Mohammad Diponegoro
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Mohammad Diponegoro dilahirkan pada 28 Juni 1928, di Yogyakarta. Ia menyelesaikan pendidikannya di HIS Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 1942; SMP Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1954; dan SMA “B” Negeri Yogyakarta tahun 1950. Setelah itu, ia melanjutkan ke Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung, tetapi hanya setahun. Kemudian atas anjuran dokter, ia pindah ke Universitas Gadjah Mada, Fakultas H.E.S.P. jurusan Ekonomi.
Pada tahun 1964, ia belajar ke Nippon Bunka Gakuin tingkat Sho-kyu- ranking I dan dikirim ke Jepang selama 6 bulan; dan pada tahun 1969, kembali ke Universitas Gadjah Mada, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, jurusan Hubungan Internasional sampai tingkat III. Selain itu, ia juga mengikuti beberapa kursus, menguasai beberapa bahasa asing, seperti Inggris, Arab, Jepang, dan Belanda, serta pernah menjadi santri di Pondok Modern Gontor, Ponorogo.
Pada masa revolusi kemerdekaan, ia turut aktif dalam bidang kemiliteran. Sekitar April sampai Juni 1945 mengikuti latihan kemiliteran di Cibarusa, Jawa Barat. Selain itu, pernah menjadi opsir TRI (Tentara Rakyat Indonesia) dengan pangkat letnan dua, menjabat dalam Staf Resimen Ontowiryo (TNI Masyarakat), dan memegang pimpinan Komandan Seksi sampai tahun 1947.
Pada tahun 1951, ia menjadi guru tidak tetap dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Dinas Penyempurnaan Pengetahuan dan Keahlian Staf “A” Angkatan Darat di Bandung. Pada tahun 1955, ia melawat ke Amerika Serikat dalam rangka penelitian tentang Youth Activities dan Youth Leaders’ Grant dari USIS. Sepulangnya dari Amerika, ia mengunjungi Inggris, Belanda, Prancis, Mesir, Pakistan, dan Singapura. Pada tahun 1959, ia bekerja di USIS sebagai wakil direktur Jefferson Library Yogyakarta. Kemudian pada tahun 1964, ia mengunjungi Jepang dan Filipina.
Di bidang jurnalistik, ia pernah duduk dalam redaksi majalah Tunas, yang diterbitkan oleh PII (Pelajar Islam Indonesia) pada tahun 1947-1950; kemudian dalam redaksi majalah Media, yang diterbitkan oleh HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) pada tahun 1955; dan redaksi majalah Misykah, yang diterbitkan oleh H.P.S.I. (Himpunan Peminat Sastra Islam) pada tahun 1960.
Pada bulan Juni 1965, ia duduk dalam redaksi majalah Suara Muhammadiyah, yang diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta. Kemudian pada tahun 1975, ia diangkat menjadi wakil pemimpin redaksi/wakil pemimpin umum majalah itu sebagai pengasuh ruang cerita pendek, sajak, rubrik opini, karikatur, dan pembaca menulis. Sebagai pengasuh rubrik “English Column”, ia menggunakan nama samaran Ben Hashem.
Di samping sebagai sastrawan dan wartawan, ia juga pelukis batik, fotografer, dan sering menjadi juri deklamasi sajak, serta juri sayembara drama televisi dan radio. Selain itu, ia pun gemar musik, bahkan menguasai beberapa alat musik, seperti piano, gitar, dan biola, serta pernah mencipta syair lagu. Syair-syair lagu ciptaannya, antara lain Mars Aisyiyah (lagu oleh M. Irsyad) dan Bidan Prajurit Islam, sebuah gubahannya untuk siswa Sekolah Bidan P.K.U. (Pusat Kesejahteraan Umum) Muhammadiyah. Namanya juga tercatat sebagai anggota B.K.K.I.I. (Badan Kongres Kebudayaan Islam Indonesia).
Mohammad Diponegoro sudah aktif menulis sejak tahun lima puluhan. Ia banyak menulis dan menyadur cerita pendek, drama, sajak, esai, dan terkenal karena usahanya mempuitisasikan terjemahan al-Qur’an.
