Lompat ke isi

Ilen Surianegara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 20 Maret 2019 00.17 oleh YogiYY (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi '{{Sedang ditulis}} '''Ilen Surianegara''' adalah salah seorang diplomat Indonesia sekaligus budayawan di tanah Sunda. Beliau lahir di Bandung, 29 Desember 1924. Bersek...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Ilen Surianegara adalah salah seorang diplomat Indonesia sekaligus budayawan di tanah Sunda. Beliau lahir di Bandung, 29 Desember 1924. Bersekolah di HIS, MULO Kristen, AMS. Setelah tamat lalu masuk ke Koogi/o Daigaku (Fakultas Teknik yang kemudian menjadi ITB). Pada waktu kemerdekaan diproklamasikan menggabungkan diri dengan para pemuda yang berjuang hendak menegakkan kedaulatan bangsa dan negara. Karena kefasihannya dalam berbahasa asing (Inggris dan Perancis, di samping Belanda), ia ditugaskan sebagai penghubung yang menjemput pasukan Sekutu (Inggris) yang hendak membebaskan tawanan perang dan melucuti senjata tentara Jepang. Oktober 1945, ia termasuk sejumlah kira-kira 30 orang mahasiswa yang harus berkeliling di kepulauan Sunda Kecil (sekarang Nusa Tenggara) yang dipimpin oleh Muh. Rustandi Kartakusuma untuk memberikan pengertian tentang cita-cita kemerdekaan. Tetapi di Denpasar, Ilen termasuk sebagian dari rombongan itu yang tertangkap oleh tentara Jepang, kemudian dibebaskan sebagai pertukaran tawanan orang Jepang yang ditangkap oleh para pemuda di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 (Hari Pahlawan). Sekembali di Bandung, Ilen menggabungkan diri dengan Badan Perjoangan yang kemudian menjadi Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) bersama dengan Mashudi dll. Pada waktu itulah ia mulai terbuka matanya terhadap politik. Pada awal 1946, ia aktif membantu RRI untuk siaran luar negeri seksi bahasa Perands. Di samping itu menjadi redaktur The Voice o f Free Indonesia dan merangkap sebagai pembantu kantor berita AFP untuk daerah yang dikuasai oleh Rebublik Indonesia. Setelah Bandung diduduki tentara Sekutu dan menjadi lautan api, Ilen bersama dengan para pejuang lainnya mundur ke Ciparay, Majalaya, Tasikmalaya, kemudian ia menggabungkan diri dengan Corps Mahasiswa di Yogyakarta. Awal tahun 1948, Ilen menjadi jurubicara Ketua Delegasi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda. Ia menjadi pegawai Kementerian Penerangan mengurus hubungan luar negeri. Ia pun mengikuti kuliah Akademi Politik yang diselenggarakan di Yogyakarta sampai selesai selama beberapa bulan. Pada waktu ada kesempatan memperoleh beasiswa dari pemerintah Perancis untuk belajar di negerinya, Ilen mendaftarkan diri dan lulus. Ia masuk ke Science Politique di Paris. Tahun 1953 ia kembali ke tanahair dan menikah dengan Tating Sastramijaya (Sastramidjaja), anak Jaksa Nénéng Sastramijaya yang pernah dikenalnya ketika gadis itu belajar di negeri Belanda. Beberapa bulan kemudian, Ilen diangkat sebagai Atase Kebudayaan dan Pers di Paris. Dalam menunaikan tugasnya sebagai atase kebudayaan, Ilen mencoba memperkenalkan bangsa Indonesia kepada bangsa Perancis, di antaranya dengan menerbitkan buku kecil yang berisi terjemahan sajak-sajak Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin, cerita pendek Idrus dll. ke dalam bahasa Perancis. Di samping itu ia juga membina hubungan dengan para seniman dan budayawan Perancis, sehingga mereka tahu tentang Indonesia. Hal itu terbukti, tatkala ia kembali ke tanahair setelah menyelesaikan tugasnya, ia membawa puluhan buah lukisan karya para pelukis Perancis yang disumbangkan kepada Indonesia. Sayang lukisan-lukisan itu tidak pemah mendapat tempat yang memadai, hanya bertumpuk di salah satu ruangan Museum Nasional, Jakarta. Setelah kembali di Indonesia, Ilen melanjutkan pergaularmya dengan para seniman Indonesia, kebanyakan yang pernah dikenalnya ketika mereka datang ke Paris umumnya sebagai undangan Sticusa. Ilen terlibat dalam kepengurusan BMKN, malah pernah duduk sebagai redaktur majalah Indonesia yang dikeluarkan oleh badan itu. Tahun 1962, Ilen ditugaskan untuk mengikuti kuliah di SESKOAD. Dikirimkan ke Jepang sebagai counsellor di KBRI Tokyo. Kemudian pada tahun 1964 dipindahkan sebagai Wakil Dubes di Aljazair untuk mempersiapkan Konferensi Bandung ke-2. Konferensi ini tidak pernah terjadi. Dan pada tahun 1967 kembali ke Deplu untuk memimpin Biro Pendidikan para diplomat. Pada waktu itulah (1968) ia bersama Ramadhan K.H. dan A yip Rosidi, meyakinkan Ali Sadikin yang ketika itu menjadi gubernur DKI Jakarta agar bersedia membantu pembiayaan penerbitan majalah bulanan kebudayaan. Saran itu diterima dengan baik oleh Ali Sadikin, dan Ilen menjadi pemimpin umum majalah Budaya Jaya yang sehari-harinya ditangani oleh Ramadhan K.H. dan Ayip Rosidi, karena itu meskipun kemudian Ilen ditugaskan ke luar negeri lagi, majalah itu tetap terbit (sampai 1979). Tahun 1969, Ilen diangkat sebagai orang kedua (Wakil Dutabesar) di KBRI Paris, kemudian dipindahkan sebagai Wakil Dubes di Bonn (Jerman). Tahun 1975 ia kembali ke Indonesia, diserahi memimpin direktorat baru, yaitu Direktorat Sosial- Budaya. Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Dutabesar di Tunisia, merangkap untuk Maroko dan Libia. Sebelumnya tidak ada KBRI di sana. Tahun 1980 kembali ke tanahair, dan ditugaskan sebagai Wakil Gubernur Lemhanas di Jakarta. Tahun 1983, ia diangkat sebagai Duta besar di Aljazair merangkap untuk negara -negara Guinea dan Mali. Ketika selesai menunaikan tugasnya itu, Ilen masuk masa pensiun. Mulailah ia aktif dalam kegiatan kebudayaan dan kesenian Sunda, diantaranya membentuk Yayasan Dana Budaya Sunda yang bermaksud hendak memberikan dana untuk kegiatan kesenian dan kebudayaan dengan terlebih dahulu mengumpulkan dana dari masyarakat. Di samping itu duduk pula sebagai anggota Pengurus Yayasan Pembangunan Jawa Barat dan Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (LBSS).