Lompat ke isi

Archaeopteryx

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 11 Januari 2019 12.26 oleh 202.67.39.12 (bicara)
Archaeopteryx
Rentang waktu: Jura Akhir
Model Archaeopteryx lithographica sebagai pajangan di Museum Universitas Oxford.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Archaeopteryx

Meyer, 1861
Spesies

A. lithographicaMeyer, 1861

Archaeopteryx (dari Bahasa Yunani Kuno ἀρχαῖος archaios yang berarti 'kuno' dan πτέρυξ pteryx yang bearti 'bulu unggas' atau 'sayap'; dibaca "ar-kee-OP-ter-iks" [ɑː(ɹ)kiˈɒptəɹɪks]) adalah jenis burung paling awal dan primitif yang diketahui. Binatang ini hidup pada Periode Jura sekitar 155–150 juta tahun lalu yang saat ini dikenal sebagai wilayah Jerman bagian selatan. Dalam Bahasa Jerman, Archaeopteryx dikenal sebagai Urvogel, sebuah kata yang berarti "burung yang asli" atau "burung pertama". Meskipun namanya yang asli berasal dari Bahasa Jerman, Kata ini juga digunakan dalam Bahasa Inggris.

Burung modern adalah salah satu keturunan dari spesies ini, burung adalah salah satu spesies dari klan dinosauria yang masih hidup sampai saat ini.

Sejak fosil Archaeopteryx ditemukan pertama kali di Jerman tahun 1861, spesies ini sempat membuat bingung para ilmuwan. 1861 merupakan waktu dua tahun, setelah Charles Darwin mempublikasikan temuan itu dalam jurnal On The Origin of Species. Dengan cakar dan gigi yang mirip dengan dinosaurus, Archaeopteryx juga memiliki bulu layaknya seekor burung. Ini membuktikan teori Darwin dalam jurnal itu yang menyebutkan bahwa dinosaurus merupakan cikal bakal burung. Archaeopteryx merupakan transisi dari dinosaurus menjadi burung. Darwin menyebutnya sebagai Urvoger, dari bahasa Jerman yang berarti 'Burung Pertama'. Meskipun bukti burung dinosaurus belum muncul hingga sekarang, banyak ilmuwan yang percaya bahwa Archaeopteryx merupakan dinosaurus pertama yang mampu terbang. Spesimen fosil yang berjumlah 11 itu dipublikasikan pertama kali pada 2011 dan masih dalam keadaan baik. Spesimen tersebut, dilengkapi dengan impresi bulu di seluruh tulang. Bulu-bulu tersebut, berukuran panjang dan simetris di bagian atas kaki. Namun, sampai di bagian bawah, ukurannya semakin pendek. Para peneliti menggambarkan 'celana' bulu ini sebagai penutup diri, alat kamuflase, mengisolasi diri bahkan alat manuver saat berada di bawah. "Memang tidak dirancang untuk membantu terbang, tetapi cukup membantu saat melakukan pendaratan, mirip dengan bulu burung elang dan sejenisnya," ujar Dr. Oliver Rauhut dari Bavarian State Collection untuk Palaeontologi dan Geologi. Menurut Dr. Rauhut, bulu-bulu ini menunjukkan poros yang kuat. Ini merupakan bukti jika burung generasi pertama ini bisa terbang.