Karya-karyanya tersebar di berbagai majalah dan harian, seperti Budaya, Budaya Jaya, Gajah Mada, Gema Islam, Horison, Indonesia, Kartini, Kisah, Kompas, Media, Minggu Pagi, Misykah, Moderna, Panji Masyarakat, Siasat, Suara Muhammadiyah, Suara Ummat, dan Tunas.
Sumbangannya terhadap dunia kesusastraan Indonesia, terutama adalah cerpen-cerpen yang dihasilkannya. Selama hidupnya, tidak kurang dari lima ratus buah cerita pendek telah ditulisnya, baik asli, terjemahan, maupun saduran.
Cerpen-cerpen yang dihasilkannya itu tidak hanya disebarkan melalui majalah dan harian, tetapi juga disiarkan melalui radio. Sejak tahun 1969, ia membuat rekaman cerita pendek untuk disiarkan pada Radio ABC Siaran Bahasa Indonesia, Melbourne, Australia, pada setiap hari Rabu malam. Hal itu berlangsung tidak kurang dari sepuluh tahun lamanya. Karena itu, tidak mustahil jika cerpen-cerpen yang dihasilkannya mencapai jumlah seperti disebutkan di atas. Selain itu, ia juga membacakan cerpen-cerpennya dalam ruang cerita pendek di RRI Studio Nusantara II Yogyakarta, pada setiap Minggu pagi.
Akan tetapi, dari lima ratus buah cerita pendek yang dihasilkannya, hanya beberapa judul saja yang berhasil diperoleh. Cerpen-cerpen itu terdapat dalam majalah Gema Islam, Horison, Indonesia, Kartini, Kisah, Media, Suara Muhammadiyah, dan harian Kompas.
Cerpen “Potret Seorang Prajurit” dimuat kembali bersama karya-karya pengarang lainnya dalam Laut Biru Langit Biru (Pustaka Jaya, 1977), sebuah bunga rampai yang disusun oleh Ajip Rosidi. Dua cerpennya “Kadis” dan “Cubit Sejimpit” memenangkan hadiah pertama Lomba Penulisan Cerpen dan Cerpen Humor yang diselenggarakan oleh majalah Kartini pada tahun 1980. Cerpen “Kadis” dimuat kembali dalam majalah sastra Horison edisi bulan Ramadhan, tahun XIX, nomor 6, Juni 1984 dan edisi bulan .....
Mohammad Diponegoro juga dikenal sebagai dramawan, baik sebagai penulis cerita, sutradara, dan kadang-kadang sebagai pemain. Sebagai penulis cerita, ia menghasilkan sebuah karya asli berjudul Iblis, sebuah lakon drama yang ditulisnya pada tahun 1961. Naskah itu kini telah diterbitkan dalam bentuk buku oleh Pustaka Panjimas pada tahun 1983.
Drama Iblis dipentaskan pertama kalinya pada 25 September 1961 di gedung Chung Hwa Chung Hui Yogyakarta. Hari pementasan itu kemudian ditetapkan sebagai hari lahir Teater Muslim, yang semula bernama B.K.K.I.Y. (Badan Koordinasi Kebudayaan Islam Indonesia Yogyakarta). Ia menjadi ketuanya selama empat tahun (1961-1965), dan seterusnya menjadi penasihat.
Di samping karya aslinya, ia pun menyadur dan menerjemahkan naskah-naskah drama asing, seperti Desire under the Elms (O’Neill), The Death of Odysseus (Lionel Abel), The Death Trap atau Jebakan Maut (Saki/H.H. Moenro), Fortune Writes a Letter (Theodor Apstein), The Miracle of the Danube (Maxwell Anderson), serta dua buah saduran dari karya Tennessee William, yaitu Labbaika, Ya Rabbi, Labbaika dan Surat Kepada Gubernur.
Surat Kepada Gubernur disiarkan oleh TVRI pada 11 Mei 1982 dengan judul Surat dari Fatimah, dimainkan oleh Teater Angka.
