Lompat ke isi

Uma Lengge

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Uma Lengge merupakan bangunan tradisional suku Mbojo yang berada di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima. bangunan tersebut berbentuk kerucut. Pada zaman dahulu, Uma Lengge digunakan sebagai tempat tinggal oleh masyarakat Wawo dan sebagian digunakan juga sebagai lumbung.

Bangunan yang mirip rumah ini sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun silam. Walau terlihat sederhana, bangunan ini pasti membutuhkan artistik yang unik dan harus ada keahlian khusus untuk membuatnya, semua bahan bangunannya berupa kayu dan bambu serta rumbia atau ilalang sebagai bahan atap dan dindingnya.[1][2]

Deskripsi

Uma Lengge berukuran 2 x 2 meter dan tinggi bisa mencapai 5 meter. Karena bentuknya yang kerucut bangunan tersebut tidak bocor oleh air hujan walaupun atap dan dindingnya dari daun rumbia.

Uma Lengge mempunyai sirkulasi udara yang lancar dan suhu di dalamnya stabil sehingga tidak akan pernah terjadi pembusukan bila menyimpan bahan pangan dari jenis umbi-umban atau jenis lain, karena demikian Uma Lengge merupakan tempat yang efektif untuk menabung hasil panen.

Menyimpan hasil pertanian pada Uma Lengge merupakan kebiasaan mayarakat Wawo secara turun temurun. Pada mayarakat  Wawo, memiliki  Uma Lengge adalah suatu keharusan. Kebiasaan ini tidak membedakan antara kaum bangsawan dan kasta tertentu, hal ini dilihat dari siapa yang ulet dan rajin bekerja pasti memiliki Uma Lengge atau lumbung.

Uma Lengge mempunyai ciri khusus yakni mempunyai dua tingkat, tingkat yang paling atas sebagai tempat penyimpanan hasil panen yang dilindungi oleh dinding dari rumbia sedangkan tingkat yang bawah biasa digunakan untuk duduk atau tempat istirahat. Ciri inilah yang membedakannya dengan rumah panggung atau rumah adat suku Mbojo pada umumnya

Untuk mengambil padi atau hasil panen di Uma Lengge hanya diperkenankan bagi ibu-ibu karena mereka yang bisa mengetahui akan kebutuhan keluarganya. Menaiki Uma Lengge diperlukan sebuah tangga dari kayu atau pun dari bambu.

Jika sudah selesai menyimpan atau mengambil padi maka tangganya akan dibawa kembali dan disimpan di tempat yang aman, hal ini dilakukan agar terhindar dari aksi pencurian.[3][4]

Alat dan Bahan Pembuatan

Setiap nama bagiannya punya fungsi masing- masing sesuai kearifan budaya lokal. Oleh Masyarakat Wawo, membuat Uma Lengge dilakukan secara gotongroyong, antara satu dengan yang lain saling membantu.

Pada setiap alat atau bahan bagunannya mempunyai nama tersendiri. Nama alat dan bahan Uma Lengge pun hampir sama dengan nama bahan rumah panggung atau rumah adat suku Mbojo.

Adapun alat dan bahannya sebagai berikut :

  1. ndahi,
  2. ceko,
  3. wole,
  4. kende,
  5. A'u,
  6. panggalari wela,
  7. panggalari doro,
  8. ngguru nggonggo,
  9. ‘butu,
  10. mbutu,
  11. ta'dancai,
  12. tantonga,
  13. ri'i,
  14. peli,
  15. pali,
  16. santira,
  17. ‘boko,
  18. panta,
  19. londa,
  20. malasi.

Selain digunakan untuk menyimpan hasil tani, Uma Lengge dapat dimanfaatkan oleh yang empunya untuk beristirahat, tempat belajar dan kegiatan lain yang bermanfaat seperti bertenun.

Filosofi

Kenapa disebut Uma Lengge? Ditinjau dari bahasa Bima, Uma Lengge terdiri dari dua suku kata yakni Uma dan Lengge. Uma artinya rumah, Lengge artinya alas yang diletakkan diatas kepala saat menjunjung barang atau benda. Jadi Uma Lengge berarti rumah yang memiliki alas tertentu yang disebut Lengge.

Lengge tersebut berfungsi sebagai penopang bagian atas bagunan. Selain itu, Lengge berfungsi untuk menghalau tikus atau hewan lain yang hendak naik di Uma Lengge.

Sebenarnya lengge bukan merupakan bahan bangunan utama dalam pembuatannya. Lengge berbahan kayu yang berukuran 40 cm x 40 cm, sebanyak empat buah yang diletakkan pada bagian atas tiang utama.

Uma Lengge sangat sulit untuk dinaiki ataupun dipanjat begitu saja kecuali dengan menggunakan tangga. Di sekelilingnya dipasang papan tebal dalam bahasa Bima di sebut "Kende"  yang agak menonjol keluar sehingga tikus maupun manusia sulit untuk menggapainya.

Seiring dengan perubahan zaman dan terbatasnya sumber daya alam maka uma lengge dibuat dengan cara sederhana yang saat ini disebut Jompa oleh masyarakat suku Mbojo pada umumnya. Namun fungsi dan kegunaannya tetap sama dengan uma lengge sendiri. Perubahan konstruksi uma lengge dan jompa hanya pada bagian atapnya saja.

Uma lengge hanya bisa dibuat oleh masyarakat Wawo  dan hanya berada di Kecamatan Wawo dan Kecamatan Donggo, namun di Kecamatan Donggo, Uma lengge disebut juga Uma Leme ( Rumah Runcing),  sedangkan jompa hampir ada di seluruh desa yang ada di daerah Bima dan Dompu.

Oleh masyarakat tradisional sukum Mbojo, Jompa atau lumbung tidak hanya untuk menyimpan padi ikat namun juga untuk menyimpan padi gabah dan jenis palawija lainnya.

Lumbung padi tradisional ini mempunya lokasi khusus yang jauh dari rumah-rumah penduduk hal ini dilakukan untuk menjaga  bila terjadi kebakaran. Walaupun jauh dari permukiman penduduk tidak serta merta ditinggal begitu saja namun ada petugas khusus yang menjaganya. Secara adat setempat disebut sebagai wadu Pamali.[5][6]

Referensi

  1. ^ "Desain Bentuk Rumah Adat Bima dan Penjelasannya". Rumah Perumahan. Diakses tanggal 2019-03-07. 
  2. ^ "Mengintip Uma Lengge Wawo, Rumah Adat Suku Bima yang Wajib Kamu Kunjungi". Heriand.com (dalam bahasa Inggris). 2018-01-15. Diakses tanggal 2019-03-07. 
  3. ^ Nickyrawi, Faruk. "Mengenal Rumah Adat Warisan Leluhur Bima". detikTravel. Diakses tanggal 2019-03-07. 
  4. ^ Budiono, Muhsin (2017). Tangguh Bersama, Jepretan Lensa dan Catatan Sederhana Pekerja Terminal BBM Tentang Bencana Banjir Bandang Kota Bima. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia. hlm. 16. ISBN 978-602-04-3147-5. 
  5. ^ Bunyamin, Bunyamin (2018). Ampa fare: kearifan budaya lokal masyarakat Wawo Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 978-602-437-393-1. 
  6. ^ "Filosofi Uma Lengge Suku Mbojo". kampung-media.com | Portal Jurnalisme Warga NTB | Indonesia Best Citizen Journalism (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-07.