Suku Abung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 24 Februari 2019 20.19 oleh Argo Carpathians (bicara | kontrib) (←Suntingan 114.4.212.189 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Bagas Chrisara)

Suku Abung berada pada utara, tengah, timur provinsi Lampung. Sebelah utara berbatasan dengan sungkai dan waykanan, sebelah barat berbatasan dengan daerah Lampung Barat, sebelah selatannya berbatasan dengan Lampung Selatan, dan sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa. Mayoritas masyarakat Abung memeluk agama Islam.

Orang Abung terkenal dengan sebutan “Masyarakat Pegunungan” serta memiliki sejarah khusus dalam perkara berburu. Orang Abung tinggal di daerah pegunungan.

Untuk percakapan sehari-hari, masyarakat suku Abung memiliki bahasa yaitu bahasa Abung dialek O/nyo.

Dalam kelompok-kelompok suku Abung terdapat sembilan marga yaitu Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupai.

Aktivitas masyarakat Abung dalam hal mata pencaharian pada umumnya adalah menanam padi di ladang. Selain itu, tanaman yang biasa ditanam oleh masyarakat Abung sesudah memanen padi adalah lada (Ladar). Tanaman lada memiliki usia produktif untuk menghasilkan yang panjang yaitu 20-25 tahun.

Mata pencaharian lain yang penting bagi masyarakat Abung adalah menangkap ikan, khususnya di daerah berawa-rawa/sungai. Kondisi tersebut merupakan bentuk alternatif karena menanam pada ladang hampir tidak memungkinkan.

Menanam lada yang menjadi salah satu mata pencaharian suku Abung merupakan kegiatan usaha mereka yang sangat produktif. Hal ini berdasarkan hasil dari menanam lada banyak memberi sumbangan besar bagi banyak aktivitas masyarakat suku Abung. Salah satu aktivitas itu adalah penyelenggaraan pesta papadon (upacara permulaan tanam) yang dirayakan meriah.

Dalam segi tata letak bangunan rumah perkampungan masyarakat Abung terdapat pola perkampungan masyarakat Abung yaitu komunitas adat (tiuh). Setiap kelompok masyarakat Abung mempunyai rumah permanen sendiri.

Rumah-rumah tersebut diisi oleh sedikit orang saja terutama orang-orang tua. Untuk lelaki dewasa dan anak-anak lebih banyak tinggal di permukiman musiman (Umbulan).

Berdasarkan pola hubungan kekerabatan dan kekeluargaan dalam masyarakat Abung adalah kelompok patrilineal eksogami. Kelompok/suku yang memiliki kepala penyimbang. Penyimbang adalah seseorang yang memiliki posisi secara turun temurun dan dipegang oleh kaum pria. Dalam komunitas desa terdapat 10 kelompok/suku.

Selain itu, dalam pola pernikahan dan pola menetap masyarakat suku Abung sesudah menikah bersifat patrilokal. Dalam hal pernikahan bagi masyarakat Abung poligami adalah sesuatu hal yang diperbolehkan.

Banyak orang dalam masyarakat Abung yang poligami adalah orang-orang kaya. Pernikahan sesama saudara bahkan sesama sepupu tidak diperbolehkan. Dalam soal perceraian, menurut adat setempat tidak diperbolehkan. Apabila seorang istri meninggalkan suami maka pihak suami harus membayar denda kepada dewan adat desa.

Masyarakat Abung memiliki beragam kesenian suku diantaranya adalah tari tigel. Tari tigel merupakan tari perang kuno yang dilakukan bersama dengan penyembelihan kerbau untuk persembahan pada saat pesta besar. Masyarakat Abung juga banyak menciptakan kerajinan yaitu seni kerajinan tembikar.

Referensi