau kasus Semanggi II ini akan diungkap oleh Megawati.

Di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, Ho Kim Ngo juga sering mengirimkan surat ke presiden, bahkan membacakan surat terbuka yang diliput wartawan. [10]Namun, penyelesaian kasus Yun Hap dan Semanggi II juga masih terhalang. “Saya tidak yakin, karena presiden SBY adalah presiden yang masih takut. Dia cenderung lemah dalam bersikap, terutama dalam bidang hukum. Tapi dalam bidang ekonomi, saya melihat sudah cukup baik. Sebenarnya kasus ini bisa terungkap asal ada niat dari pemimpinnya. Adapun harapan saya adalah keadilan harus ditegakkan seadil-adilnya. Kita tidak meminta apa-apa, kami hanya ingin keadilan. Katakanlah yang putih itu putih dan yang hitam adalah hitam.”, ucap Ho Kim Ngo dan dibantu oleh Yap Pit Sing saat itu.[11]

Setelah 13 tahun, tepatnya pada tanggal 15 September 2012, Yap Pit Sing meninggal dikarenaken penyakit sirosis hati dan Hepatitis B yang telah lama dideritanya. Semenjak saat itu, Ho Kim Ngo hanya bisa pasrah akan kenyataan bahwa dia harus berjuang sendiri menuntut keadilan untuk anaknya.[12]

Penyelesaian Kasus

Pada tahun 2003, Mahkamah Militer (Mahmil) II-08 Jakarta menyidangkan tersangka kasus Semanggi II yang menewaskan anak dari Ho Kim Ngo, Yap Yun Hap. Namun dari tiga tersangka, baru satu tersangka saja diajukan ke Mahmil II-08 Jakarta.

Prajurit Satu (Pratu) Buhari Sastro Tua Putty, menjadi terdakwa pertama kasus Semanggi II yang disidangkan. Sementara dua tersangka lainnya - Letkol Ediwan Prabowo, selaku komandan Batalyon dan Lettu Timuardi, selaku komandan kompi terdakwa - belum disidangkan. Kepada majelis hakim Mahmil, Oditur Militer (Odmil) Letkol (CHK) D. Djohari mendakwa Pratu Buhari dengan Pasal 338 KUHP dan Pasal 359 KUHP.

Menurut Djohari dalam surat dakwaannya, Pratu Buhari Sastro Tua Putty adalah pelaku utama penembakan pada 24 September 1999 yang mengakibatkan tewasnya Yap Yun Hap. Peristiwanya terjadi kala pasukan penindak rusuh massa (PPRM) dari Yon Armed 10/Kostrad menarik pasukannya menuju Markas Polda Metro Jaya, setelah melakukan pengamanan aksi massa yang melakukan unjuk rasa.

Penembakan yang ditujukan ke pengunjuk massa dan menewaskan Yun Hap oleh Pratu Buhari dilakukan tanpa perintah komandan. "Penembakan terjadi karena terdakwa sudah jenuh dan emosi menghadapi kelompok pengunjuk massa yang sedang melempari batu dan bom molotov terhadap iring-iringan pasukan" papar Djohari.

Terdakwa Pratu Buhari merupakan satu dari dua penembak mahir (Sniper) yang disiapkan untuk mengantisipasi gangguan ketika iring-iringan pasukan mendapat gangguan dari pengunjuk massa. Hal ini dilakukan setelah Komandan Konvoi pasukan, Kapten Estu Patriot Sigit Budi Wibowo, melaporkan bahwa pasukan terhalang massa dan dilempari batu dan bom molotov.

Untuk itu, Letkol Ediwan selaku komandan batalyon memerintahkan Lettu Timuardi menyiapkan Sniper untuk melakukan tembakan peringatan dan memerintahkan untuk membunyikan sirene. Namun, terdakwa Pratu Buhari selaku penembak mahir bukan saja mengeluarkan tembakan peringatan, melainkan malah melakukan penembakan ke arah para pengunjuk rasa.

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Kriminalistik Puslabfor Polri, anak peluru yang menewaskan berukuran 5,56 mm. Yun Hap tewas setelah anak peluru tersebut merobek punggung kiri hingga masuk ke paru-paru dan akhirnya bersarang di leher kanan Yun Hap. Selanjutnya berdasarkan hasil penemuan dan pemeriksaan dari anak peluru yang menewaskan Yun Hap, ternyata anak peluru itu indentik dengan anak peluru yang ditembakkan dari senjata organik FNC No. 046743. Ternyata, senjata itu merupakan senjata inventaris milik Pratu Buhari Sastro Tua Putty.[13]

Atas perbuatan yang didakwakan Odmil Djohari, Pratu Buhari awalnya diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara. Namun akhirnya setelah melalui proses banding, Pratu Buhari hanya ditahan selama 8 bulan dengan membayar biaya perkara sebesar Rp.22.500.

  1. ^ "Ho Kim Ngo: Bukalah Mata dan Telinga Pak SBY..." rmol.co. Diakses tanggal 2018-05-20. 
  2. ^ APSN. "Indoleft | Days of waiting, a day filled with hop". www.asia-pacific-solidarity.net. Diakses tanggal 2018-05-20. 
  3. ^ Sejarah, Redaksi Tenda. "Sejarah Tragedi Semanggi '98 Lengkap". www.tendasejarah.com. Diakses tanggal 2018-05-20. 
  4. ^ Wenhua, Zhonghua. "Yap Yun Hap - Pahlawan Reformasi" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-05-20. 
  5. ^ "Latar Belakang Tragedi Semanggi 1 | Nalar Politik". Nalar Politik. 2017-11-13. Diakses tanggal 2018-05-20. 
  6. ^ "Self Reminder, Sebuah Catatan Tentang Arti Kemerdekaan Saat Ini". kumparan. Diakses tanggal 2018-05-20. 
  7. ^ Menolak Lupa (2014-07-06), #MenolakLupa - Ho Kim Nyo (Ibunda Yun Hap - Korban Tragedi Semanggi), diakses tanggal 2018-05-20 
  8. ^ http://www.indonesiamedia.com/2010/10/04/kami-hanya-ingin-keadilan-wawancara-orang-tua-yun-hap/
  9. ^ "Ayah Yap Yun Hap Meninggal". beritasatu.com. 2012-09-16. Diakses tanggal 2018-05-20. 
  10. ^ Mi Cido (2011-08-01), Seribu Surat Untuk Presiden ( Yap Yun Hap ), diakses tanggal 2018-05-20 
  11. ^ http://www.indonesiamedia.com/2010/10/04/kami-hanya-ingin-keadilan-wawancara-orang-tua-yun-hap/
  12. ^ "Ayah Yap Yun Hap Meninggal". beritasatu.com. 2012-09-16. Diakses tanggal 2018-05-20. 
  13. ^ "Pelaku Penembak Aktivis Mahasiswa UI Mulai Disidangkan". hukumonline.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-05-20.