Dalam bidang penulisan sajak, sebenarnya ia tidak begitu menonjol, sebab hanya beberapa sajak saja yang dihasilkannya, baik asli maupun terjemahan. Karya-karyanya dalam bentuk sajak dimuat dalam majalah Gajah Mada, Media, Panji Masyarakat, dan Siasat.
Sebuah sajaknya yang berjudul “Balada Nyawa Saringan”, sebelumnya dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah sebagai cerita pendek, diterbitkan secara khusus dalam rangka memperingati ulang tahun Teater Muslim ke delapan belas.
Mohammad Diponegoro terkenal karena usahanya mempuitisasikan terjemahan al-Qur’an. Karya-karya puitisasi terjemahan al-Qur’an yang dibuat oleh Mohammad Diponegoro dimuat dalam majalah Gema Islam, Horison, Indonesia, Media, dan Suara Muhammadiyah.
Selain itu, karya-karyanya dibukukan bersama ciptaan tujuh penyair lainnya, yakni Armaya, Djamil Suherman, Goenawan Mohamad, Hartojo Andangdjaja, M. Saribi Afn, Taufiq A.G. Ismail, dan M. Yoesmanam dalam Manifestasi (Tintamas, 1964), serta bersama Djamil Suherman dan Kaswanda Saleh dalam Kabar dari Langit. Di samping itu juga diterbitkan secara khusus oleh majalah Budaya Jaya dalam Pekabaran (1977), dan oleh majalah Suara Muhammadiyah dalam Puitisasi Terjemahan al-Qur’an Juz 29 (1978). Kemudian keduanya diterbitkan oleh 2D dalam Kabar Wigati (juz 29 dan 30).
Salah satu karya puitisasi terjemahan al-Qur’an juz 29 yang berjudul “Kalam”, dimuat kembali sebagai penutup dari serangkaian ceramah terpilih “Ramadhan in Campus” 1402 H/1982 M Jamaah Shalahuddin, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dalam Mencari Generasi Qur’ani (Shalahuddin Press, 1982).
Di samping karya-karyanya dalam bentuk cerita pendek, drama, sajak, dan puitisasi terjemahan al-Qur’an, ia juga banyak menulis esai, baik asli maupun saduran. Esai-esainya dimuat dalam majalah Budaya, Budaya Jaya, Media, dan Suara Muhammadiyah. Salah satu esainya yang berjudul “Sebuah Konsep Individualitas: Percobaan Memahami Cita Iqbal tentang Manusia” dibacakan dalam acara Peringatan Iqbal di Taman Ismail Marzuki pada 24 April 1972. Esai itu kemudian dimuat dalam majalah Budaya Jaya, dan diterbitkan dalam Percik-percik Pemikiran Iqbal (Shalahuddin Press, Desember 1983) bersama karya Ahmad Syafii Maarif.
Esai lainnya yang berjudul “Muhammad Asad Duta Islam Masa Kini”, yang pernah dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah, diterbitkan kembali dalam Duta Islam untuk Dunia Modern (Shalahuddin Press, September 1983), juga bersama tulisan Ahmad Syafii Maarif.
Selain itu, Mohammad Diponegoro juga telah menyusun serangkaian karangan tentang teknik penulisan cerita pendek dan artikel. Tulisan itu dimuat secara berturut-turut dalam majalah Suara Muhammadiyah pada setiap nomor ganjil. Akan tetapi, karangannya tentang teknik penulisan artikel hanya mencapai tiga bagian. Pada 9 Mei 1982, sastrawan itu telah menutup mata untuk selama-lamanya, dalam usia hampir mencapai lima puluh empat tahun, di Rumah Sakit Pusat Kesejahteraan Umum Muhammadiyah, Yogyakarta.
Siklus (Pustaka Jaya, 1975) adalah novel satu-satunya yang ditulis oleh Mohammad Diponegoro. Dengan satu novel itu saja, ia telah membuktikan kemampuannya sebagai penulis cerita yang berpengalaman.